Langsung ke konten utama

Fade bab 6

Ini adalah bab 6 dari karanganku yang berjudul Fade :D
untuk membaca bab sebelumnya bisa klik
Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5


n coment aja jika q ada kesalahan dalam penulisannya, well happy reading guys






Bab 6
Tawaan kecil mulai terdengar di ruang rapat yang hanya berisi dua wanita yang sedang saling bercanda satu sama lain. Ruangan rapat ini baru saja digunakan rapat oleh anggotanya. Ruangan yang hanya diterangi oleh lampu-lampu putih nan terang di atasnya ini terlihat sedikit luas dan besar. Di tengah terdapat meja persegi panjang yang cukup panjang serta kursi sebanyak dua puluh di samping meja itu.
“Ya, kau benar. Terkadang memikirkan masa lalu bersama anak kita waktu mereka masih kecil adalah hal yang sungguh menyenangkan.”, kata seorang wanita yang duduk menyila kakinya. Dia menggulung rambutnya yang hitam dan panjang itu. Ia hanya mengenakan pakaian resminya yang berwarna silver.
“Kau sampai-sampai tak tau apa yang akan terjadi pada anak kita kelak.”, balas wanita yang menggunakan pakaian kantor berwarna biru muda. Ia duduk di depan wanita yang duduk menyilang itu.
“Ah... kau itu selalu menceritakan kisahmu dengan anakmu saja, Lisa. Kau tak pernah mengatakan siapa nama anakmu.”
“Ehm... aku sudah punya dua dan laki-laki semuanya.”, jawab wanita bernama Lisa tersebut. Ia membenarkan duduknya yang semula menyilang menjadi biasa.
“Aku sudah tau kalau tentang itu. Suamiku pernah mengatakan itu padaku dulu.”
“Haha... baiklah, nama mereka Denico dan Calvin.”, jawab Lisa lalu meminum kopinya satu teguk.
“Jadi kau benar-benar menamakan anakmu itu Calvin? Kau ini memang sedikit gila.”
“Aku masih mengingat wajahnya sampai sekarang, Alice. Kau pun juga pasti tak menyangka hal ini akan terjadi.”
“Haha... kau ini memang benar-benar merindukannya ya. Dia sudah meninggal, dan apa suamimu itu tak marah?”, tanya Alice yang duduk di depan Lisa itu.
“Ya tentu tidak. Dia malah senang dengan anaknya diberi nama seperti itu. Katanya cocok untuk pejuang militer gitu.”, jawab Lisa lalu tersenyum.
“Begitu rupanya. Oh ya dimana sekarang putra-putramu?”, tanya Alice yang penasaran tentang anak dari sahabat lamanya yang sudah lama tidak bertemu.
“Ya, agen kami memiliki dua markas besar. Dan kami serahkan yang satunya kepada semua putraku. Tetapi, karena kurang lebih empat hari yang lalu markas kami kedatangan penyusup, terpaksa kami tutup markas itu. Calvin yang berada di markas waktu itu, kabur bersama rekannya menaiki jip dan dalam perjalanan ke sini. Sedangkan kakaknya, dia sedang menjalankan misi adiknya yang belum tiba kemarin. Aku sedikit khawatir tentang keadaannya.”, jawab Lisa yang langsung sedikit sedih.
“Tenang, Lisa. Jika kau percaya kalau Calvin akan datang kemari dengan selamat, dia pasti akan sampai dengan selamat dan segera.”, kata Alice menghibur sambil memegang bahu temannya.
“Kau memang benar-benar sahabatku, Alice. Terima kasih.”
Alice tersenyum. Ia memiliki bibir tipis dan berwarna merah. Rambutnya yang hanya penjang sepuluh centi di bawah bahunya. Ia juga terkadang menggunakan kacamata saat melakukan rapat seperti tadi, tetapi ia sudah melepasnya dan meletakannya di atas meja.
“Aku dengar anakmu perempuan, usia berapa sekarang?”, tanya Lisa gantian.
“Ya. Umurnya sekitar sekarang hampir delapan belas tahun, mungkin.”, jawab Alice yang masih memikir-mikirkan umur anaknya sekarang.
“Wah... sama dengan Calvin. Dia berumur delapan belas tahun dan masih bersekolah.”, balas Lisa lalu tersenyum.
“Sekolah? Kau membiarkan dia mengikuti agen disaat dia bersekolah? Bukannya belajarnya akan terganggu?”, tanya Alice terkejut.
“Dia sudah masuk saat ia sudah SMP. Dia memiliki skil yang bagus dan perkembangannya juga cukup cepat. Kau tau, misinya waktu SMP yang terselesaikan adalah sekitar sembilan misi. Walaupun banyak anggota yang menemaninya.”, jawab Lisa. “Oh ya, saat ini dalam perjalanannya kesini, ia memiliki rekan seorang perempuan yang cantik. Sepertinya Calvin sudah merasakan getaran cinta gitu.”, lanjutnya.
“Ah, anak muda zaman sekarang memang begitu. Ceritakan banyak dong.”, kata Alice yang tertarik dengan percakapan tentang Calvin.
“Anakku ini sangat bandel kalau berurusan dengan siapa dia akan bekerja sama. Dia memang paling sulit dicarikan rekan untuknya. Kau tau, setelah kami menemukan seorang gadis yang lebih muda setahun dengannya yang sangat jago dalam menembakan senapan sniper dan juga taktiknya yang luar biasa, si Calvin langsung menerimanya menjadi seorang rekan satu-satunya.”, jawab Lisa lalu meminum kopinya karena tenggorokannya mulai kering.
“Gadis yang lebih muda dari anakmu itu apa dia tidak merasa terbebani oleh pekerjaan berat seperti ini?”, tanya Alice yang sedikit kebingungan.
“Tidak, malah dia dapat dengan cepat menyelesaikan misi dengan baik. Dan dia juga sering ku kirim untuk membantu agenmu yang selalu sibuk setiap harinya karena teroris memang benar-benar mengepung kalian waktu itu.”, jawab Lisa.
“Jadi gadis yang selalu berpakaian hitam itu. Aku hanya melihatnya sekilas dan tak pernah bertatapan langsung dengannya. Dan juga kami menerima laporan kalau kami menerima bantuan darimu seseorang yang kuat dan memang benar-benar kuat. Dia gadis sniper, kan?”
“Sniper adalah senapan andalannya. Dia paling suka bersembunyi di belakang dari pada ikut-ikutan maju dengan anggota-anggota lain yang sedang bekerja sama denganya dan tidak lupa putraku yang selalu mengikutinya kemana saja itu melindungi gadis ini jika tiba-tiba teroris menemukan mereka dalam jarak dekat. Mereka berdua memang cocok.”
“Aku memikirkan kalau gadis itu sangat mirip denganmu, Alice. Dia memiliki semangat yang kuat dan juga memiliki kepribadian yang tidak suka menyerah. Dia selalu berkata ‘aku senang telah bergabung disini, sebagai orang yang telah bermanfaat bagi orang lain’ jika aku selalu menanyakannya bagaimana dengan dirimu yang terbebani dua pekerjaan yang benar-benar berat. Dia, dia sepertinya cocok sekali dengan putraku yang muda. Kau tau, putraku tidak pernah meninggalkan gadis ini setiap saat, itulah mengapa ia memilih untuk kabur dengan rekannya daripada menaiki kereta bawah tanah yang lebih cepat.”
“Dia gadis yang benar-benar kuat. Tapi bagaimana dengan orang tuanya?”, tanya Alice.
“Dia hanya menjawab bahwa orang tuanya sering tidak berada di rumah, katanya orang tuanya memiliki pekerjaan penting di luar kota dan mungkin dapat sampai luar negeri. Jadi dia hidup sendiri. Saat aku memintanya untuk tinggal di markas putra kami, dia selalu menolak dan takut jika orang tuanya mencarinya saat orang tuanya pulang ke rumah.”, jawab Lisa.
Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara sedikit gaduh dari luar ruang rapat karena jam sekarang adalah jam kerja. Jadi banyak anggota dan pegawai lainnya berjalan kian kemari, menerima telepon dan sebagainya. Suara hening menjadi berhenti saat seseorang mengetok pintu ruang rapat.
Come in.”, kata Lisa lalu memutar kursinya menghadap pintu masuk.
Laki-laki berpakaian jas silver membuka pintu lalu berjalan mendekat pada atasannya. Suara langkahnya cepat dan seperti sedikit tergesa-gesa. Ia mulai tersenyum saat ia berdiri di depan atasannya.
“Maaf. Tetapi, putra anda telah kembali. Saya baru saja menerima laporan dari pusat bahwa sekarang dia di lantai satu dengan rekannya.”, kata orang itu.
“Benarkah?”, kata Lisa tidak percaya. “Kalau begitu, katakan kalau ibunya menunggu di sini.”, lanjutnya senang.
“Baik.”, kata orang itu lalu menundukan kepalanya dan pergi.
“Terima kasih Tuan Nicolas.”, kata Lisa segera. Ia merasa lebih senang daripada sebelumnya. Ia pun mulai menatap sahabatnya dengan senang.
Sahabatnya yang juga mendengar percakapan singkat tadi juga tersenyum senang kepada sahabatnya itu. Mereka saling tersenyum lalu Lisa mengobrol banyak tentang Calvin.
Pintu besar dari ruang rapat mulai terbuka. Laki-laki yang tingginya hampir sama laki-laki yang masuk sebelumnya memasuki ruangan. Ia memakai kaos putih polos dan celana jins biru panjang dan sudah sedikit robek di bagian lutut kirinya. Dia berpenampilan seperti anak gelandangan yang tersesat di sebuah markas besar. Ia mulai berjalan mendekat.
“Mama.”, katanya pelan. Lisa langsung berlari dan memeluk putranya ini. “Maaf, telah mengawatirkanmu, Mama.”, lanjutnya.
“Tidak, Mama senang kau dapat selamat sampai rumah, tapi...” Lisa melihat perban tebal di lengan kanan putranya, warna merah sedikit terlihat di dalam perban itu. “Kau tidak apa-apa kan, kau terluka.”
“Aku tidak apa-apa, Ma. Lihat ini anakmu masih dapat berjalan sampai di sini. Aku hanya menerima serangan kecil, kok.”, kata Calvin. Karena merasa ada manusia lagi di dalam ruangan itu, ia memalingkan wajahnya ke belakang Mamanya.
“Oh, ini Alice. Dia mempunya sebuah agen besar daripada punya kita dan juga lebih terkenal.”, kata Lisa memperkenalkan Alice. Alice menyenggol pinggul Lisa karena melebih-lebihkan Alice.
“Kau jangan melebihkan seperti itu.”, kata Alice. Ia berdiri mendekati laki-laki yang berdiri di depan sahabatnya itu menyalaminya. “Senang bertemu denganmu, Mr. Riicon.”
“Dan saya juga senang bertemu dengan anda, Mrs...”
“Panggil saja saya Alice.”, putus Alice yang tidak suka dipanggil nona maupun nonya ini. Ia lebih senang jika dia dipanggil Alice karena itu adalah pemberian nama dari kedua orang tuanya yang sangat berarti baginya.
“Ba – baiklah.”, jawab Calvin ragu-ragu.
“Haha... kau itu hebat ya.”, kata Alice lalu tersenyum. Calvin juga tersenyum dan menundukan kepalanya sedikit untuk menghormati wanita di depannya.
“Di mana dia, Calvin?”, tanya Lisa yang tersadar bahwa tidak ada seseorang di belakang Calvin.
“Oh, dia sedang ke toilet. Sebentar lagi dia akan...”
Suara pintu terbuka membuat Calvin berhenti berbicara dan menghadap ke pintu besar. Sosok gadis berpakaian kaos putih yang ditutupi dengan hem hitam besar yang kancingnya tidak dikancingkan, celana yang panjangnya sampai lututnya, rambutnya yang sedikit berantakan serta wajahnya yang sedikit pucat akibat kelelahan. Ia juga memiliki luka di kaki kirinya dan perban putih telah menutupi luka itu. Ia berdiri di depan pintu lalu tersenyum kepada Lisa. Tetapi senyumannya tiba-tiba saja pudar saat ia melihat wanita di belakang Lisa. Dia menjadi membeku di tempat dan sepertinya sedang shock.
“Ada apa, Alicia?”, tanya Calvin mendekati rekannya yang berdiri membeku. Ia menyentuh pundaknya yang menegang itu. Alicia menatap Calvin dengan tatapan tidak percaya.
Lisa memalingkan pandangannya ke sahabatnya yang berdiri di belakangnya. Ia tampak sama seperti Alicia yang berdiri membeku tidak percaya akan hal ini. “Alice?”, kata Lisa yang sama bingungnya.
Wanita bernama Alice ini berjalan mendekat ke dua manusia di dekat pintu itu. Dan dia dapat melihat dengan jelas wajah Alicia yang tidak asing baginya. Ia membesarkan matanya seakan tidak percaya apa yang ia lihat. Lalu dengan segera ia memeluk gadis itu dengan eratnya.
Lisa yang sekarang berdiri di belakang Calvin merasa bingung sama halnya dengan Calvin. Mereka melihat Alice memeluk Alicia dengan eratnya dan Alicia juga membalas pelukan itu dan airmata telah membasahi pipinya.
Melepaskan pelukan itu, Alice langsung menyeka airmata gadis itu lalu berkata, “Maaf, maafkan Mama ya, Alicia. Mama sudah meninggalkanmu cukup lama di rumah.”
“Tidak. Mama tidak harus meminta maaf, sekarang ak – aku juga jarang berada di rumah. Sekarang putrimu ini menjadi seperti ini, Mama.”, balas Alicia yang berusaha untuk menghentikan airmatanya yang terus saja keluar dari matanya. Kerinduannya kepada sang ibu sudah hampir terbalaskan akibat pertemuan tiba-tiba ini.
Calvin dan Lisa saling tersenyum lega. Ternyata misteri dari dua orang ini akhirnya terbongkar walaupun mereka dekat dengan mereka. Lisa mendekat ke Alice lalu memegangi pundaknya dan Calvin juga sama ingin melakukan itu tetapi pistol telah mengarah ke dia.
“Jika kau sentuh aku lagi, akan ku tekan pelatuk ini.”, kata Alicia yang menatapnya tajam. Airmata masih menutupi matanya. Calvin mengangkat kedua tangannya.
Lisa dan Alice tertawa kecil melihat aksi kecil ini. Ini memang sedikit menghibur, tetapi memang sedikit lucu juga bagi mereka. Alicia mendekatkan pistolnya ke kepala Calvin entah karena marah atau senang. Perasaannya campur aduk.
“Alicia, kau bercanda kan?”, tanya Calvin yang merinding.
Perlahan-lahan Alicia menekan pelatuk itu dan tidak satupun peluru keluar dari pistol itu. Lalu Alicia membuang pistol itu dan tersenyum dengan manisnya kepada Calvin lalu berkata, “Kau bodoh seperti biasanya. Kau yang sudah menghabiskan isi pistol itu, Calvin.”
Calvin yang merasa tegang itu, menjadi sedikit malu. Wajahnya menjadi memerah padam sedangkan Alicia masih tersenyum padanya. Matanya sedikit menyipit membuat airmatanya tumpah dari matanya. Dengan segera, Alicia membalikan badannya dan menghadap ke Mama dan Lisa. Ia menceritakan semua tentang perjalannya dengan Calvin dari awal hingga akhir dan akhirnya sampai di sana dengan sedikit luka akibat pertarungan kecil dengan sekelompokan perampok yang jumlahnya hampir lima belasan orang sebagai laporannya kepada ketuanya.
“Jadi begitu. Sepertinya kedua agen rahasia besar memang akan menjadi satu.”, kata Lisa lalu tersenyum. Tentunya ini membuat Calvin dan Alicia kebingungan.
“Apa maksudnya?”, tanya mereka berdua bersamaan.
“Bukan apa-apa. Oh ya, kalian akan mendapatkan cuti yang cukup lama untuk meneruskan study kalian. Kalian tidak akan menerima misi apapun saat kalian bersekolah termasuk saat liburannya.”, kata Lisa dengan tegasnya.
Alicia dan Calvin masih berdiri di tempat dengan bingungnya, walaupun hati Alicia senang karena ia akhirnya mendapatkan cuti yang diberikan dari ketua itu sendiri padanya. Calvin, yang selalu sibuk dengan misi dan melupakan sekolah dan pernah tidak naik kelas ini harus menerimanya. Tapi di dalam hatinya senang, karena ia dapat bersekolah bersama dengan gadis yang berdiri di sampingnya ini. Dia tidak akan menjadi rekan dari misinya tetapi teman sekolah atau mungkin bisa lebih. Alicia langsung memukul keras perut Calvin dan membuat kedua sang ibu kebingungan.
“Maaf, laki-laki ini pikirannya memang tidak bisa dikontrol jika saya ada di sampingnya. Saya selalu tidak nyaman dengan ini tetapi dia memberikan saya peluang untuk menghajarnya jika saya tidak merasa nyaman di dekatnya.”, kata Alicia langsung tersenyum. Itu membuat kedua sang ibu benar-benar tertawa sedangkan Calvin mendadak seperti orang yang melilit karena perutnya sakit akibat pukulan Alicia.
“Kau berlebihan.”, kata Calvin menggerutu sambil menahan sakitnya.
“Daripada peluru yang sebenarnya yang kau janjikan itu.”, jawab Alicia dengan ketusnya lalu tersenyum ke Calvin. Calvin menelan ludahnya dan merasa sedikit takut dengan gadis ini.
“Gadis ini, gadis ini seperti bisa membaca pikiran orang saja.”, katanya dalam hati. Ia memang benar memikirkan hal yang sedikit jorok pada Alicia, karena Alicia pasti sudah menduga isi pikiran Calvin apalagi ia harus bersamanya dalam empat hari berturut-turut.
“Alicia, Mama ingin mengobrol denganmu sebentar sebelum jam makan malam. Ayo kita berjalan keluar sebentar.”, ajak Alice kepada anaknya, Alicia mengangguk dan mengikuti mamanya keluar.
Calvin yang masih di dalam bersama mamanya, ia juga ingin keluar tetapi mamanya menghalanginya dan dia ingin mengobrol dengan anaknya sebentar.
“Kau ini, janganlah seperti papamu yang juga berotak sedikit mesum. Dia juga sering Mama hajar karena seperti itu. Apa kau mau kau diperlakukan olehnya sampai kalian berumah tangga?”, tanya Lisa. Calvin langsung saja menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba ia sedikit terkejut karena terbayang dengan kata berumah tangga.
“Apa maksudnya berumah tangga, Ma? Mama setuju kalau Calvin dengan Alicia?”, tanya Calvin senang. Ia seperti anak kecil yang bertanya dengan senang karena permintaannya akan dikabulkan oleh mamanya.
“Mama sudah setuju hubungan kalian dari dulu walaupun kalian hanya sebagai rekan. Mama tau perasaan tersembunyimu padanya. Dan berjuanglah, karena dia perempuan yang cantik, banyak lelaki yang akan menyukai dia juga.”, kata Lisa lalu tersenyum pada putranya.
“Ah, Mama. Dia tidak akan suka dengan laki-laki lain, karena dia...” Calvin tiba-tiba terhenti, dia tidak dapat melanjutkan perkataannya.
“Dia?”, tanya sang mama yang ingin mendengar kelanjutannya.
“Ehm... bukan apa-apa.”, kata Calvin langsung, dia seperti menutupi sesuatu. Wajahnya tiba-tiba saja memerah. “Ma, aku harus menemui Tuan Nicolas karena aku sudah janji dengannya.”, lanjutnya langsung pergi keluar dari ruang rapat. Ia sedikit berlari menuju lift terdekat dan bergumam kecil, “Hampir saja.”
Ia mulai memasui lift dan turun beberapa lantai untuk menuju kamar lamanya yang sudah lama tidak ia tempati. Markas utama ini dapat dibilang juga rumah bagi keluarga Riicon. Karena harus menunggu sedikit lama sampai lift turun ke lantai tiga, ia menghidupkan HandPhonenya lalu mematikannya lagi. Ia seperti tidak tau harus berbuat apa.
Lift berhenti di lantai empat, dan seseorang gadis terkejut melihatnya di dalam lift. Gadis itu lalu tersenyum manis padanya lalu memasuki lift itu.
Gak ada e-mail yang masuk, Calvin. Semuanya ada di tabletku.”, kata gadis itu.
Calvin menjatuhkan HPnya karena sedikit terkejut. Ia lalu memandang gadis itu dan mulai berkata, “Kau berarti, kau saling mengirim pesan ke dia?”
Alicia atau gadis yang berdiri di sampingnya itu terkejut saat rekannya menjatuhkan HPnya dan juga pertanyaan yang benar-benar konyol. Alicia segera mengambil HP yang hampir remuk itu lalu memberikan kepada Calvin tetapi ia tidak menerimanya.
“Aku tidak mendapat pesan darinya, karena dia tidak memiliki alamat e-mailku, kan? Janganlah kawatir tentang hal itu.”, kata Alicia yang sudah menduga-duga.
Akhirnya Calvin menerima HP itu dan memasukannya ke dalam kantong celananya. Ia tidak dapat berkata apa-apa. Ia menundukan kepalanya seakan dia ingin menghindar dari pandangan Alicia.
“Ada apa?”, tanya Alicia dan tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan kanan Calvin. Calvin terkejut, secara refleknya ia tiba-tiba memeluk Alicia dengan eratnya.
Alicia benar-benar tidak nyaman dengan ini. Ia mencoba mendorongnya tetapi tetap saja pelukan erat itu tidak dapat terlepas. Akhirnya ia mulai menyerah dengan mendorong tubuh Calvin ke belakang dan hanya berdiri sedikit kaku.
Calvin merenggangkan pelukannya lalu melepaskannya, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Alicia. Dan akhirnya berhenti karena dengan seketika pistol berwarna silver milik Alicia menekan dahi Calvin.
“Masih mau dilanjutkan lagi, Mr. Riicon?”, tanya Alicia sambil mendorong kuat pistol itu, Calvin menudur beberapa langkah lalu menelan ludahnya.
“I – itu tidak ada pelurunya, kan?”, tanya Calvin yang tergugup.
“Kau itu memang bodoh! Kau lupa kalau aku memiliki dua pistol.”, jawab Alicia lalu melepaskan isi pistol itu dengan tangan kanannya. Peluru itu keluar dari pistol dan jatuh ke lantai lift itu.
Calvin manjadi sedikit tenang karena pistol itu sekarang kosong. Tetapi ketenangan itu berakhir terlalu cepat saat Alicia mengisi pistol itu kembali. Hal yang ia lupakan adalah, Alicia selalu mengantong beberapa amo untuk pistol ke dalam kantongnya. Alicia memalingkan wajahnya yang menandakan sebuah pertanyaan ‘sudah siap?’.
Calvin merasa terdesak. Ia menelan ludahnya lalu melihat pintu lift terbuka tepat di lantai tiga. Ia mengambil kesempatan itu memblokir tangan kanan Alicia yang memegang pistol dan akhirnya pistol itu terjatuh, lalu mengambil kesempatan berlari untuk kabur. Alicia yang merasa mangsanya melarikan diri, ia menendang isi peluru pistolnya keluar dan melambung tinggi hampir mengenai kepala Calvin. Ia juga menendang pelan pistol itu keluar dan hanya meluncur di atas lantai dan berhenti sekitar lima meter dari lift. Dengan waktu yang sedikit tersisa, Alicia berlari keluar lalu menggulungkan tubuhnya ke depan untuk mengambil pistol yang ia tendang itu agar lebih efektif mengambilnya. Ia segera mengarahkan pistol itu ke laki-laki yang tengah berlari di koridor itu, karena kepalanya sedikit pusing sasarannya menjadi meleset. Dengan segera ia berlari mengejar laki-laki itu sambil menekan pelatuk itu berulang kali. Untungnya di koridor itu hanya terdapat Calvin dan dirinya yang sedang berlari kejar-kejaran.
Calvin beruntung kalau peluru itu tidak terkena tubuhnya saat ia berlari, tetapi ia sudah melihat ujung dari koridor itu yang berupa kaca, jika ia menabrak kaca itu ia pasti akan terjatuh dari lantai tiga dan mati. Lalu ia mengerem larinya dan membelokan arahnya larinya ke kanan, tepat ke kamar lamanya. Ia masih terus berlari sedangkan Alicia yang mengejar-ngejarnya masih di belakangnya.
Berbelok lagi ke kanan dan mendapati kamarnya di ujung koridor yang tidak panjang itu. Ia memasukan kata sandi agar pintu kamarnya terbuka segera tetapi karena terdapat gangguan sistem atau mungkin rusak karena sudah lama tak digunakan, pengecekan password menjadi sedikit lama. Calvin mencari suatu benda yang dapat dijadikan sebuah senjata. Ia menemukan sebuah benda panjang yang ditutupi oleh sarung yang besarnya sama dengan benda itu meluncur di depannya. Ternyata Alicia melemparkannya untuknya. Alicia berdiri sekitar duapuluh meter di depannya.
“Ambil. Aku tidak ingin melawan seseorang yang tanpa senjata.”, kata Alicia ia lalu mengacungkan pistolnya ke depan.
Dengan segera Calvin mengambil benda yang berhenti di kakinya dan membuka sarungnya. Warnanya perak yang bersinar terkena sinar lampu koridor yang terang. Ia mengarahkannya ke depan, ke Alicia. Ia memeganginya dengan dua tangannya dan merilekan semua pergelangan tangannya agar mudah berkerak dengan cepat.
“Sampai isi peluru habis.”, kata Alicia. Calvin mengangguk dan ia sudah siap dengan serangan Alicia.
Pintu di belakang Calvin mulai terbuka ke dalam secara otomatis, memanfaatkan waktu ia menarik pedang itu dan memegangnya dengan tangan kanannya saja lalu menggulungkan badannya kebelakang hingga ia masuk ke dalam kamarnya dengan segera ia mendorong pintu itu hingga tertutup rapat sebelum Alicia sadar dan menembakan pulurunya. Pintu dari kamar Calvin sudah dirancang agar tidak ada peluru yang dapat menembusnya, itu membuat keuntungan bagi Calvin yang sudah berada di dalam dan dapat bersenyembunyi di dalamnya. Selain itu, pintu Calvin juga hanya bisa dibuka dari dalam kamar atau dari luar jika memasukan sandi dengan benar di samping pintu itu. Jadi Calvin dapat lebih tenang.
Ia mulai berdiri dan meletakan pedang katananya yang dia bawa tadi di atas sofa yang sempat ia lihat lalu menghidupka lampunya. Tampak kamarnya benar-benar rapi, tempat tidurnya yang besar tertata rapi dan terlihat bersih. Di depan tempat tidur itu, terdapat monitor besar yang menempel pada tembok sebagai alat komunikasi dengan Nicolas dan juga ia gunakan untuk mempelajari misi. Selain itu, di sisi kiri kasur itu terdapat meja kecil yang atasnya terdapat lampu tidurnya yang bersih dan tidak berdebu sama sekali. Dan terdapat sebuah pintu lagi yang menunjukan ke dalam kamar mandinya. Ia berjalan terhuyung-huyung menuju pintu kaca yang menuju ke beranda kamarnya. Ia membuka korden yang menutupinya itu lalu menggeser pintu kaca itu dan melihat-lihat ke luar. Cahaya matahari sudah menghilang dan langit sudah menjadi menggelap. Ia melihat-lihat sekitar, pemandangan yang sudah ia rindukan dari dulu. Lampu jalanan, suara mobil dan mesin-mesin lain di bawahnya. Ia dapat melihat itu semua dari lantai tiga gedung atau markas ini. Orang-orang di sekitar sini melihat gedung ini sebagai gedung milik pengusaha kaya raya dan membangun kantor di dalamnya. Ya sebagai penyamaran saja anggapan itu dibenarkan oleh ayahnya. Yang memiliki gedung ini sekaligus pemimpin dan pembangun agen rahasia yang sekarang ini ia jalankan dan akhirnya ia mendapatkan cuti untuk melanjutkan studinya.
Calvin mulai memasuki kamarnya lagi dan menutup pintu itu. Ia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur lamanya dan juga lama kelamaan ia menutup matanya.
***
Alicia membaringkan dirinya di dalam bathtup putih yang berisi air hangat. Ia memanjakan dirinya dengan berendam air hangat sebagai pelepas lelahnya yang benar-benar luar biasa. Mulai dengan melakukan perjalanan panjang dengan rekannya ke markas utama, melawan banyak perampok yang menyebabkan ia kehilangan jip dan hanya dapat menyelamatkan dua ransel besar yang berisi tentang informasi dan dua senapan siap pakai. Selain itu, tas hitamnya juga telah ia selamatkan karena banyak data tentang dirinya di dalam tas itu. Dengan itu mereka dapat terbebas dari perampok yang sebenarnya jumlahnya bertambah karena bala bantuan di pihak musuh selalu berdatangan.
Alicia memejamkan matanya untuk menikmati kehangatan air hangat yang membuat badannya menjadi sedikit rileks. Bayangan yang tidak ingin ia bayangkan tiba-tiba melintas di benaknya. Ia menjadi sulit menghilangkan bayangan itu dari kepalanya. Ia menjadi pusing dan pusing.
Alicia mengenakan piama putih yang ia terima. Karena semua pakaiannya telah tercuri dan hanya ada pakaian yang sering ia gunakan untuk menjalankan misi itu di dalam tas hitamnya. Ia mengenakan piama itu dan mulai untuk mengumpulkan pakaian kotornya yang terbawa padanya. Memasukannya ke dalam sebuah lubang berbentuk persegi itu. Pakaiannya akan segera terjun ke tempat laundry. Ia sudah mendapat kamar khusus dan pelayanan khusus di markas ini. Bukan karena dia anggota spesial yang hanya terkenal di markas Calvin melainkan ia telah membawa Calvin pulang dengan selamat. Sebenarnya terdapat alasan lain yang ia tidak ketaui dan tidak ia sadari.
Alicia mematikan lampu kamar dan hanya terdapat lampu tidur yang berdiri di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Ia melempar tubuhnya di atas tempat tidur itu lalu mematikan lampu tidurnya dan mulai memejamkan matanya.
Ia tidak dapat tidur. Matanya sudah tertutup dengan rapatnya tetapi ia tetap saja tudak dapat tidur. Bayang-bayang yang tidak ingin ia bayangkan masih saja melintas diotaknya. Jika ia membayangkan itu lebih dalam ke lubuk hatinya, ia pasti merasakan hal aneh pada jantungnya lalu perasaan ingin sesuatu muncul. Ia mencoba untuk menahan itu dan menahan itu, tetapi bayang-bayang itu masih saja muncul.
Ia mulai menyerah dan membiarkan perasaannya yang bermain dengan perasaan itu. Perasaan itu lama dan makin lama terasa aneh olehnya. Ia merasakan kehangatan kesendiri dari bayang-bayang itu. Dan selain itu juga, ia bisa tersenyum sendiri setelah membiarkan perasaannya bermain dengan bayang-bayang yang telah mengganggunya.
Bayang-bayang yang telah menggagunya tiba-tiba saja berubah menjadi momen yang paling indah baginya. Ia ingin membayangkan itu setiap saat dan setiap saat. Ini membuat hatinya merasa terlahir kembali dengan senang.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menonton Urutan Danganronpa Anime Series dengan Benar

Halo minna-san tachi… Di sini aku mau bahas anime yang aku tonton baru-baru ini. Sebenarnya memang sudah lama keluar tapi aku mengurungkan niat tidak menonton karena awal dari animenya membingungkan. Tapi, saat menontonnya lagi dengan cara yang benar, akhirnya aku paham alur ceritanya dan menarik perhatianku. Danganronpa 2 the animation, yang diambil dari serial game dan light novel, adalah anime keluaran tahun sekitar 2014. Itu adalah anime season 1 yang entah bagaimana ditulis 2. Aku ingat pertama kali menonton anime ini saat aku masih SMA dan aku langsung suka dengan animenya karena menurutku konflik yang diberikan cukup unik dan menantang. Bagaimana tidak? Kau terkurung di sebuah sekolah dan disuruh untuk membunuh teman-temanmu agar kau bisa lulus? Otak dalang ini emang gila bagi yang merasa kalian normal, namun di sinilah sisi menariknya. Anime ini memberikan kesan misteri yang perlu dipecahkan secara perlahan-lahan. Tidak hanya kasus pembunuhan yang terjadi, namun juga

Terkesan dengan Kata-kata

Yosh... aku mulai sekarang... (pembaca bingung?) well, akhir-akhir ini aku lebih sering nonton film, ngetik, baca, ngetik, dengerin musik sambil ngetik, dan yang paling parah adalah aku selalu ngimpiin hal yang aneh saat aku tidur. tapi apa manfaatnya? jawabnya adalah BANYAK! semuanya jika dikumpulkan jadi satu, um... jadi sebuah cerita yang indah dan tidak pernah ada.... semuanya itu sungguh luar biasa. aku selalu mendapatkan inspirasi dari satu kalimat atau lebih yang terdiri dari kata-kata yang indah. biasanya hal yang berbau romantis atau hal yang tidak pernah kudengar sebelumnya. contoh  : "Aku tahu kamu sudah memiliki seorang pangeran, tapi apakah kamu tidak memerlukan seorang kesatria?" -kutipan dari novel Vampire Diaries The Return: Midnight, Damon Salvatore to Elena Gilbert- katanya sih, dia ngomong gitu karena kisah tentang seorang ratu yang egois mencintai dua orang sekaligus, yaitu rajanya dan kesatrianya. bisa diartikan (jika kalian tahu cerita Vampire Diarie

Daftar Pemenang Festival Film Bandung

Kategori Film Terpuji 1. TANAH SURGA KATANYA 2. HABIBIE & AINUN 3. GENDING SRIWIJAYA 4. 9 SUMMERS 10 AUTUMS 5. 5 CM   ( Winner ) Kategori Pemeran Utama Pria Terpuji 1. Vino G. Bastian dalam MADRE 2. Agus Kuncoro dalam GENDING SRIWIJAYA 3.  Reza Rahadian  dalam HABIBIE & AINUN   ( Winner ) 4. Tio Pakusadewo dalam RAYYA CAHAYA DI ATAS CAHAYA 5. Adipati Dolken dalam SANG MARTIR Kategori Pemeran Utama Wanita Terpuji 1.  Julia Perez  dalam GENDING SRIWIJAYA  ( Winner ) 2.  Bunga Citra Lestari  dalam HABIBIE & AINUN 3. Lana Nitibaskara dalam AMBILKAN BULAN 4.  Acha Septriasa  dalam TEST PACK  ( Winner ) 5. Laura Basuki dalam MADRE 6. Agni Prastistha dalam CINTA TAPI BEDA Kategori Pemeran Pembantu Pria Terpuji 1. Igor Saykoji dalam 5CM 2. Fuad Idris dalam TANAH SURGA KATANYA 3. Alex Komang dalam  9 SUMMERS 10 AUTUMNS  ( Winner ) 4. Mathias Muchus dalam GENDING SRIWIJAYA 5.  Reza Rahadian  dalam PERAHU KERTAS Kategori Pemeran Pembantu Wanita Terpuji