Langsung ke konten utama

Fade

Bab 5 sudah selesai. Sebenarnya aku sudah sampe Bab 7 tapi biarlah. jujur saja aku kehabisan kata-kata buat opening ini tapi tak apa. Dan jika ingin membaca sebelumnya bisa klik :
Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4

Dan seperti biasa komen aja yak jika ada kesalahan tehnis. Happy reading ^^



Bab 5
Matahari mulai terbit dari timur, menerangi sisi timur dari montel itu. Alicia yang sudah membuka korden jendela kamarnya lalu merapikan pakaiannya yang dari tadi ia acak-acak untuk mencari baju yang pas dan cocok dengan suasananya. Cahaya matahari hangat menembus kaca jendela dan menghangatkan badannya. Ia duduk membelakangi jendela kaca itu.
Di sisi lain, Calvin masih tertidur dengan nyenyak di sofa kecil itu. Cahaya matahari yang masuk tidak mengenai dirinya di sofa. Calvin masih dengn nyenyaknya tidur dengan suara dengkurannya yang terdengar kecil dari mulutnya. Alicia yang selesai dengan pakaiannya yang berantakan itu, ia membuka dompetnya yang di dalamnya terdapat cerminnya. Dia bermain sinar matahari itu dengan mencarkan pantulan cahaya orange itu ke wajah seorang laki-laki yang sedang tidur nyenyak.
Merasa matanya yang tertutup terkena cahaya terang sekali ia membuka matanya dan “Wow! Hentikan itu, Alicia.”, katanya kesilauan menatap langsung cahaya orange yang terang itu.
“Rencanaku mau berangkat pagi-pagi buta, tetapi aku malah kesiangan. Dan sekarang lebih baik kau mandi sekarang dan persiapkan dirimu sendiri dalam waktu sepuluh menit.”, kata Alicia sambil menutup dompetnya dan memasukannya ke dalam tas hitamnya.
Calvin masih merasa mengantuk berat. Matanya sulit untuk terbuka dan harus menabrak dinding setiap kali. Hanya waktu lima menit untuk laki-laki ini membersihkan badannya dan menyegarkan matanya agar kuat untuk membukanya, ia keluar dari kamar mandi lalu memasuki kamarnya dan terbengong oleh sosok perempuan yang sempurna sedang menata ransel-ransel yang besar.
Gadis itu mengenakan tang top putih dan celana hitam pendek sampai lututnya. Ia juga sudah memakai sepatu boot hitamnya yang sering ia buat untuk pergi. Rambutnya yang ia kucir ekor kuda bergoyang ke kanan ke kiri mengikuti arah gerak tubuhnya yang ramping. Sungguh pemandangan yang dapat mencuci mata.
Merasa diamati oleh seseorang, gadis itu mengeluarkan sebuah pistol dari kantong celananya sambil mengacungkan tepat di depan kepala seseorang yang sedang memperhatikannya. Ia memiringkan kepalanya dan menaikan sebelah alisnya.
“Sudah cukup kan buat cuci mata? Lagian ini bukan tontonanmu!”, katanya dengan lembut diawal lalu berubah menjadi garang. Laki-laki itu mengakat kedua tangannya dan berkata,
“Iya, maaf Alicia.”
Alicia menarik pistolnya kembali ke dalam kantong celananya itu. lalu tersenyum kecil dan melanjutkan persiapkan semuanya. Seperti biasa ia mengambil sebuah permen mint lalu memakan permen mint itu sebagai cemilannya. Dia juga sudah mempersiapkan semuanya yang ada di ransel besar dan siap untuk dibawa pergi.
“Kita makan di luar aja, yuk.”, ajak Calvin yang sudah selesai dengan persiapan pribadinya.
“Ehm... tadi malam aku lihat di samping montel ini terdapat restoran kecil. Mau mencobanya?”, ajak Alicia yang berdiri di depannya.
“Boleh. Kau sudah siap?”
“Sudah dari tadi. Hanya tinggal menunggumu.”
“Ya sudah, ayo.”
Mereka berdua meninggalkan kamar mereka lalu menguncinya agar tidak ada orang yang akan masuk menyelinap mencuri. Mereka berjalan keluar dari montel. Alicia yang sangat senang karena ia merasakan kehangatan luar biasa dari sinar matahari serta angin berhembus pelan. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menikmatinya. Lalu mengeluarkan nafasnya dari mulutnya. Ia tak ingin membuang kesempatan untuk dapat bernafas dengan gratisnya di dunia ini.
Ia melihat jalan raya di depannya masih sangat sepi. Mungkin hanya penduduk setempat yang berjalan kian kemari untuk memulai hidup dengan bekerja dan... “Sekolah”, katanya pelan. Ia merindukan untuk mengikuti pelajaran setiap harinya seperti waktu ia SMP dulu.
Sejak ia memasuki SMA, ia sering di rumah sendirian karena orang tuanya berkerja terus keluar kota maupun keluar negara. Ia juga mengisi kesehariannya dengan kesendiriannya. Dia harus melakukan ini itu dengan sendirinya kecuali bekerja mencari uang. Karena orang tuanya selalu mengirimkannya uang setiap seminggu sekali untuk menghidupi kebutuhannya. Rumahnya hanya terdapat lima ruangan. Dua buah kamar, sebuah kamar mandi, sebuah dapur, dan ruang tamu. Dan besarnya pun tidak besar. Kamar pertama adalah kamar orang tuanya yang selalu kosong, sedangkan kamar satunya adalah kamarnya.
Ia teringat saat ia dipilih sebagai anggota agen rahasia. Saat itu, ia sedang berjalan menuju rumahnya. Karena tugas print ia dapatkan, terpaksa ia harus pergi ke warnet terdekat untuk mengerjakan tugasnya. Waktu itu sudah menunjukan pukul lima sore. Ia berjalan pulang sambil mngecek lembaran kertas-kertas tugasnya itu.
Tanpa ia sadari ia berjalan melewati sebuah gang yang sangat sepi dan ia terkejut saat berada di tengah jalan setelah melewati gang kecil itu. Ia melihat seorang laki-laki yang berdiri tegak mencoba untuk menghindar dari serangan para perampok. Perampok itu beranggotakan lima orang. Jadi ini pertandingan satu lawan lima untuk menyelamatkan diri. Laki-laki yang mengindar dari serangan pukulan dari perampok itu tiba-tiba dengan lincahnya menghindar dan berdiri di depannya. Ia benar-benar terkejut. Seorang laki-laki yang sedang dirampok itu juga mencoba untuk melindungi dirinya. “Larilah selagi sempat.”, kata laki-laki itu dengan pelannya kepadanya. Ia hanya mengangguk dan mencoba untuk berjalan sedikit berlari menjauh.
Sialnya laki-laki itu terkena pukulan keras tepat di kepalanya dan ia terlempar mendekat kepada dirinya. Laki-laki itu mencoba untuk bangun sekuatnya walaupun kepalanya mungkin pusing terkena serangan yang keras itu tepat di kepalanya. Ia selagi menyuruh Alicia untuk menjauh secepat mungkin dan tidak perlu memperdulikan dirinya. Alicia mencoba untuk berlari menjauh tetapi ia tidak bisa, ia tidak tega melihat laki-laki itu dikeroyok oleh lima orang banyaknya.
Pukulan keras terkena kepala laki-laki itu lagi dan ia mengeluarkan darah di hidungnya dan dibagian dimana ia dipukul. Ia terlempar cukup jauh dan membuat benda berwarna hitam dari kantongnya terjatuh menjauh darinya dan jatuh tepan di kaki Alicia. Alicia sangat bingung untuk membantu laki-laki itu yang sekarang lemah karena ia dikeroyok. Seorang dari perampok itu membawa pisau dan hendak menusuk-nusuk badan laki-laki yang sedang ia keroyoki bersama teman-temannya.
Pisau berwarna perak mulai ia angkat dan ia mulai mendorong pisau itu ke badan laki-laki itu. “Dorrr!!!”, suara pistol telah mengeluarkan pelurunya dengan kecepatan tinggi. Peluru itu mengenai tangan dari perampok yang hendak menusuk badan buronannya. Ia melepaskan pisaunya lalu memegangi tangannya yang kesakitan dan mengeluarkan banyak darah berwarna merah. Teman-temannya mengalih pandangannya menjadi ke arah Alicia dan berlari mendekatinya untuk menyerangi Alicia. Mereka berpikir anak ingusan dapat menembak dengan tepat hanyalah kebetulan semata. Mereka semakin mendekat dengannya.
Dengan pistol yang ia bawa, ia menekan pelatuk itu sebanyak empat kali dan semuanya mengenai kaki semua perampok itu tadi. Ia dapat dengan mudah membuat lima orang rampok lumpuh di tempat dengan kesakitan dan mengeluarkan darah dimana mereka terkena peluru pistol hitam itu. Segera Alicia menyimpan pistol itu sedalam kantong di roknya lalu berlari mendekati laki-laki yang terluka itu. Laki-laki itu mengucapkan terima kasih dan meminta maaf karena melibatkan masalahnya padanya. Alicia hanya cuek dengan ucapan tersebut, ia malah serius dengan luka laki-laki itu. Segera Alicia membawanya ke rumahnya dan meninggalkan lima perampok sekarat di  tengah jalan sempit di gang kecil.
Alicia membersihkan luka dari laki-laki itu. Dan mencoba untuk memperban luka itu. “Sekali lagi terima kasih.”, kata laki-laki itu sambil memegangi kepalanya yang pusing.
“Kau harus pulang dan beristirahat.”, kata Alicia sambil membereskan perlatan P3Knya.
“Kau benar juga. Tetapi rumahku terlalu jauh.”, jawab laki-laki itu mengomel. “Tapi tenang saja. Aku akan segera dijemput sekitar dua menit lagi.”, lanjutnya.
Jawabannya membuat Alicia bingung. ia tidak mengerti maksud dari laki-laki itu. Lalu ia mencoba untuk bertanya, “Maksudnya?”
“Nanti kau akan tau sendiri.”, jawab laki-laki itu singkat. Ia membaringkan tubuhnya di atas kursi ruang tamu.
Beberapa menit kemudian terdengar suara mobil berhenti di depan rumah Alicia. Seorang laki-laki yang tingginya hampir sama dengan tinggi laki-laki yang berada di dalam rumahnya ini mendekat padanya lalu memperkenalkan dirinya. “Selamat petang. Nama saya Nico. Apakan saya dapat menemui Mr. Riicon?”
“Riicon?”, kata Alicia kebingungan. Dengan segera bayang-bayang laki-laki yang dirampok itu melintas di benaknya. Ia segera menyuruh orang bernama Nico itu untuk masuk dan menemui laki-laki yang sedang beristurahat di atas kursi tamu.
“Syukurlah kalau dia hanya terkena serangan fisik.”, kata Nico tenang.
“Nico, kau selalu santai mengatakan hal itu.”, kata laki-laki bernama Riicon itu mulai terbangun. “Auw.”, ia masih merasa pusing.
“Jangan dipaksakan dahulu.”, kata Alicia lalu meletakan dua cangkir teh hangat yang barusan ia buat.
Laki-laki bernama Riicon itu meletakan badannya kembali lalu berkata sambil menutup matanya, “Aku ingat kau telah menyelamatkanku dengan pistol yang terjatuh keluar dari kantongku, kan?”
“Oh... ehm... bisa dibilang begitu.”, jawab gadis itu. Ia duduk berhadapan dengan Nico dan Riicon yang sedang tiduran.
“Aku boleh memintanya?”, tanyanya langsung.
“Bo – boleh.”, jawab Alicia tergagap sambil menuju kamarnya mengambil pistol yang tadi ia masukan ke dalam kantong roknya. Semenit kemudian ia memberikan pistol itu ke laki-laki bernama Nico karena Riicon yang masih merasa pusing tidak mau berkata lebih lanjut.
Nico mengecek isi peluru yang masih ada di dalam pistol itu. Dan ia mengeluarkan seluruh isi peluru yang masih di dalam itu ke atas meja. Ia menghitungnya.
“Tinggal tujuh peluru. Ini menandakan anda menggunakannya sebanyak lima kali tembakan. Apakah itu benar?”, katanya kepada Alicia.
“I – iya. Maaf...”
“Janganlah meminta maaf. Tapi aku yang seharusnya meminta maaf padamu karena kau akan terlibat dengan urusanku yang rumit.”, kata Riicon yang berusaha untuk duduk. Dia bersandar pada kursi dan menutup matanya sebentar menahan rasa sakit. Lalu dengan usahanya ia membuka matanya dan berkata, “Apa kau pernah menggunakan ini sebelumnya?”
Alicia langsung terkejut setengah mati. Ia sadar bahwa ia tidak pernah menggunakan senjata api. Dan biasanya pengguna pertama akan mengalami sakit di badannya karena tidak kuat terhadap tekanan pada pistol tersebut. Tetapi ia, ia tidak merasakan sakit apapun dan dapat menembak dengan pas sasaran. Dengan begitu Alicia menggelengkan kepalanya.
Jawaban itu pun membuat Nico dan Riicon terkejut pula. Mereka tidak percaya seorang gadis polos sepertinya dapat menggunakan pistol dengan pertama kalinya dan pas dengan sasaran. Bukan hanya satu kali, tetapi lima kali secara berurutan. Dan anehnya juga gadis ini tidak menunjukan rasa sakit di badannya.
“Anda yakin?”, tanya Nico yang masih tidak percaya.
“I – iya. Say – saya...” Ia menelan ludah lalu mulai menlanjutkan jawabannya, “Saya tidak pernah menembak maupun menggunakan senjata api apalagi menyentuhnya. Ini adalah pertama kalinya saya menyentuhnya.”
Ini semakin aneh dan membingungkan. Apakah ini hokinya karena dapat menggunakan senjata berjenis api ini? Atau dia menyembunyikan sesuatu? Diantara pertanyaan-pertanyaan yang menggenang di pikiran itu, Alicia mulai menjelaskan,
“Entah mengapa saya memegang pistol itu terasa saya sudah biasa memegangnya dan dengan mudah menggunakannya. Saya mengambil pistol itu tanpa sadar saya, jadi saya juga bingung dengan diri saya sendiri.”
“Apa kau pernah hilang ingatan?”, tanya Nico langsung tanpa pikir. Ia tau kalau pertanyaan ini tidak sopan tetapi karena Nico ingin mengetaui dirinya.
“Tidak, sama sekali tidak. Saya tidak pernah masuk rumah sakit akibat sakit ataupun kecelakaan.”, jawab gadis itu polos dengan suara lembutnya.
“Tidak masuk akal, kan?”, kata Riicon yang juga kebingungan. “Bagaimana kalau dicoba lagi?”, lanjutnya.
“Apa kau tidak keberatan ikut dengan kami ke rumahku? Aku tidak akan mengapa-apakan mu. Kalau mau sebagai bukti, pistol itu kau bawa saja dan jika aku berbuat sesuatu yang membuatmu tidak nyaman kau boleh mengarahkan pistol itu ke kepalaku dan menekan pelatuknya.”, kata Riicon.
“Apa?! Mr. Riicon, ini seharusnya tidak diperbolehkan oleh...”
“Diamlah, Nico!”, bentak Riicon kepada Nico. Nico langsung terdiam lalu menundukan kepalanya seakan dia sudah bersalah. Riicon lalu memalingkan wajahnya ke gadis di depannya lalu menanyakannya,
“Bagaimana?”
Gadis itu terlihat sedikit shock dan juga bimbang. Bimbang? Seharusnya aku tak bimbang begini. Seharusnya aku sudah pantasnya menolak ajakan pria yang baru saja ku kenal ini, pikirnya dalam hati.
“Aku tidak memaksamu, kok.”, lanjut Riicon.
“Sa – saya, saya sebenarnya ingin menolak. Tetapi hati saya berkehendak lain.”, jawab gadis itu. Jawaban tidak terduga ini membuat semuanya terkejut.
“Ah... kalau begitu, keputusanmu apa? Kau harus membuat keputusan yang tepat.”, kata Riicon yang mulai tertarik dengan gadis yang duduk di depannya ini.
“Dari dulu, saya selalu mencari tau siapa saya. Kalau saya ikut denganmu, Riicon. Apakah aku dapat mengetaui siapa diri saya sebenarnya?”, tanya gadis itu dengan suara bimbang.
Riicon makin terkejut. Ia menggaruk-garuk kepalanya lalu mulai berkata, “Ehm... gimana ngomongnya, ya? Bagiku yang dapat mengetaui siapa diri sendiri itu ya diri sendiri itu juga.”
Gadis di depannya makin bimbang. Lalu ia mencoba berkata, “Bagai – bagaimana dengan pistol yang saya gunakan itu? Saya menggunakan pistol itu seakan saya sudah pernah menggukannya dan saya sudah handal dengan senjata itu. Padahal saya tidak pernah menyentuh benda itu sama sekali sebelum kejadian tadi. Jika aku menolakmu, Riicon. Aku pasti akan makin penasaran dengan diriku yang dapat menggunakan senjata ini. Jika aku menerima tawaranmu, apakah aku dapat menemukan jawabannya?”
Riicon makin bingung dengan gadis yang sepertinya berharap penuh dengan jawabannya. Jika ia menjawab ‘ya’, kalau dengan kenyataan ia tidak dapat menemukan maksud hidup sama saja ia menipu gadis ini.
“Aku makin tertarik dengan sikapmu yang ingin tau itu. Tapi aku tidak menjamin, sih.”, jawab Riicon.

Sejak terbayang-bayang kebimbangannya diwaktu yang cukup lama itu, ia menjadi melupakan tentang sekolahnya walaupun di sisi lain hatinya bahwa ia harus menyelesaikan studinya lalu mengikuti jejak orang tuanya.
 Melihat rekannya terbengong melihat jalan raya yang sepi, Calvin memanggilnya, “Alicia!”. Masih bengong, Alicia masih bengong. Tidak ada cara lain, Calvin terpaksa memanggilnya “Olive!” dengan suara yang benar-benar keras dan memang dapat membuyarkan lamunan Alicia.
Alicia tidak senang lalu ia memukul perut Calvin. Seperti orang melilit, Calvin memegangi perutnya yang sakit. Ia merengek kepada Alicia seperti anak kecil yang kesakitan. Alicia cuek dengannya lalu berjalan menuju restoran kecil di dekat.
Mengambil sebuah meja dekat jendela, itu adalah kerjaan Alicia yang suka makan di dekat jendela. Memesan omelet dan orange juice adalah pesanan Alicia. Ia juga sangat menyukai cheese omelet buatannya di rumah, itu adalah sarapannya setiap hari di rumahnya. Calvin yang biasanya ikut-ikutan juga memesan omelet tetapi ia memesan teh hangat tawar untuk minumnya.
Sambil menunggu pesanan datang, Alicia bermain sebuah benda yang disebut tabletnya itu. Sedangkan Calvin harus membalas e-mail dari Nicolas dan juga berkelahi lewat kata-kata dengan kakaknya. Calvin makin lama bisa naik darah jika ia terus-terusan membalas e-mail kakaknya yang membuatnya selalu emosi. Ia mematikan HandPhonenya meletakannya di atas meja dalam kodisi layarnya berwarna hitam gelap yang menandakan HP itu mati. Calvin lalu melirik ke Alicia yang sedang asik.
“Bukannya itu terlalu terbuka, Alicia.”, kata Calvin.
“Terbuka apanya?”, tanya Alicia kebingungan lalu memasukan tabletnya ke dalam tas hitamnya. Ia melipat tangannya di atas meja.
“Pakaianmu.”, jawab Calvin dengan pelannya.
Mata Alicia menjadi membesar, ia sadar kalau dia hanya mengenakan tang top putih dan ketat di badannya serta celana pendeknya yang sepanjang sampai lututnya. Pantas saja dari tadi dingin, katanya dalam hati. Wajahnya menjadi memerah karena malu.
“Aku lupa mengenakan jaketku.”, kata Alicia pelan lalu ia menundukan wajahnya. Calvin mengambil nafasnya lalu membuka hem hitamnya lalu ia berikan ke Alicia. “Apa?”
“Pakai aja hemnya.”, jawab Calvin.
Alicia bimbang, ingin menerima tetapi tidak enak. Laki-laki di depannya hanya menggunakan kaos putih polos. Kaos itu sering sekali digunakan oleh Calvin saat menjalankan misi. Apa dia tidak apa-apa seperti itu?
“Pakai saja.”, katanya.
“I – iya.”, jawab Alicia tergagap. Alicia menerima hem hitam polos itu, lalu mengenakannya dengan kancingnya terbuka semuanya. Perasaan yang sedikit mengganjal saat memakai hem itu menjadi kenyataan. Ia sedikit kebesaran memakai hem hitam milik rekannya ini. Ia juga mencium aroma khas laki-laki di hem itu.
“Haha...”, Calvin tertawa. “Kau cocok juga pakai hem.”, lanjutnya lalu tersenyum.
“Apa maksudmu itu?”, tanya Alicia tidak senang.
“Nanti kau harus melihat tampilanmu seperti ini. Kau terlihat modis. Benar, kau ini keren jika kau berpenampilan seperti ini.”, jawab Calvin yang terkagum-kagum.
“Jadi kau anggap aku kalau aku adalah cewek-cewek zaman sekarang yang alay itu!”, bentak Alicia lalu memukul meja dengan tangannya sendiri. Suara keras ini menarik perhatian.
“Bu – bukan itu maksudku. Maksudku kau terlihat seperti cewek biasa yang modis. Tidak seperti cewek yang berpakaian hampir seperti militer.”, kata Calvin pelan.
Alicia masih emosi, ia ingin mengacungkan pistolnya ke kepala Calvin lalu menekan pelatuknya. Ia benar-benar ingin membunuh Calvin karena membuatnya benar-benar emosi. Calvin langsung tersenyum padanya. Ia selalu bertingkah santai dan juga selalu merubah suasana setiap menit agar tidak menjadi bosan. Apa  hidup Calvin lebih kesepian dari diriku? Kata-kata itu tiba-tiba terbayang di benaknya.
Mencoba untuk menahan emosinya, Alicia menarik nafasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya. Ia mencoba untuk menatap Calvin. Senyum menghinanya terpancar dari wajahnya. Sering kali Calvin menatap wajah dengan senyum menghina itu, dan Calvin memang sedikit membenci senyuman itu.
“Ya, terima kasih saja!”, kata Alicia ketus. “Jika kau masih menggunakan hem ini, kau pasti dikira mau melayat orang meninggal di sini.”, lanjutnya.
“Bodoh! Sekarang hemnya di kamu sekarang. Dan aku tak peduli apa kata orang selama aku di sampingmu.”, jawab Calvin dengan sedikit menggoda Alicia.
Menahan tangan yang akan mengambil pistol di kantong celananya adalah hal sangat sulit bagi Alicia. Ia mengepalkan kedua tangannya yang berada atas meja sambil menahan tangannya yang akan jatuh ke bawah mengambil pistol itu. Tangannya menjadi lemas dan tidak mengepal lagi. Ia menyingkirkan tangannya karena pelayan yang baru saja datang meletakan pesanan mereka berdua lalu pergi. Dengan kesabaran yang tersisa, Alicia segera meminum orange juice yang ia pesan.
“Maaf sebelumnya ya, Alicia. Aku hanya basa basi kok.”, kata Calvin tiba-tiba lalu tersenyum tulus. Itu membuatnya tersedak dan terbatuk-batuk.
“Kau tak apa-apa?”, tanya Calvin yang kebingungan. Alicia melambaikan tangan kanannya menandakan kalau dia tidak apa-apa dan tangan kirinya membersihkan mulutnya dengan tisu.
“Fiuh...”
Alicia menghembuskan nafas tenangnya. Ia mengumpulkan ketenangan sekarang ini. Tidak banyak waktu ia mulai berkata, “Lebih baik kau habiskan makanan itu segera, dan aku tak ingin mendengar kata-katamu yang membosankan.”
Calvin meminum teh hangatnya sambil melirik Alicia yang bimbang. Alicia mencoba memakan beberapa kali  omeletnya sampai tidak habis lalu ia meminum orange juicenya. Semua makanan tidak ia habiskan karena ia memikirkan tentang waktu yang hampir saja ia habiskan untuk sarapan di sini.
“Calvin, bisakah kita cepat pergi? Kita telah membuang-buang waktu.”, kata Alicia.
“Sekarang? Boleh.”, jawab Calvin. Alicia langsung tersenyum dengan manisnya. Ia kemudian meminta kunci kamar mereka lalu berlari mengambil semua peralatan. Calvin yang ia tinggal meneguk tehnya lalu ikutan berdiri. Ia memiliki kewajiban untuk menraktir gadis ini sewaktu perjalanan panjang ini, jadi ia pergi ke kasir dan membayarnya.
Alicia yang tergesa-gesa dengan waktu langsung membawa tiga ransel sekaligus. Ia menata di atas jipnya lalu menunggu laki-laki yang sebagai rekannya tiba. Menggantung tas hitamnya dan meletakan dua botol air mineral di tempat botol yang ada di tasnya. Ia tak lupa mengambil beberapa perman mintnya dan memakannya satu dan sisanya ia letakan di atas kotak tempat uang koin itu. Ia juga memperhatikan mesinnya dahulu lewat tabletnya sebelum ia menghidupkan mesin jipnya.
Calvin mulai keluar dengan beban berat yang ia bawa. Tiga ransel berat, dua diantaranya adalah yang berisi senapan dan yang satunya adalah pakaiannya sendiri. Segera ia meletakannya di atas jip kecil itu lalu mengikat semua ransel yang ada di atas jip agar tidak terjatuh nantinya. Lalu ia duduk di samping gadis yang sudah menghidupkan mesinnya dan menerima sebuah tablet sebagai peta mereka. Setelah semuanya siap gadis itu menginjak pedal gas lalu melanjutkan perjalanannya yang sudah hampir setengah jalan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menonton Urutan Danganronpa Anime Series dengan Benar

Halo minna-san tachi… Di sini aku mau bahas anime yang aku tonton baru-baru ini. Sebenarnya memang sudah lama keluar tapi aku mengurungkan niat tidak menonton karena awal dari animenya membingungkan. Tapi, saat menontonnya lagi dengan cara yang benar, akhirnya aku paham alur ceritanya dan menarik perhatianku. Danganronpa 2 the animation, yang diambil dari serial game dan light novel, adalah anime keluaran tahun sekitar 2014. Itu adalah anime season 1 yang entah bagaimana ditulis 2. Aku ingat pertama kali menonton anime ini saat aku masih SMA dan aku langsung suka dengan animenya karena menurutku konflik yang diberikan cukup unik dan menantang. Bagaimana tidak? Kau terkurung di sebuah sekolah dan disuruh untuk membunuh teman-temanmu agar kau bisa lulus? Otak dalang ini emang gila bagi yang merasa kalian normal, namun di sinilah sisi menariknya. Anime ini memberikan kesan misteri yang perlu dipecahkan secara perlahan-lahan. Tidak hanya kasus pembunuhan yang terjadi, namun juga

Terkesan dengan Kata-kata

Yosh... aku mulai sekarang... (pembaca bingung?) well, akhir-akhir ini aku lebih sering nonton film, ngetik, baca, ngetik, dengerin musik sambil ngetik, dan yang paling parah adalah aku selalu ngimpiin hal yang aneh saat aku tidur. tapi apa manfaatnya? jawabnya adalah BANYAK! semuanya jika dikumpulkan jadi satu, um... jadi sebuah cerita yang indah dan tidak pernah ada.... semuanya itu sungguh luar biasa. aku selalu mendapatkan inspirasi dari satu kalimat atau lebih yang terdiri dari kata-kata yang indah. biasanya hal yang berbau romantis atau hal yang tidak pernah kudengar sebelumnya. contoh  : "Aku tahu kamu sudah memiliki seorang pangeran, tapi apakah kamu tidak memerlukan seorang kesatria?" -kutipan dari novel Vampire Diaries The Return: Midnight, Damon Salvatore to Elena Gilbert- katanya sih, dia ngomong gitu karena kisah tentang seorang ratu yang egois mencintai dua orang sekaligus, yaitu rajanya dan kesatrianya. bisa diartikan (jika kalian tahu cerita Vampire Diarie

Daftar Pemenang Festival Film Bandung

Kategori Film Terpuji 1. TANAH SURGA KATANYA 2. HABIBIE & AINUN 3. GENDING SRIWIJAYA 4. 9 SUMMERS 10 AUTUMS 5. 5 CM   ( Winner ) Kategori Pemeran Utama Pria Terpuji 1. Vino G. Bastian dalam MADRE 2. Agus Kuncoro dalam GENDING SRIWIJAYA 3.  Reza Rahadian  dalam HABIBIE & AINUN   ( Winner ) 4. Tio Pakusadewo dalam RAYYA CAHAYA DI ATAS CAHAYA 5. Adipati Dolken dalam SANG MARTIR Kategori Pemeran Utama Wanita Terpuji 1.  Julia Perez  dalam GENDING SRIWIJAYA  ( Winner ) 2.  Bunga Citra Lestari  dalam HABIBIE & AINUN 3. Lana Nitibaskara dalam AMBILKAN BULAN 4.  Acha Septriasa  dalam TEST PACK  ( Winner ) 5. Laura Basuki dalam MADRE 6. Agni Prastistha dalam CINTA TAPI BEDA Kategori Pemeran Pembantu Pria Terpuji 1. Igor Saykoji dalam 5CM 2. Fuad Idris dalam TANAH SURGA KATANYA 3. Alex Komang dalam  9 SUMMERS 10 AUTUMNS  ( Winner ) 4. Mathias Muchus dalam GENDING SRIWIJAYA 5.  Reza Rahadian  dalam PERAHU KERTAS Kategori Pemeran Pembantu Wanita Terpuji