Langsung ke konten utama

My 18

Jam weker berbunyi tidak pada waktunya. Tentu saja mengundang kecurigaan untuk hari yang sedikit kulupakan setelah membuka kedua mataku. Hm... ini cukup wajar, mengingat bahwa sekarang adalah hari kebebasanku.
Matahari tidak bisa masuk ke dalam kamarku pada pagi hari. Semuanya tertutup rapat oleh dinding lapis baja yang dibangun sejak papaku belum dilahirkan. Kini aku menempati kamar bekas papaku dulu yang memiliki sebuah beranda kamar menghadap ke barat. Oleh sebab itu, aku tidak bisa merasakan hangatnya mentari pagi. Tetapi aku selalu mendapatkan pemandangan matahari tenggelam. Itu adalah yang terbaik.
Memang tidak apa-apa jika aku membuka kedua mataku di pagi hari. Tapi aku bisa melihat cahaya di kejauhan sana. Itu adalah sinar matahari yang menyinari pohon-pohon. Cahaya selalu terpantul masuk ke dalam kedua mataku. Tetapi, kini tidak sama sekali.
Sejak umurku tujuh tahun, aku sudah dilatih latihan fisik militer ringan. Salah satu di antaranya adalah kemampuanku sendiri. Well, aku memiliki kemampuan unik untuk bisa melihat ke sekitarku tanpa membuka kedua mata. Papa memberitahuku bahwa ini namanya adalah deteksi. Dengan ini aku bisa mendeteksi sekitarku seperti radar pada jarak tertentu. Tapi, aku belum sekuat sampai bermeter-meter. Setidaknya aku bisa tahu apa yang ada di dalam kamarku sekarang ini.
Kejutan yang payah, walaupun mereka sudah mengusahakannya. Papa dan mama, serta Kak Leo yang sudah berusaha untuk hari ini—hari kebebasanku. Mereka semuanya sudah siap di kamarku dengan kue ulang tahun, balon? Dan kutebak banyak kertas warna-warni yang dipotong kecil-kecil. Bukankah itu lebih merepotkan? Aku lebih suka perayaan sederhana.
Yang kulewatkan hanya kotak kado. Mungkin hadiahnya tidak dimasukan ke dalam sebuah kotak. Well, aku ingat bahwa aku pernah meminta sebuah mobil di hari bebasku ini. Kurasa memang tidak perlu dibungkus kotak kado.
Aku akhirnya memutuskan untuk bangun dan menyalakan lampu meja. Lalu inilah yang terjadi: suara yang sangat keras dari terompet dan teriakan selamat ulang tahun. Aku langsung menutup kedua telingaku karena mengejutkan.
“Sudah kubilang tidak perlu membunyikannya!” Itu suara teguran dari mama yang bisa menenangkan suara besar dan rendah. Dasar laki-laki.
Kedua tangan lembut mama menyentuh kedua pergelangan tanganku yang menutup masing-masing telingaku, kemudian dilepaskan. Di sudut pandanganku, mama tersenyum manis bagaikan malaikat lalu mencium pipiku. Mama memang sangat sayang kepadaku.
“Selamat ulang tahun, Sayang.” Kata Mama di sela mencium pipiku.
“Ini terlalu pagi untuk dirayakan.” Omelku.
“Sekarang sudah dewasa, cara berbicara juga.” Itu suara papa. Papa duduk di sisi lain mencium pipiku. Wajahku merona karena malu. Aku malu karena masih dicium oleh kedua orang tua seperti ini, tapi aku selalu sadar bahwa aku adalah anak kesayangan mereka. Bagaimana tidak? Aku anak paling kecil dari empat bersaudara.
“Selamat ulang tahun, Kelly.” Bisik papa.
Kedua tanganku siap menerima sebuah kunci.
Papa tertawa, mama juga. Sungguh, aku bingung apa yang sedang mereka tertawakan. Ini sungguh tidak lucu jika aku meminta hadiahku sekarang.
“Kita berpesta dulu.” Bisik mama. Oh, aku terlalu cepat meminta hadiahku.
Mama menarik tubuhku sampai berdiri. Tarikannya yang kuat bisa mengangkat tubuhku tanpa aku mendorong tubuhku. Lalu aku dibawa ke ruang makan. Di sana terdapat kue ulang tahun yang kecil dan dua lilin angka berdiri di atasnya. Angka di kedua lilin itu bisa dibaca 18.
Tunggu, jika kuenya ada di sini, lalu yang aku lihat di deteksiku tadi?
“Dimana Kak Leo?” tanyaku yang menyadari bahwa tidak ada kakak laki-lakiku.
“Semuanya meminta maaf karena tidak bisa datang, tapi setidaknya ada papa dan mama di sini.” Jawab mama berusaha untuk semanis mungkin. Aku tahu agar aku tidak kecewa.
“Tapi, mereka tidak lupa dengan ini.” Papa menunjukan tiga kotak besar berpita di dekat kue ulang tahunku. Wow!
“Sekarang waktunya tiup lilin.” Mama dengan senang memulai acara pagi buta ini. Kemudian menghidupkan lilin dengan korek api elektrik.
“Buat permintaan dulu.” Bisik papa. Aku rasa hanya untuk mengingatkan saja.
Sejak kecil, mama mengajariku untuk berdoa sebelum meniup lilin di saat ulang tahunku. Kata mama, sesuatu yang aku inginkan harus aku doakan, sebab manusia pasti menginginkan sesuatu hal dari Tuhan. Bukan material, tapi sesuatu yang bisa membuat hidupku damai. Seperti bertahannya keluarga besarku, papa dan mama yang masih sehat, serta aku bisa menjadi anak yang membanggakan.
Keinginanku sungguh banyak, sampai lilinnya hampir setengah meleleh. Tapi papa dan mama mengabaikan kue yang dilelehi oleh lilin. Mereka menatapku dengan senyuman. Sebuah senyuman sayang dan syukur dari orang tua. Hm... aku sangat menyukainya.
Mama meneteskan air mata setelah aku meniup lilinnya. Ini pertama kalinya mama menangis di hari ulang tahunku. Aku mengerti perasaan mamaku, tapi sepertinya ada makna lain yang tidak bisa kumengerti. Yang hanya mengerti bagaimana perasaan mama adalah papa. Mereka memang sepasang mahluk yang sempurna. Kuharap aku bisa menemukan cinta sejatiku sendiri, seperti mama menemukan papa dan papa menemukan mama.
“Sekarang potong kue.” Kata mama yang sudah mengusap air mata kebahagiaannnya.
“Kue lilin.” Kata papa.
“Yang dimakan bagian yang tidak kena lilin.” Kata mama. Mereka terus berbicara dan bercanda, sedangkan aku hanya menonton. Pemandangan inilah yang terindah dari yang pernah ada.
Papa dan mama adalah pasangan teromantis yang pernah aku lihat. Jika mereka berdua berada di rumah dan kondisinya seperti ini, aku seperti sedang menonton film drama romantis. Walaupun umur mereka sudah di atas tujuh puluh tahun, mereka masih begitu muda. Bukan fisik saja yang terlihat muda, tapi juga kebersamaan mereka berdua yang terkadang seperti sedang berpacaran. Mereka juga selalu lupa dengan umur mereka sekarang, itulah yang membuat semakin romantisnya mereka.
Banyak urusan yang mereka miliki dan aku juga tidak berhak mengetahuinya dan mencampurinya. Bagiku tidak masalah, setidaknya mereka masih tampak pasangan teromantis yang pernah ada.
Pernah pada suatu ketika, makan malam seperti biasanya. Papa sepulang kerja langsung mandi dan bergabung di meja makan. Aku dan Kak Leo sudah menunggu makanan yang lezat buatan mama. Saat makan malam berlangsung, papa dan mama seperti sedang melakukan kontak rahasia. Aku tidak mengerti sama sekali. Papa waktu itu tersedak, itu hal yang tidak biasa. Lalu mama tersenyum menahan tawanya sambil minum. Kemudian mejanya sedikit bergetar, aku yakin ada kaki-kaki jail di bawah sana. Tapi Kak Leo langsung memberitahuku untuk mengabaikan itu dan tidak mendeteksi apapun. Itulah yang disebut urusan orang tua? Aku masih tidak mengerti sampai sekarang. Kini, mereka seperti itu setelah aku membagikan kue ulang tahunku. Mereka melakukan kontak rahasia lagi.
“Pa, Ma, waktunya hadiah.” Kataku untuk menghentikan kontak rahasia mereka.
“Benar, hadiah.” Kata mama, arahnya kepada papaku dan menggoda.
“Hadiah.” Papa mengganti arah kepadaku dan tersenyum. Mungkin papa sadar kalau aku merasa diabaikan atau jangan-jangan...
“Buka hadiah dari kakak-kakakmu dulu—“ kata papa sambil mengangkat semua kotak kado besar ke depanku.
“Tidak. Kelly mau hadiah dari Papa dulu.” Kataku.
“Ya, dari papa dulu.” Timpal mama sambil mengambil piring kotorku dan mengumpulkannya. Mama pergi ke dapur.
“Kelly,” papa berbisik.
“Mana?” tanganku sudah siap menerima sebuah kunci mobil.
“Kamu jangan bilang mama ya. Ini rahasia.” Bisik papa.
“Apa?”
“Papa sudah siapkan hadiah untukmu. Itu ada di garasi mobil di paling ujung.”
“Bukannya itu tempat koleksi mobilnya paman?” tanyaku. Suaraku terlalu keras.
“Sstt... papa sudah mengurusnya. Nanti pagi atau siang kau bisa melihatnya sendiri dan kuncinya ada di dalam laci meja di kamarmu.” Bisik papa.
Aku langsung bangkit dan berlari ke kamarku tapi papa memegangi tanganku dan menyuruhku duduk.
“Nanti saja. Ini rahasia.” Bisiknya sambil kedua matanya mengarah ke dapur.
“Oke.” Aku menutup sebelah mataku.
“Sekarang buka hadian dari kakak-kakakmu.” Kata papa.
Aku melakukannya dengan persatu-satu. Hadiahnya memang sangat bagus, tapi sedikit mengecewakan. Mama datang setelah aku membuka kado terakhir yang ternyata dari Kak Kevin.
“Bagaimana?” tanya mama.
“Ini semuanya beli online.” Cibirku.
“Benarkah?” papa dan mama bertanya berbarengan. Mereka sepertinya tampak khawatir.
“Tapi semuanya bagus. Kelly suka kok.” Kataku. Bukan demi menenangkan kedua orang tuaku, tapi juga menghargai kerja keras dari kakak-kakakku. Aku mengerti sesibuk apa mereka sampai tidak sempat berbelanja ke mall atau mana saja. Tapi, online adalah jalan yang sering kulakukan jika aku ingin berbelanja. Dan barang-barang yang dihadiahkan untukku juga mahal-mahal.
“Syukurlah. Semua kakakmu pasti sangat senang mendengarnya. Semuanya khawatir akan hal itu.” Kata mama. “Kini gantian mama yang akan memberikanmu hadiah.” Dengan semangat, mama berlari ke dalam kamar. Aku dan papa saling tatap tidak mengerti. Oh, papa sepertinya juga tidak mengerti apa-apa.
Mama kemudian tiba dengan membawa sesuatu di balik tubuhnya. Bukan sesuatu yang besar, hanya beberapa lembar berkas. Apa isinya?
“Mama sudah mendaftarkanmu di universitas di Amerika, banyak sebenarnya. Kau bisa memilihnya sesuai keinginanmu dan oh, jika kau memilih di sini kau bisa tinggal di rumah pamanmu sampai kau selesai. Setelah itu kau bisa magang di perusahaan paman.” Terang mama sambil meletakan berkas-berkas di atas meja dan menatanya agar aku bisa melihat semuanya. Semuanya itu adalah universitas bagus di Amerika. Ngomong-ngomong, mengapa harus di Amerika?
“Kelly belum lulus SMA.” Kataku.
“Mama tahu, tapi kau sudah menyelesaikan Ujian Nasionalmu. Dan mama sudah mengumpulkan nilai rapormu selama lima semester dan mengirimkannya ke sini semuanya.” Mama menunjuk berkas-berkas. “Dan kebanyakan langsung mau menerimamu, tapi kamu harus wawancara ke sana setelah pengumuman kelulusanmu.” Terus mama.
Aku mulai melihat satu per satu berkas-berkas itu. Hm... universitas yang menggiurkan. Tetapi aku memiliki masalah. Jika aku sampaikan, papa dan mama pasti akan bertengkar. Aku tidak ingin hal itu terjadi tapi aku bisa kewalahan dan mengecewakan papa. Yang terbaik untuk sekarang hanyalah jujur kepada mama.
“Ma, Kelly sepertinya tidak mau kuliah. Kelly ingin langsung terjun membantu papa mengurus perusahaan saham keluarga.” Kataku.
“Apa? Saham?” mama terkejut, kemudian menatap papa yang membeku. Papa tidak bisa berbuat apa-apa.
Papa adalah seorang CEO perusahaan saham terbesar di dunia. Papa sungguh beruntung karena mendapatkan warisan dari keluarganya, khususnya kakak laki-lakinya yang sudah meninggal. Tapi seberuntung itukan papaku? Tidak. Selama ini papa selalu memintaku untuk bekerja bersamanya setelah lulus SMA nanti. Jawabanku selalu saja tidak karena aku ingin sekali kuliah dan menjadi ilmuan. Tetapi, tidak kusangka pada suatu saat papa memintaku sambil memohon. Ini bukan demi dirinya, tapi seluruh keluarga besar yang papa pimpin dan lindungi. Sebab, hanya akulah pewaris tunggal dari perusahaan saham.
Aku memang memiliki tiga kakak yang semuanya sudah bisa bekerja sendiri. Tapi mereka tidak sah sebagai pewaris. Masalah ini adalah masalah lalu yang seharusnya terselesaikan, tetapi ternyata belum. Papaku dari keluarga Riicon yang memiliki aturan aneh, sedangkan mama dari keluarga Bryant yang memiliki perusahaan besar juga dan bekerja sama dengan perusahaan saham Riicon. Saat ketiga kakakku lahir, mama dan papa belum menikah secara hukum. Maka ketiga kakakku memiliki nama belakang yang berbeda dan bukan Riicon. Oleh sebab itu mereka tidak bisa menjadi pewaris perusahaan. Hanya aku dari empat bersaudara yang memiliki nama Riicon di belakang. Dan beban diberikan kepadaku.
Sebelum papa dan mama memperdebatkan lebih lanjut di hari ulang tahunku ini, aku angkat bicara.
“Ma, Pa, Kelly sudah putuskan untuk membantu Papa. Kelly meng—“
“Tidak.” Papa yang memotong. “Maafkan papa, Kelly, karena terlalu memaksamu. Jika kau menginginkan kuliah, papa tidak masalah dengan itu. Dan kau bisa bekerja di perusahaan Bryant.” Kata papa dengan mengalah. Mengapa tiba-tiba?
“Kau belum membicarakan ini denganku, Calvin.” Kata mama kepada papa.
Papa hanya menatap mama, dengan kekuatan telepati (sebenarnya tidak ada, tapi mereka sering melakukan kontak aneh itu) mereka langsung menghentikan ini.
“Tapi Kelly sudah bulat.” Kataku.
“Kelly, jalanmu masih panjang. Lagipula, Kevin bisa kumintai tolong.” Kata papa.
“Tapi Kak Kevin tidak boleh, bukan?”
“Memang, tapi dia memiliki darah Riicon, Sayang. Kau jangan terlalu memikirkan tentang perusahaan papa, coba kamu pertimbangkan hadiah dari mama kamu.”
“Kelly sudah berpikir untuk membantu papa.”
“Kelly, papa benar.” Kini mama yang berkata. Benar, aku tidak mengerti kontak aneh antara mereka.
“Jadi Kelly boleh memilih?” tanyaku akhirnya.
Papa dan mama mengangguk berbarengan.
“Well, Kelly sudah putuskan ini sejak Kelly masih kecil jika papa tidak merengek-rengek. Kelly memang ingin kuliah dimana saja itu dan menjadi seorang ilmuan yang bekerja untuk perusahaan Bryant. Selain itu, Kelly adalah keturunan yang dilahirkan, Kelly berhak menjadi agen utama untuk organisasi. Itulah yang Kelly rencanakan.” Kataku yang membuat papa dan mama menjadi gelap. Sial, mereka begitu menakutkan. Bukan karena mereka akan memarahiku, tapi tanggapan mereka...
“Tapi, papa merengek.” Aku mengganti topik sesegera mungkin. “Ini membuat Kelly menjadi bingung. Jika memang kalian meminta Kelly untuk menjalankan rencana Kelly, Kelly hanya meminta satu permintaan.”
Aku menarik nafasku dalam-dalam. Kuharap ini tidak berlebihan bagi mereka.
“Kelly minta seorang adik. Jika adik Kelly seorang laki-laki, bukannya bagus dan menjadi pewaris selanjutnya yang lebih bagus? Dengan begitu, Kelly tidak akan bingung lagi.”
“Adik?” tanya mama. Moodnya sedang naik.
“Tidak.” Itu papa, masih gelap dan menakutkan.
“Calvin, Kelly minta adik.” Mama sedikit merengek. Jujur saja, aku sering mendengar saat mereka sedang berpacaran di atap, mama sering merengek minta anak lagi.
“Tidak, Al.” Suara papa sudah sangat tegas. Itu sudah tidak bisa diganggu gugat lagi.
Lagi-lagi kontak yang tidak kumengerti terjadi di antara mereka. Pada akhirnya, mama cemberut sedikit manja kepada papa. Tapi papa mencoba mengabaikannya dan berkata kepadaku.
“Kelly, papa tahu apa yang akan papa lakukan pada perusahaan. Bukannya papa sudah bilang kalau papa akan meminta Kevin?”
“Tapi Pa—“
“Sudah. Kamu jangan pikirkan hal ini.”—papa menatapku dan membelai kepalaku, kedua mataku menatap langsung kedua mata papa—“Sekarang kamu bisa istirahat lalu memikirkan universitas mana yang akan kamu pilih.”
Ini sugesti! Aku menyadarinya tapi aku tidak memberontak. Masih begitu sulit untuk melawannya. Aku tidak berniat untuk menjadi anak yang durhaka, tapi ini patut untuk diperdebatkan sekarang. Oh, mungkin ini waktunya urusan orang tua. Kuharap jangan di hari ini, hari ulang tahunku. Aku ingin mengisi hari ini dengan pesta yang meriah dengan keluargaku.
Aku menyadari, sehingga aku membuka kedua mataku. Apakah ini selalu terjadi kepadaku? Tidak, baru kali ini. Aku masih bingung dengan apa yang terjadi tadi pagi, tapi aku masih ingat apa yang terjadi. Intinya, sugesti itu lepas setelah aku membuka kedua mataku.
Sekarang sudah jam delapan pagi. Suasananya sepi. Mungkin papa dan mama sudah berada di ruang kerja mereka. Tapi aku menemukan sebuah pesan yang ditempelkan di kulkas. Ini tulisan mama yang rapi dan bagus.
Dear Kelly,
Maafkan kami, Sayang. Kami harus pergi jam empat pagi ke Jerman. Ini urusan pekerjaan di organisasi. Kaleo akan segera kembali dan tunggulah sebentar. Jangan keluar sebelum dia kembali.
Love,
Mama dan Papa
Misi dadakan? Kuharap begitu. Jika aku tahu bahwa mereka sudah merencanakan ini, aku sungguh kesal. Di hari ulang tahunku, orang tuaku pergi. Itu adalah hal terburuk yang pernah aku alami.
Aku membuang pesan itu dengan sembarangan lalu mengambil sekarton susu di dalam kulkas. Aku minum langsung dari karton itu sampai habis. Mama tidak akan memarahiku, sebab mama akan pulang beberapa hari ke depan. Dan pada waktu itu, persediaan susuku memang sudah habis.
Kemudian aku menggoreng telur. Aku memang tidak pandai memasak, tapi menggoreng adalah hal yang mudah. Setelah itu aku sarapan sendirian di dalam rumah. Tidak ada siapa-siapa, aku sering mengalami hal ini. Tapi di hari ulang tahunku, papa dan mama selalu ada. Aku selalu ingat di hari ulang tahunku mama selalu membuatkan sarapan favoritku, makan siang favoritku, dan makan malam favoritku. Lalu papa juga ada untukku. Papa bisa menjadi guruku dalam pelajaran, guru dalam latihan kemiliteran, guru dalam latihan pedangku, dokter pribadiku, dan tentu saja sebagai seorang ayah untukku. Papa adalah segalanya dan mama selalu mendukung. Tetapi sekarang...
Aku sendirian, itu menyebalkan. Entah kapan Kak Leo sampai di rumah. Aku ingin pergi ke suatu tempat yang menyenangkan. Dan aku tahu dimana itu.
Beruntung sekali papa mau memberikanku sebuah mobil. Sesuai dengan perkataannya, kuncinya ada di laci meja samping tempat tidurku. Kunci ini ditempeli dengan pita jepang berwarna merah dan juga kartu ucapan. Pada zaman sekarang, tulisan tangan memang jarang sehingga di kartu ucapan itu tertulis dengan tinta hasil cetak.
Dear Kelly,
Selamat ulang tahun, Sayang. Papa berharap kamu suka hadiahnya dan... jangan beritahu mama. Jika kau ingin menggunakannya sekarang, papa mohon kembalikan ke tempatnya.
Love,
Papa
Masih misteri mengapa papa menyembunyikan ini dari mama. Masa bodoh, yang penting aku bisa pergi sekarang.
Setelah mandi dan berkemas beberapa keperluan, aku langsung menuruni tangga. Aku menuruni sikap papa dan mama yang tidak suka naik lift karena dianggap lama. Tapi papa lebih suka langsung turun melompat dari beranda kamar ataupun beranda ruang kerjanya. Padahal rumah kami berada di lantai dua. Sempat aku khawatir dengan kondisi papa, tapi yang kudapat hanyalah senyuman. Ketahuilah, keluargaku itu sedikit aneh.
Setelah menuruni tangga, aku bertemu seseorang. Sial, dia adalah bawahan dari mamaku.
“Selamat pagi, Ms. Riicon.” Sapanya dengan ramah.
“Selamat pagi,” balasku dan tersenyum.
“Sepertinya Anda ingin pergi. Mr. Bryant belum kembali.” Katanya.
“Aku tahu, tapi aku ingin ke ruang bawah tanah. Papa menyuruhku ke sana.” Kataku.
“Saya tidak tahu itu.” Kedua alisnya bertaut. Dia curiga terhadapku.
“Sebab kau bekerja di bawah mamaku, walaupun papaku yang kedudukannya tertinggi. Dia lebih suka menyuruh mama atau bawahannya langsung daripada kamu.” Kataku lalu mencoba untuk melewatinya. Tapi dia tetap menghalangiku. Sial, ada apa dengan orang ini?
“Saya akan menemani Anda ke ruang basement.” Katanya.
“Oh ya, kurasa aku juga memerlukan orang untuk menemaniku.” Kataku.
Lalu kami berjalan bersama melewati koridor sampai ke resepsionis kamar pegawai. Seorang wanita resepsionis yang cantik selalu duduk di sana dan selalu berdiri saat aku melewatinya.
“Selamat pagi, Ms. Riicon.” Sapanya dengan ramah.
“Tunggu dulu,” bisikku kepada Thomas dan aku ke resepsionis. “Bisa tolong hubungi semua guruku yang mengajar hari ini, kalau hari ini aku sedang tidak ingin belajar. Biarkan mereka mengomel sesuka mereka, tapi aku tetap tidak ingin belajar.” Kataku sedikit berbisik kepada resepsionis.
“Tapi mengapa? Apakah sudah ada persetujuan dari Mr. Dan Mrs. Riicon?” dia menyangkut pautkan nama kedua orang tuaku.
“Ya, mereka sedang pergi misi. Dan aku disuruh untuk pergi ke tempat Kak Leo berada.” Kataku dengan berbisik dan berharap Thomas tidak mendengarkan.
“Baiklah, saya akan menghubungi mereka.” Kata resepsionis.
“Terima kasih.” Kataku lalu aku berjalan ke basement. Kali ini aku menuruni lift.
Sesuai petunjuk papa, aku ke garasi yang isinya banyak sekali koleksi mobil. Kebanyakan adalah koleksi mobil Paman Denico yang tersimpan di sini. Kata papa, mobil-mobil ini akan dipindah tapi sepertinya belum sempat. Banyak yang harus dilakukan daripada memindah mobil yang masih kinclong itu. Dan di sana terdapat sebuah mobil yang tertutupi oleh kain hitam. Itulah kadoku.
“Kau tahu, ini adalah hari ulang tahunku.” Kataku kepada Thomas. Dia pasti bingung.
“Oh, saya tidak tahu. Selamat ulang tahun, Ms. Riicon.” Katanya.
“Terima kasih. Dan lihat, papa memberikanku sebuah mobil.”
“Apakah Anda berencana untuk pergi menggunakan mobil itu.”
“Tidak. Aku harus menunggu kakakku untuk pergi. Aku hanya ingin mencobanya.”
“Anda bisa mengendarai mobil?”
“Jangan remehkan aku.” Aku berjalan mendekati mobilku.
Dengan semangat, aku menarik kain yang menutupi mobil dengan kuat. Dan wow! Inilah mobil yang diberikan papa sebagai kado ulang tahunku. Melihat bentuk, jenis, dan modelnya, aku menjadi mengerti mengapa papa menyuruhku untuk diam.
Mobil ini bisa dibilang keluaran terbaru dari pabriknya. Ada penambahan khusus pada mesin dan sistem. Mobil ini juga bisa menahan beban lebih dari seratus ton. Modelnya adalah mobil sport. Lalu harganya masih sangat terbilang mahal. Namanya juga keluaran baru dan inovasi baru, orang terkaya di dunia harus mengredit jika ingin membelinya. Aku yakin uang papa yang didapat selama satu bulan tidak cukup membelinya langsung cash. Tapi papa sejak dulu adalah seorang agen utama yang jika tidak ada misi hanya tiduran di rumah—rumah ini. Uangnya yang terkumpul selama hampir tiga dekade pasti digunakan untuk membeli mobil ini. Aku sungguh beruntung.
“Well,” aku sangat senang dan hendak melampiaskannya. Thomas yang melihatnya menjadi bengong tidak percaya. “Aku ingin mencobanya.” Kataku.
“Tolong berhati-hatilah, Anda tahu—“
“Ya, aku tahu. Kecelakaan mobil tidak akan membunuhku.” Kataku sedikit kasar. Aku membenci orang yang lebih mementingkan benda daripada nyawa.
Aku masuk ke dalam mobil dan meletakan tasku di sampingku. Pintu garasi mulai terbuka secara perlahan-lahan dan aku menghidupkan mesin mobil. Setelah itu aku mulai menancapkan gas dengan cepat. Kecepatannya dalam tiga detik sudah bisa mencapai sembilan puluh kilometer per jam. Wow, ini sungguh luar biasa!
Di sekitar rumah terdapat padang rumput yang luas dan cocok untuk mengendarai mobil ini. Dan sepertinya aku sudah berhasil keluar dari zona pengawasan. Maka aku mengambil kesempatan ini untuk pergi dari lingkungan perhutanan Riicon.
Tujuanku adalah pelabuhan kecil di Kalimantan Selatan. Di sana, aku membeli tiket kapal laut jurusan Nusa Tenggara Timur. Tidak lupa mobil baruku kubawa masuk ke dalam kapal. Setelah menaiki kapal dan sampai di sebuah pulau, aku mulai masuk ke dalam sebuah rumah. Di sana ada seorang penjaga yang mengenalku dan memberikanku sebuah kunci kapal motor. Dan penjaga itu kuberikan mobilku untuk dijaga, sedangkan aku akan ke sebuah pulau kecil yang pernah dibeli papa untuk liburan keluarga.
Terdapat dua pulau yang bisa aku tinggali. Pertama adalah pulau milik Kakek Bryant. Selama ini kakek masih tinggal di sana dengan beberapa pelayan rumah. Bibi juga tinggal di sana untuk menemani kakek. Tapi aku tidak sedang ingin ke sana walaupun pintu terbuka lebar untukku, aku ingin ke tempat dimana aku bisa menikmati masa kebebasanku.
Seseorang menyambutku saat aku sudah sampai dan memarkirkan kapal motor di dek. Dia adalah penjaga pulau yang disewa papa. Tentu saja dia juga sudah dipanggil dari rumah tadi kalau aku berkunjung.
“Selamat datang, Non.” Logat Bahasa Indonesianya sangat kental.
“Apakah suasana di sini bagus?” tanyaku.
“Sangat bagus. Anda bisa bermain di pantai atau bahkan berjemur.” Katanya.
“Bisa kau persiapkan tenda dan kursi? Aku ingin berjemur.” Kataku.
“Baik, Non.”
Selain penjaga wanita yang ramah itu, terdapat tukang kebun yang menjaga tumbuhan-tumbuhan di pulau ini tetap asri. Dia selalu berkeliling dan jarang berada di rumah. Sedangkan penjaga wanita itu adalah yang membersihkan rumah dan sebagainya. Dia sedang menyiapkan tenda dan kursi, aku menyusulnya sambil membawa minuman dingin.
“Silahkan.” Katanya.
“Terima kasih.”
“Anda ingin saya oleskan tabir surya?”
“Tidak, aku sudah memakainya tadi. Terima kasih.”
“Kalau begitu, saya akan memasak untuk makan malam. Permisi.”
Dia akhirnya pergi. Dengan begitu aku melepaskan kait bikiniku dan mulai berjemur.
Sinar matahari cukup terik dan membuatku basah. Keringatku sudah banyak yang keluar, tapi aku bisa mendapatkan hasil yang cukup memuaskan. Aku jadi tidak sabar ingin melihat reaksi mama ataupun papa karena anaknya semakin hitam.
Tiba-tiba kurasakan sesuatu. Aku buka kedua mataku dan segera menyingkir. Pantatku terasa sangat sakit karena menjadi tumpuanku jatuh di atas pasir. Tapi apa yang terjadi?
Aku menengok ke arah belakang—dimana aku merasakan sesuatu di sana. Terdapat seseorang dengan sebuah pisau dapur yang sudah siap untuk menusuk tubuhku. Aku beruntung berlatih sejak kecil sehingga pergerakanku tadi seperti reflek. Dan sekarang waktunya untuk lari.
Eh? Mengapa aku harus lari? Itu pertanyaan yang tiba-tiba saja menimpa kepalaku. Well, aku bisa melawan. Tapi kurasa tidak perlu. Sebab aku tidak bersenjata. Sedangkan dia, dia membawa pistol! Gila, siapa dia sebenarnya?
Satu tembakan meluncur. Peluru itu terlalu cepat sampai aku tidak bisa merasakan arahnya. Tapi kakiku yang kugunakan untuk berlari, tidak sengaja menyandung sebuah bongkah kayu di pasir dan aku jatuh. Kayu ini telah menyelamatkanku dari tembakan pertama, keberuntungan yang besar.
Aku bangkit berdiri dan mencoba untuk berlari, tapi aku urungkan karena aku melihat orang itu berdiri sambil menodongkan pistolnya tepat di kepalaku. Ini belum terlambat untuk melarikan diri, bukan? Atau memang sudah terlambat? Aku bingung. Aku belum pernah terjun ke lapangan secara langsung selama ini. Kalau dipikir-pikir, papa melatihku dengan latihan yang ringan. Tidak sampai seperti ini. Rasanya aku ingin menangis.
“Hei!” sebuah suara mengejutkanku. Oh, itu Kak Leo! Dia datang dan berdiri di belakang orang berpistol itu. Saat orang berpistol itu menengok, Kak Leo langsung memutar kepala orang itu sampai aku bisa mendengar retakan tulang. Itu menjijikan.
Orang itu jatuh di kakiku. Aku menjauh karena dia menyentuhku.
“Benarkan bikinimu.” Kata Kak Leo. Aku baru sadar dan wajahku memerah. Sial, aku lupa kalau aku tadi melepaskan kait bikiniku. Pasti dia melihatnya. Aduh! Tidak, tidak!
“Lakukan bukan melamun.” Dia berkata lagi.
“Mesum!” aku melemparinya dengan sebuah batang kayu yang telah menyelamatkanku.
“Terserah kau mau bilang apa. Itu masih kelihatan.”
“Jangan dilihat!”
“Makanya dipakai.”
“Jangan lihat!”
Kak Leo menghela nafasnya dan segera memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat. Mengambil kesempatan itu, aku mengaitkan kembali bikini sehingga dadaku tidak terlihat lagi. Sialan, mengapa harus kakak laki-lakiku yang melihat ini? Tapi orang itu tadi... dia juga melihatnya. Aduh, harga diriku sudah luntur.
“Kelly, mom ingin bicara denganmu.” Kata Kak Leo lagi.
“Mama?”
“Mom ingin bicara denganmu sekarang juga.” Dia berputar dan menatapku.
“Ma-mama di sini?” sial, aku tergagap.
“Tidak. Mom masih di Jerman. Jika kamu nekat pergi lagi, mom dan dad pasti akan yang menjemputmu langsung.”
Kak Leo terlihat dingin. Dia marah, benar, dia sedang marah kepadaku. Aku menjadi ingin bersembunyi saja. Semuanya terlihat sangat menakutkan jika semuanya sedang marah.
“Ini.” Kak Leo mengulurkanku sebuah ponsel yang sudah terhubung dengan panggilan. Ada tulisan ‘Mom’ di dalamnya. Aku harus menghadapi bentakan mama.
“Halo.” Suaraku pelan sekali. Kuharap mama bisa mendengarnya.
“Halo! Kelly? Suaramu pelan, mama tidak bisa mendengarnya.” Itu suara mama yang khawatir.
“Iya, ini Kelly, Ma.”
“Syukurlah. Kamu tidak apa-apa kan? Mama sangat khawatir setelah mendengar kamu pergi sendirian.”
“Ma, Kelly baik-baik saja. Ada Kak Leo.” Kataku. Aku menjadi merasa bersalah.
“Kau harus menurutinya dan mengikutinya untuk sekarang. Oh Kelly, kalau saja kakakmu tidak menyadari kepergianmu, papamu pasti sudah langsung berenang ke sana. Kau tahu papamu sedang sangat sibuk, apalagi ada rapat penting saat mendengar kamu pergi. Seharusnya kamu jangan pergi sendiri, mama sudah bilang untuk menunggu kakakmu. Mama tahu kamu sudah bebas sekarang, tapi tolong”—mama memohon—“ini bukan demi apapun kecuali keselamatanmu, Sayang. Papa dan mama sangat menyayangimu, tolong jangan nekat pergi sendiri.”
“Ma, mengapa Kelly dikejar?” tanyaku.
“Oh Sayang, itu sedikit rumit untuk diceritakan. Mama akan menceritakannya kepadamu nanti jika kita sudah bertemu, oke.”
“Papa?”
“Papamu sekarang sudah bisa tenang karena kakakmu sudah bersamamu. Ini sebenarnya masalah perusahaan yang secara tidak sengaja melibatkanmu. Mama akan menceritakannya nanti, waktunya sudah habis.”
“Ma, tunggu... Ma?” benar waktunya sudah habis. Komunikasi lewat jalur satelit itu terbatas, mengapa harus menggunakannya sih?
“Waktunya sudah habis.” Kata Kak Leo sambil mengambil ponselnya dari tanganku.
“Mengapa harus memakainya?”
Kak Leo mendesah. “Kau ingin menjadi agen utama, bukan? Jika ingin berkomunikasi harus secara singkat dengan waktu tertentu. Kita memiliki satelit untuk berkomunikasi secara bebas tapi terbatas. Jika menggunakan kartu SIM, mereka bisa melacak. Terlebih nyawamu sedang terancam. Kita harus pergi dari sini sekarang.”
“Pergi ke Jerman?”
“Tidak. Itu terlalu jauh. Di dalam perjalanan aku tidak bisa sepenuhnya melindungimu. Transportasi akhir-akhir ini mengerikan.” Katanya.
“Pulang?”
“Tidak. Itu beresiko jika mereka sudah mempersiapkan diri di sana. Kata mom di sana banyak pohon yang mudah terbakar.”
Apa hubungannya?
“Ke tempat kakek?” tanyaku sambil melirik ke pulau sebelah.
“Bibi tidak ada di sana dan kita tidak boleh datang ke sana dan membawa bencana.” Suaranya tegas.
“Lalu kemana?”
“Ke Jawa.”
“Tunggu, mengapa ke sana?”
“Tempat yang tidak diduga, kan? Kau tidak punya hubungan di sana, tapi aku punya. Mom menyetujuinya jika aku membawamu ke sana. Mom akan menjemput kita dua hari ke depan.” Kak Leo menyeringai, itu mencurigakan.
“Sekarang kemasi barangmu, kita pergi sore ini juga.”
Aku harus menaatinya. Itu sungguh memaksa dan aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mama tidak marah kepadaku tapi sangat khawatir. Sungguh tidak menyenangkan. Apalagi papa. Itu mengerikan, sangat. Tidak bisa kubayangkan diriku saat berhadapan dengan papa setelah ini.
Terpaksa aku meninggalkan makan malam yang sedang disiapkan untukku. Untuk meminta maaf, aku datang ke dapur untuk mengatakannya. Tetapi yang aku lihat adalah darah berceceran dimana-mana. Aku berteriak secara sepontan karena sangat terkejut. Tubuhku lemas dan ambruk. Pantatku lagi-lagi merasa sakit.
“Kelly?!” Kak Leo datang dari belakang tubuhku. Dia menarik tubuhku untuk berdiri.
“Mengapa?” suaraku sangat lemah.
“Mom dan dad sedang mengurus ini. Kita hanya harus pergi dari sini.” Katanya.
“Mereka tidak ada hubungannya.” Kataku sambil menangis.
“Kelly, tempat ini tidak aman. Kita harus segera pergi dari sini.”
“Kak, mengapa?” aku menahan tubuhku dan meminta penjelasan. Aku tidak peduli lagi dengan bahaya yang sedang mengancam. Aku hanya ingin jawaban mengapa orang-orang yang tidak urusannya denganku bisa sampai seperti ini.
“Kelly, kita adalah bahaya dunia. Dunia luar terlalu berat untukmu yang belum matang.” Itu teka-teki yang membuatku kesal.
“Sekarang kita harus pergi dari sini, aku tidak ingin ketinggalan pesawat nantinya.” Kak Leo menarik tanganku keluar.
“Mama bilang, urusan perusahaan.”
“Mungkin ada sangkut pautnya dengan itu. Akan kuceritakan nanti jika sudah aman.”
Aku menurutinya, seperti kata mama. Di dek, terdapat empat kapal motor. Aku membawa satu dan kakakku pasti juga. Lalu yang dua? Sial, pasti tidak satu orang.
Karena ketakutan, aku mencengkeram lengan kakakku. Dia merasakannya dan mulai berjalan lebih cepat. Dia menarik salah satu kapal motor dan menyuruhku untuk naik terlebih dulu. Kemudian dia menyusulku dan meninggalkan pulau ini.
“Ada berapa?” tanyaku. Wajahku sudah kubenamkan di punggungnya.
“Empat orang.” Jawabnya.
“Dimana mereka?”
“Sudah mati.”
Ah, pasti sudah dibunuhnya.
“Apakah masih ada lagi?” itu pertanyaan bodoh.
“Tentu saja.” Suaranya lemah. Ini menjadi lebih menakutkan. Aku memeluk tubuh kakakku lebih erat lagi.
Sampai di pulau dimana aku menitipkan mobilku, Kak Leo menarikku langsung menemui seseorang. Dia adalah seorang laki-laki berjas hitam dan berkaca mata hitam. Mencurigakan.
“Kelly, jangan jauh-jauh dariku.” Kata Kak Leo.
“Tapi aku harus mengambil mobilku.” Kataku.
“Mobil? Benda itu sudah hancur.” Kak Leo mengatakannya dengan dingin.
“Apa? Bagaimana? Aku ingin melihatnya langsung.” Aku melangkahkan kakiku tapi kakakku memegangi lenganku. Aku mengelak.
“Kelly, itu hanyalah mobil. Mungkin benda itu sudah tidak aman sekarang.”
“Kak, itu hadiah dari papa. Itu baru saja.”
“Nyawamu itu lebih berharga daripada mobil. Dad juga tidak akan keberatan akan itu.”
“Itu namanya tidak menghargai kerja keras orang tua!” Aku sedikit membentaknya.
“Kelly! Apakah kau ingin dad langsung turun tangan kemari?” Kak Leo gantian membentakku. Jika papa sampai turun tangan karena aku sedikit mengeyel, itu akan menjadi masalah yang besar.
“Sekarang ikut aku.” Melihat aku sudah mulai mengalah—aku belum kalah—Kak Leo menarikku ke orang berjas hitam itu.
Kakak sepertinya sudah mengenal orang itu. Dilihat dari percakapannya yang hangat di antara mereka berdua. Lalu kakak membawaku masuk ke dalam sebuah mobil yang katanya akan mengantarkan kami ke bandara. Katanya transportasi itu mengerikan.
Aku ternyata salah setelah melihat sendiri bagaimana pesawatnya. Itu pesawat pribadi, tapi bukan dari perusahaan papa. Aku tahu itu adalah pesawat dari perusahaan lain yang kudengar milik papa angkat Kak Leo. Kubocorkan sedikit bahwa hubungan papa dengan Kak Leo kurang baik. Alasannya cukup panjang dan terjadi jauh sebelum aku lahir. Tapi Kak Leo selalu berkata tidak apa-apa selama mama baik-baik saja bersama papa. Dalam pikiranku, kakak sangat sayang kepada mama dan tidak menginginkan mama sedih karena papa lagi. Mungkin Kak Leo akan membunuh papa jika itu terjadi. Hubungan mereka itu sangat sulit.
Itu urusan mereka, bukan berarti aku tidak peduli, tapi aku kasihan juga. Kak Leo selalu menerima apapun dengan sedikit berat hati. Tapi dia bukanlah orang yang keras kepala. Kak Leo selalu memikirkan perasaan orang lain. Menurutku itu karena sejak kecil dia selalu memikirkan perasaan mama yang kesepian.
Kak Leo itu orangnya baik. Nyatanya dia mau menerima keberadaanku yang tiba-tiba saja muncul. Dan dia juga sayang kepadaku. Itu bisa dilihat keseharian kami di rumah saat belajar bersama. Walaupun dia menyebalkan kadang karena sering menjailiku, dia adalah sosok kakak yang baik. Aku juga menyayanginya.
Pesawat akhirnya mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Di bandara internasional ini? Aku bingung. Oh ya, Kak Leo berkata bahwa kami akan ke Jawa. Kemana tepatnya?
“Tidak kusangka Anda langsung menjemput kami kemari.” Kata Kak Leo tiba-tiba setelah berlari dan menarikku menghampiri seorang laki-laki muda.
“Ini darurat, bukan?” laki-laki berkata dengan ramah kepada kakak. Lalu dia menatapku.
“Apakah kau Kelly? Kau mirip dengan papamu.” Katanya.
“Kelly, dia adalah Jeremy Brown, teman mom.” Kata kakak mengenalkan orang itu.
Jadi dia yang namanya Jeremy. Aku tidak begitu menyukai orang itu walaupun baru mengenalnya, tapi aku sudah tahu bagaimana papa angkat Kak Leo.
“Paman, saya Kelly.” Kataku dengan sopan dan mengulurkan tangan.
“Oh, suaramu seperti suara ibumu. Memang seharusnya papamu tidak menurunkan segalanya untukmu.” Katanya sambil menyalamiku. Dia tersenyum dan menyukaiku.
“Banyak yang bilang seperti itu, tapi kami jelas berbeda.” Kataku.
“Ya, hanya beberapa saja.” Katanya.
“Pa, apakah mom meneleponmu?” tanya Kak Leo memotong.
“Ya, tidak lama. Akan kuceritakan nanti, masuklah ke dalam mobil.”
“Kelly, ayo.” Kak Leo menarikku lagi masuk ke dalam mobil.
Laki-laki bernama Jeremy Brown membawa mobil sendiri. Cukup aneh untuk seorang CEO perusahaan telekomunikasi apalagi ke bandara. Dia seperti seorang supir saja.
“Keamanan menjadi dua kali lebih diperketat.” Laki-laki itu mulai angkat bicara.
“Hanya perusahaan keluarga?” tanya Kak Leo.
“Ya, mereka belum mengetahui yang sebenarnya. Bryant memang hebat menyembunyikan segalanya.” Jawab Jeremy. Matanya melirikku lewat cermin dalam mobil.
“Itu bagus, untuk sementara.”
“Tenanglah, Leo. Mike sudah mengatasi hal itu.” Nama pamanku dibawa-bawa. Aku tidak mengerti.
“Apakah hanya itu?”
“Ini masalah perusahaan Riicon saja.”
“Dan Anda dengan senang hati membantu.”
“Permintaan dari seorang teman.”
“Anda seharusnya langsung menikahi mom daripada laki-laki itu.” Pembicaraan ini mengarah ke masa lalu. Aku tidak tahu bagaimana tepatnya cerita cinta segitiga antara papa, mama, dan laki-laki itu. Tapi pembicaraan ini akan menuntunku untuk mengetahuinya secara jelas.
“Kaleo, kau tahu sendiri—“
“Persetan dengan misi itu.” Kak Leo memotongnya. Baiklah, karena ada aku cerita dibatalkan oleh mereka.
“Tapi setidaknya dia bahagia sekarang.” Kata Jeremy, dia tersenyum.
“Ya, mom memang bahagia sekarang. Tapi masih dicurigakan ke depannya.”
“Kau harus banyak membaca, Leo.”
“Aku benci membaca.”
“Karena itu kau tidak mengerti.”
“Ah... kenyataan itulah yang aku lihat.”
“Kau salah paham.”
“Tidak, itu yang kupahami.”
“Jangan keras kepala.”
“Kak Leo memang keras kepala, seperti mama.” Selaku karena tidak nyaman dengan perbincangan mereka. Aku tidak suka cara mereka mengobrol di depanku apalagi tentang mama.
“Jangan ikut campur.” Kak Leo memperingatiku, seperti anak kecil.
Aku memandang keluar jendela mobil. Menyebalkan! Mereka membicarakan mama lagi. Kalau papa tahu pasti sangat marah. Lagipula Jeremy tidak pantas untuk mendampingi mamaku. Mama sangat cocok dengan papa.
Setelah beberapa menit berlangsung, aku merasa kembali ke rumahku sendiri karena melewati hutan. Apakah semua pengusaha kaya selalu tinggal di tengah hutan? Itu perlu dipertanyakan mengapa mereka tidak ingin berbaur dengan orang. Atau ada sesuatu yang disembunyikan, seperti papa. Ternyata dunia itu seperti ini.
Setelah pohon-pohon, aku melihat lapangan rumput yang luas. Itu seperti... lapangan golf. Wow, luar biasa. Papa saja tidak memiliki lapangan golf—kalaupun punya untuk apa? Aku bisa melihat danaunya dari jalan ini. Airnya yang bening memantulkan cahaya senja. Dari barat matahari menyinari pemandangan di depanku. Ini luar biasa indahnya seperti di rumah.

Lalu kemana tujuan sebenarnya?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menonton Urutan Danganronpa Anime Series dengan Benar

Halo minna-san tachi… Di sini aku mau bahas anime yang aku tonton baru-baru ini. Sebenarnya memang sudah lama keluar tapi aku mengurungkan niat tidak menonton karena awal dari animenya membingungkan. Tapi, saat menontonnya lagi dengan cara yang benar, akhirnya aku paham alur ceritanya dan menarik perhatianku. Danganronpa 2 the animation, yang diambil dari serial game dan light novel, adalah anime keluaran tahun sekitar 2014. Itu adalah anime season 1 yang entah bagaimana ditulis 2. Aku ingat pertama kali menonton anime ini saat aku masih SMA dan aku langsung suka dengan animenya karena menurutku konflik yang diberikan cukup unik dan menantang. Bagaimana tidak? Kau terkurung di sebuah sekolah dan disuruh untuk membunuh teman-temanmu agar kau bisa lulus? Otak dalang ini emang gila bagi yang merasa kalian normal, namun di sinilah sisi menariknya. Anime ini memberikan kesan misteri yang perlu dipecahkan secara perlahan-lahan. Tidak hanya kasus pembunuhan yang terjadi, namun juga

Terkesan dengan Kata-kata

Yosh... aku mulai sekarang... (pembaca bingung?) well, akhir-akhir ini aku lebih sering nonton film, ngetik, baca, ngetik, dengerin musik sambil ngetik, dan yang paling parah adalah aku selalu ngimpiin hal yang aneh saat aku tidur. tapi apa manfaatnya? jawabnya adalah BANYAK! semuanya jika dikumpulkan jadi satu, um... jadi sebuah cerita yang indah dan tidak pernah ada.... semuanya itu sungguh luar biasa. aku selalu mendapatkan inspirasi dari satu kalimat atau lebih yang terdiri dari kata-kata yang indah. biasanya hal yang berbau romantis atau hal yang tidak pernah kudengar sebelumnya. contoh  : "Aku tahu kamu sudah memiliki seorang pangeran, tapi apakah kamu tidak memerlukan seorang kesatria?" -kutipan dari novel Vampire Diaries The Return: Midnight, Damon Salvatore to Elena Gilbert- katanya sih, dia ngomong gitu karena kisah tentang seorang ratu yang egois mencintai dua orang sekaligus, yaitu rajanya dan kesatrianya. bisa diartikan (jika kalian tahu cerita Vampire Diarie

Daftar Pemenang Festival Film Bandung

Kategori Film Terpuji 1. TANAH SURGA KATANYA 2. HABIBIE & AINUN 3. GENDING SRIWIJAYA 4. 9 SUMMERS 10 AUTUMS 5. 5 CM   ( Winner ) Kategori Pemeran Utama Pria Terpuji 1. Vino G. Bastian dalam MADRE 2. Agus Kuncoro dalam GENDING SRIWIJAYA 3.  Reza Rahadian  dalam HABIBIE & AINUN   ( Winner ) 4. Tio Pakusadewo dalam RAYYA CAHAYA DI ATAS CAHAYA 5. Adipati Dolken dalam SANG MARTIR Kategori Pemeran Utama Wanita Terpuji 1.  Julia Perez  dalam GENDING SRIWIJAYA  ( Winner ) 2.  Bunga Citra Lestari  dalam HABIBIE & AINUN 3. Lana Nitibaskara dalam AMBILKAN BULAN 4.  Acha Septriasa  dalam TEST PACK  ( Winner ) 5. Laura Basuki dalam MADRE 6. Agni Prastistha dalam CINTA TAPI BEDA Kategori Pemeran Pembantu Pria Terpuji 1. Igor Saykoji dalam 5CM 2. Fuad Idris dalam TANAH SURGA KATANYA 3. Alex Komang dalam  9 SUMMERS 10 AUTUMNS  ( Winner ) 4. Mathias Muchus dalam GENDING SRIWIJAYA 5.  Reza Rahadian  dalam PERAHU KERTAS Kategori Pemeran Pembantu Wanita Terpuji