langsung aja Bab 1 dari karanganku ini. Kalau belum baca prolognya bisa klik disini aja yak ;)
klo ada tulisan yang aneh atau aku nya yang salah ngetik, komen aja
Happy Reading :D
klo ada tulisan yang aneh atau aku nya yang salah ngetik, komen aja
Happy Reading :D
Bab 1
Angin
berhembus dengan segarnya. Pemandangan sunset
sangat terlihat jelas dari kiri jalan beraspal itu. Di samping itu, terdapat
gadis dengan pakaian serba hitamnya sedang menyetir sebuah jip kecil berwarna
hitam. Selain itu, ia mengenakan kaca mata hitam untuk menutupi cahaya sunset yang indah itu dari pandangannya.
Tapi, ia merasa senang dengan adanya ini semua.
Angin masih
berhembus dengan segar dari arah barat. Jalan aspal yang ia lewati adalah jalan
alternatif untuk ke luar kota. Seharusnya jalan ini ramai karena pemandangan sunset yang indah, pantai di sebelah
barat dengan ombak yang kecil sedang mengikis batu karang, dan juga angin laut
yang benar-benar segar. Jalan ini biasanya digunakan oleh turis asing untuk
berlibur melihat paronama indah di wilayah itu. Tapi sekarang jalan itu sepi
dan hanya jip kecil berwarna hitam melaju di atasnya.
“Dulu, aku
pernah diajak kakek ke sini.”, kata laki-laki itu mengenang masa lalunya. Ia
mengenakan jas berwarna hitam dan tidak lupa kacamata hitamnya.
“Ya memang
sudah lama sekali. Tapi, tempat ini membuat sejarah hidupku yang berarti.”,
lanjutnya.
“Kau lebih
baik dari dulu tinggal di daerah sini, katanya di sini menjual rumah tak cukup
mahal bagimu.”, balas gadis itu sedang menyetir.
“Tidak bisa.
Papa dan Mama pasti menolak ke sini walaupun mereka mau.”, jawab laki-laki itu.
“Sabar deh. Kalau urusan kita selesai dan jika
kita bisa liburan, kita bisa menginap di penginapan di sana tuh.”, kata gadis
itu sambil menunjuk penginapan di depannya dan baru saja ia lewati. “Itu adalah
penginapan yang cukup murah tapi kualitas tetap dijamin deh.”, lanjutnya.
“Tunggu,
maksudmu kita itu aku dan kamu gitu?”, tanya laki-laki itu dengan nada senang.
“Iya. Tapi jangan
berpikir aneh-aneh. Jika kau dapat menyentuhku dalam liburan itu, satu peluru
akan langsung nancep di kepalamu.”,
jawab gadis itu sadis. Memang mengerikan untuk dibayangkan ditambah suara sadis
dari gadis ini.
“Iya, iya.”,
kata laki-laki lemas. Ia menyandarkan badannya lalu bertanya, “Mengapa di sini
sepi sekali? Hanya kita saja yang melewat.”
“Ini mungkin
tradisi orang sini. Aku tak mengerti banyak tentang adat orang di sini. Tetapi
memang sedikit sepi kalau mau menjelang liburan gitu.”, jawab gadis itu sambil
membenarkan kacamata hitamnya. Ia masih dalam menyetir jipnya.
Sampai di
tengah-tengah hutan yang cukup lebat. Di dalamnya terdapat padang rumput yang
sangat luas dan tepat di tengah-tengahnya terdapat sebuah istana besar. Itu
sebenarnya adalah markas tetapi itu lebih condong ke istana karena besarnya dan
desainnya seperti istana besar nan
megah.
Dalam
perjalanan ke istana itu tidak mudah. Tempat itu sangat terlindungi dan
rahasia. Tempat yang hanya diketaui oleh anggota agen rahasia itu sendiri.
Untuk memasukinya dan tidak harus menyasar di dalam hutan lebat, kalian harus
mencari Pos 1 untuk melapor apa urusan kalian untuk memasuki hutan lebat.
Setelah dipastikan kalau kalian boleh masuk, kalian harus sedikit berhati-hati
saat memasuki hutan ini. Karena langit sudah menggelap, jadi sedikit sulit
untuk mencari jalan yang telah dibuat khusus ke istana besar itu. Kalian akan
berhasil sampai di pinggiran padang rumput yang di jaga Pos 2. Mulai di sana
tempatnya menjadi terang karena sinar lampu yang sangat terang terpancar di
sana. Lalu petugas hanya mengecek siapa itu, apakah anggota agen atau orang
asing. Jujur mengapa tidak di Pos1, karena agar lebih efektif kalau di pasang
di Pos 2. Jika terjadi apa-apa, Pos 2 sangatlah dekat dengan istana itu dan
dengan segera bantuan akan segera datang. Bagaimana dengan Pos 3? Pos 3 adalah
ladang itu sendiri. Di ladang rumput itu tertanam alat berbentung bulat dan
pipih sebagai pengamat. Teknologi macam ini belum ada di dunia tetapi dari agen
ini sudah membuatnya dan merahasiakannya. Selain itu, terdapat kamera pengintai
dari luar istana dan dari beberapa pohon di sana. Ini sangatlah ketat dalam memasuki
tempat itu. Jika kalian tertangkap adalah orang asing yang tak berkepentingan,
kalian akan dihadang beberapa orang petugas khusus yang dibuat untuk menanyakan
kepada kalian apa urusan kalian ke sini. Kalau benar-benar penting, kalian
diperbolehkan untuk masuk dengan dikawal ketat agar tidak melakukan tidakan
mencurigakan.
Tapi, karena
gadis ini sudah cukup populer di agen ini, ia tak perlu untuk melapor ke setiap
pos. Jadi ia melewati jalur alternatif yang lebih dekat. Jalur ini dibuat sangat
membingungkan bagi yang orang yang sangat membenci namanya labirin. Karena
gadis ini yang telah berulang kali melewati labirin itu dan berulang kali untuk
menyasar juga, jadi ini hal yang biasa kalau dia menyasar dengan rekannya.
Selain itu, jipnya sudah terpasang denga GPS dan dengan mudah untuk melewati
labirin hutan itu.
Sampai di
padang rumput dan memasukan jip ke dalam parkir VIP khusus langsung ke ruangan
kerja, ia mengambil tas gendong kecilnya lalu turun dari jip diikuti dengan
rekannya. Gadis ini bertubuh ramping dengan kaos tang top hitamnya yang ia tutupi dengan jaket kulit berwarna hitam
pula. Jaket ini memiliki lengan sepanjang tiga per empat lengannya, karena
gadis ini selalu menekuknya, panjangnya menjadi sampai ke sikunya. Dia juga
memakai celana ketat hitam dan sepatu hitam faforitnya untuk mudah bergerak.
Rambutnya yang ia kelabang menempel pada rambutnya, ia buat seperti itu agar
rambut panjangnya tidak mengganggu dirinya. Dia sangat disiplin jika urusan
seperti itu.
“Selamat
petang, rekanku.”, sambutan dari seorang laki-laki yang mengenakan jas
silvernya.
“Ya, itu
seharusnya tak perlu kau lakukan. Kami hampir saja tersesat karena kau selalu
ribut di telepon.”, jawab rekan dari gadis itu. Ia memberikan tas koper
kecilnya itu ke laki-laki yang barusan menyambut mereka.
“Fiuh...
lagian kamu juga, mengapa memanggil kami tiba-tiba?”, tanya gadis itu sambil
meletakan tas gendongnya di kursi putar dekat mejanya. Ia mulai duduk di kursi
itu.
“Tidak masalah
jika kalian... ya... membolos lagi...”, jawab laki-laki itu ragu-ragu.
“Aku tidak
mengerti maksudmu. Tapi yang jelas, aku ingin segera lulus dan serius dalam
pekerjaanku.”, balas sang gadis dengan sedikit membentak laki-laki yang berdiri
di depan layar monitor.
“Maaf, Mrs.
Oliveira, anda akan menyetujui tugas yang akan ditugaskan pada anda.”, jawab
laki-laki itu lalu duduk di kursi kosong dekat dengan monitor besar. Ia menyilangkan
kakinya seperti anak perempuan. Meletakan tangannya di atasnya lalu berkata,
“Ini tidak memerlukan banyak waktu, tetapi besok kalian akan berangkat dengan
helikopter yang sudah disiapkan. Hanya dua sampai tiga hari saja. Aku akan
selalu memonitor kalian dan akan memberikan informasi kepada kalian apa yang
harus kalian lakukan.”
“Hal pertama
yang ku benci darimu adalah jangan sok sopan deh. Mending panggil nama asliku
aja. Gak usah pakai nama aneh itu.”,
kata gadis yang dipanggil Oliveira itu menggerutu.
“Ya terserah
saja. Baiklah, saya akan memanggil anda dengan nama asli nama anda untuk lain
kalinya.”, jawab laki-laki itu dengan santainya. Sebelum dapat membalasnya,
laki-laki itu berkata lebih serius, “Tidak banyak kata. Saya akan mengirimkan
peta dan informasi dasar dari misi kalian ke dalam e-mail kalian dan kalian di
perbolehkan untuk istarat mulai detik ini juga.”
“Kalian
sebaiknya memang menjaga fisik. Dan gadis sniper seperti anda seharusnya
mengganti jenis senapan anda untuk misi ini.”, lanjutnya sambil menunjuk ke
arah Oliveira.
“Aku hanya
selalu membawa paket A dari awal hingga akhir.”, jawabnya. Paket A adalah paket
senapan yang akan dia gunakan. “Tapi, kalau kau ingin menambah daftar
senapanku, tidak masalah.”, lanjutnya.
“Baiklah, menurut
dari permintaanmu sendiri, anda mendapatkan tambahan senapan jenis shotgun.”, jawab laki-laki itu.
“Apa?!”, kata
Oliveira tidak percaya. Ia bukannya senang tapi kecewa berat karena ia tidak
bisa menggunakan shotgun secara
benar. Kemungkinan menggunakan itu, misinya bakalan kacau balau gara-gara
sebuah shotgun yang ia gunakan.
“Tidak, saya
hanya bercanda. Saya menyiapkan model SMG dengan isi peluru tiga puluh sampai
lima puluh. Anda dapat memilihnya satu.”, jawab laki-laki itu.
“Dan...”
Saat laki-laki
itu mengganti pandangannya kepada seorang laki-laki yang tingginya hampir sama
dengannya sedang asik dengan sebuah joystick
di tangannya.
“Mr. Riicon?”,
kata laki-laki itu.
“Sebentar,
tuan Nicolas. Anda tidak mengerti situasi say...”, ia berhenti sebentar lalu
berteriak dengan kerasnya. “Goooollllll....!!!” Mencetak angka gol saat
pertandingan sepak bola di layar monitor itu membuat kegaduhan. Seharusnya
situasi ini menjadi serius.
“Mr. Riicon,
anda seharusnya memperlihatkan kepada Mrs. Oliveira untuk mempersiapkan
segalanya. Karena anda adalah senior di sini dan sekaligus...”
“Iya, Tuan
Nicolas. Berhentilah memanggilku dengan nama keluargaku.”, putus Riicon.
“Lebih baik
aku keluar saja.”, kata Oliveira yang menjadi bete akibat perdebatan tidak mutu
akan terjadi. Oliveira sudah bosan mendengar perdebatan yang sama saat ia
memasuki ruangan kerjanya. Ia memutuskan untuk keluar dan melihat-lihat sekitar
istana dari lantai atas sendiri, tepatnya di atapnya. Ia lebih suka berbaring
di sana, menikmati angin malam dan melihat bintang-bintang yang sedang
mengedipkan sinarnya. Ia lebih suka di sini dari pada di ruangan kerjanya yang
isinya hanya perdebatan terus tanpa ujung dan akhirnya perdebatan itu hanya
berputar seiring jalannya waktu.
Pintu telah ia
tutup dari luar. Ia mulai bergeletak ia atas atap sambil menikmati udara dingin
dan melihat bintang-bintang. Tapi karena sedikit mendung, bintang-bintang yang
seharusnya menjadi tontonannya di sini menjadi remang-remang tak terlihat sama
sekali karena tertutup awan mendung. Ia akhirnya meutup matanya dan
membayangkan masa depannya. Ia lulus dari sekolahnya, terus melanjutkan ke
perguruan tinggi, lalu bekerja dalam misi rahasia, lalu kalau ia sudah tertarik
dengan laki-laki mungkin ia akan menikahinya dan mempunyai anak, cucu, dan...
Suara serak
basah dari suara yang sering ia dengar mengacaukan bayang-bayangnya. Ia mencari
arah suara itu. Dan ia melihat laki-laki sebagai rekannya sedang berdiri di
depan pintu. “Ada apa?”, tanyanya.
“Sebentar lagi
hujan. Itu kata Tuan Nicolas. Karena cuaca tahun ini kacau jadi musim panas ini
terasa seperti musim hujan.”, jawabnya lalu memandangi langit.
Dengan segera
gadis itu berdiri dan berjalan masuk dan meninggalkan atap sebagai tempat
kesayangannya. Setidaknya aku harus mandi dahulu. Itulah yang terpikir
dibenaknya.
Melewati
koridor yang cukup panjang untuk sampai ke kamarnya. Ia harus menginap di
istana ini sebelum memulai misi yang membutuhkan beberapa hari. Kamar mewah ia
dapatkan lengkap semua dengan fasilitasnya termasuk kamar mandi pribadi.
Kamarnya seperti kamar hotel VIP berbintang lima. Ia seperti spesial di agen
itu.
Istana ini
memiliki lima lantai dan ruang bawah tanah. Di lantai satu hanya berisi ruang
kerjanya yang juga terhubung ke ruang bawah tanah, ruangan pembagian misi dan
ruangan-ruangan sebagai kamar anggota yang bertugas hampir dua belas jam dan
mereka tinggal di sana selamanya sampai masa pensiun mereka. Di lantai dua
adalah ruangan untuk rapat para pengurus agen. Dia tidak termasuk pengurus
tetapi rekan laki-lakinya adalah pengurus agen tidak aktif, karena dia sering
keluar untuk misi. Selain itu, lantai dua ini sering untuk mengeksperimen kimia
dan fisika, seperti tempat para ilmuan fisika kimia dan tempat para
dokter-dokter khusus untuk memeriksa anggota agen. Di lantai tiga adalah tempat
untuk melepas lelah para anggota yang selesai dari misi. Lantai ini berisi kafe
kecil dengan pelayan kafe yang prefesional semuanya. Ya tempat ini hanya untuk
makan dan minum dan bersenang-senang. Di lantai empat kebanyakan sebagai kamar
para anggota agen. Semua kamarnya seperti kamar hotel kelas tinggi dan
kebanyakan anggota agen pula yang tertarik untuk lebih lama tinggal. Di lantai
lima hanya berisi ruangan pengintai. Pos 1 dan 2 dapat di lihat dari lantai
lima. Lantai lima ini benar-benar tertutup dan gelap. Tapi, jika ingin
berjalan-jalan cukup melewati koridor yang telah dibuat khusus untuk menuju ke
atap yang luas dan kosong itu. Tapi siapa juga yang menyukai melihat
pemandangan hutan lebat dan biasa dari atas atap? Hanya beberapa anggota saja
yang tertarik. Di lantai bawah tanah, hanya berisi senapan dan senjata-senjata
rahasia yang tersimpan. Para ilmuan yang mendesainnya juga bekerja di lantai
itu. Dua ruangan khusus itu hanya dibatasi oleh koridor sempit yang hanya bisa
dilewati satu orang.
Gadis yang
dipanggil Oliveira ini berjalan menuju ujung koridor yang di sana terdapat dua
lift. Karena hari itu kebanyakan anggota di sana, jadi cukup ramai juga dan
cukup lama untuk mengantre lift. Hendak menekan tombol di antara kedua lift
itu, sebuah tangan menyentuh bahu kanannya. Jika musuh di lantai lima adalah
mustahil jadi itu mungkin anggota yang mengenal dirinya atau rekannya yang tadi
memperingatkan dirinya.
“Ada apa?”,
tanya singkat gadis itu.
“Ehm... kau
tau kalau aku ingin mengajakmu makan malam.”, jawab laki-laki itu. dengan tidak
senang, gadis itu menyikut perut rekannya.
“Tidak!”,
katanya ketus. Ia lebih suka untuk minum kopi hangat dan beberapa kue manis
faforitnya. Ia sering memesan itu dari pada makanan berat.
“Auw!”, kata
laki-laki itu kesakitan. “Kan enak
makan bersama rekan kerja sebelum misi.”, lanjutnya.
“Hmm?”,
berdesis sambil melirik laki-laki itu dengan lirikan dinginnya.
“Ya sudah jika
kau tak ingin. Aku bisa makan sendirian, kok.”,
kata laki-laki itu menjadi bete akibat ia ditolak.
Gadis itu
hanya bisa memutar bola matanya. Lalu ia menekan tombol di antara kedua lift
itu. Lampu putih terang di atap setiap koridor tiba-tiba berubah warna menjadi
merah terang. Itu menghetikan tangan kanan Oliveira untuk menekan tombol lift.
Lalu suara seorang perempuan yang lembut terdengar,
“Penyusup,
penyusup sudah melewati Pos 2. Para anggota diberi waktu kurang lima menit
untuk sampai di ruang bawah tanah dan akan menaiki kereta bawah tanah yang akan
menuju ke markas rahasia pusat. Sistem khusus akan menghadang penyusup tidak
lebih dari lima menit dari sekarang.”
Kata-kata itu
diulang dua kali. Dan tanpa pikir panjang gadis bernama Oliveira berlari menuju
tangga darurat yang terdekat untuk turun ke lantai satu yang tepatnya di kantornya
untuk mengambil peralatannya yang ia bawa dari rumahnya. Tidak lupa laki-laki
rekannya mengikutinya dari belakang. Mereka berdua tidak memakai lift karena
itu akan menghambat mereka dalam ketergesaan ini. Sedangkan petugas-petugas
khusus di istana itu akan menggunakan lift khusus yang di buat bagi mereka
untuk kabur ke ruang bawah tanah yang telah terhubung ke ruang bawah tanah
markas pusat.
“Olive, jika
kita ikut kereta bawah tanah kita pasti tidak dapat tempat. Karena rata-rata
anggota di menerima misi untuk besok.”, kata Riicon dalam berlari.
“Aku sudah
memikirkan untuk kabur menggunakan jipku menuju markas utama. Dan aku tau ini
akan terjadi cepat atau lambat.”, jawabnya.
“Kau gila?!
Apa kau yakin melakukan itu? Kita pasti akan tertangkap oleh penyusup itu.”
“Tidak! Karena
kita memiliki lima menit.”, kata gadis itu tetap ngotot. “Itu terserah kau
untuk ikut aku atau mengantre tidak jelas di bawah tanah.”, lanjutnya.
“Aku harusnya
selalu ikut denganmu karena kau adalah rekanku. Tapi di sisi lain, aku mendapat
tempat VIP khusus untuk diriku, sedangkan kau tidak mendapatkan itu.”, balas
laki-laki itu yang masih berlari. Gadis itu diam dan masih berlari dengan semua
kekuatannya berlari untuk menuruni tangga. Ia ingin menyimpan tenaga cukup
untuk berlari bukan untuk mengobrol. Jadi ia menutup mulutnya dan mempercepat
langkahnya.
Hampir dua
menit berlalu ia sudah tiba di kantornya. Ia mengambil tas hitamnya dan
peralatan yang lainnya untuk perjalanan jauhnya lalu meletakan itu semua di
atas jipnya. Nicolas yang bekerja sebagai asisten di kantornya ternyata sudah
mempersiapkan segalanya untuk kabur dan ia tidak ada di kantor tapi ia
meninggalkan pesan video call di e-mail Olive dan Riicon. Hanya tinggal tiga
menit tersisa untuk kabur dari tempat. Riicon masih mengutak-atik komputer
untuk menghapus file data yang ternyata lupa dilakukan oleh Nicolas. Di sisi
lain, Olive menghidupkan mesin jipnya yang sebelumnya ia atur agar jip itu tidak
mengeluarkan suara dan dapat melaju dengan kecepatan luar biasa. Jip milik
Olive ini sudah dirancang agar dapat digunakan dengan kecepatan maksimal yang
luar biasa dan dapat mengurangi suara keras.
Selesai file
data terhapus, Riicon berlari menaiki jip yang telah dihidupkan itu lalu
mengambil pistol dari kantong kanan jas hitamnya lalu mengarahkan pada sebuah
tombol agar hidup. Pintu gara terbuka dengan cepatnya dan tidak mengeluarkan
suara apapun. Hanya terdengar suara kecil dari jip Olive yang ia hidupkannya.
Lalu ia menginjak pedal gas dan ia melaju dalam kecepatan yang luar biasa cepat
menuju ke dalam hutan.
Sekitar tiga
menit berlalu, mereka sudah tiba di tengah hutan dan Olive mulai memperlambat
jalan jipnya. Di dalam perjalanan itu mereka hampir menabrak banyak pohon dan
itu sangat berbahaya jika terjadi. Bukan hanya mereka akan terluka, tetapi
mereka juga akan tertangkap oleh penyusup dengan cepat. Selain itu, tabrakan
yang akan terjadi itu dapat membuat bekas tanda dan mereka mungkin juga akan
segera ditemukan kecuali Olive terus berjalan di labirin hutan itu tidak tersesat.
“Maaf, mungkin
ketua akan memarahi ku karena membawamu tidak aman.”, kata Olive sambil
menyetir.
“Tidak
masalah. Aku di sini sebagai rekanmu dan aku harus bersamamu...”
“Tidak dalam
sekolah!”, putus Olive kesal.
“Iya deh... terserah.”, balas Riicon mulai
menyerah. Olive hanya tersenyum kecil padanya.
Mereka
berhasil keluar dari hutan dengan waktu kurang dari sepuluh menit. Lalu Olive
langsung mengambil jalan aspal dan membuat bekas tanda jejak pada jalanan.
“Sebaiknya
kita mampir ke sana dulu.”, kata Olive sambil mununjuk sebuah montel terdekat.
“Kita harus membersihkan jejak ini.”, lanjutnya. Ia lalu berbelok ke kiri dan
memarkirkan jipnya di parkiran.
“Kenapa harus
di montel?”, tanya Riicon mengeluh. Olive turun dari jipnya dan tidak ingin
menjawab pertanyaan dari rekannya. Ia berlari mencari selang yang telah
menancap pada ledeng.
Gadis ini
sangat sigap dalam berbagai hal. Ia sudah merencanakan semuanya dalam
perjalanan keluar dari hutan. Ia mengambil selang yang cukup panjang itu, lalu
membersihkan jipnya lari lumpur dan tanah di hutan itu yang menempel di jipnya.
“Ada yang bisa
saya bantu?”, tanya petugas dari montel yang melihat kesibukan Olive
membersihkan jipnya. Olive tidak sempat untuk membalas pelayan laki-laki itu
tetapi Riicon turun dari jip lalu menjawabnya,
“Maaf. Kami
hanya ingin membersihkan jip kami yang kotor.”
Suara batuk
buatan dari Olive menyindir Riicon saat ia berkata ‘jip kami’. Riicon
menggaruk-garuk kepalanya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang.
“Ini untuk
biayanya. Jika gratis anda dapat mengambilnya sebagai ucapan terima kasih.”,
katanya sambil memberikan lebaran uang itu kepada pelayan laki-laki itu.
Laki-laki itu
mengenakan seragam pegawai montel itu yang berwarna putih dan dengan celana
jins panjang birunya. Ia menerima uang itu dan menghitungnya lalu mengembalikan
uang itu ke Riicon.
“Maaf,
kebetulan di montel ini terdapat tempat untuk membersihkan mobil. Anda bisa
membawanya ke belakang montel. Dan itu tidak jauh. Dan saya tidak bertugas
dalam administrasi.”, katanya.
“Itu terlalu
lama.”, kata Olive yang sudah selesai dengan pekerjaan sibuknya. “Anda harus
menerima uang kami sebagai ucapan terima kasih kami karena telah memberikan
tempat untuk kami membersihkan jip saya ini. Dan terima kasih juga
tawarannya.”, lanjutnya dengan nada sopannya. Itu adalah keahlian khusus
miliknya untuk memanipulasikan orang.
“Anda bisa ke
administrasinya dan berkata dengan jujur. Atau saya akan memberikan rekaman
ini.”, lanjutnya lagi sambil memberikan tape radio.
“Ini...”
“Ya ini adalah
tape radio yang aku rekam sejak aku sampai di sini. Aku meletakan ini di
sini.”, jawabnya sambil menunjukan tempat di atas jip yang dekat dengan mereka
berdiri. Rekannya menjadi terkejut dengan persiapan rekannya. Ia sudah
menduga-duga hal ini akan terjadi.
“Terima kasih
sudah berkunjung.”, kata pelayan itu ramah lalu tersenyum. Olive menganggukan
kepalanya lalu tersenyum juga. Setelah itu ia naik ke atas jip bersama rekannya
yang duduk di sebelahnya.
Ia
menghidupkan mesinnya lalu berjalan menjauh dari montel itu lalu menuju ke
markas besar yang sangat jauh dari tempat mereka berada.
Next
Next
Komentar
Posting Komentar