Langsung ke konten utama

Bag 1.5

Cahaya putih yang sangat terang mengganggu pandanganku setelah kubuka kedua mataku, aku menutup kedua mataku lalu membukanya lagi. Cahaya itu sedikit menggangguku tapi tidak separah seperti sebelumnya. Kulihat kesekitarku, rasanya tempat ini asing bagiku. Tidak ada sebuah pigura foto di atas meja kecil samping tempat tidurku, tapi terdapat vas bunga dan ada bunga juga di dalamnya. Bunganya benar-benar cantik.
Seperti biasa, setelah beberapa detik pandanganku mulai membaik. Di tempat ini tidak ada orang lain selain aku yang terbaring di tempat tidur. Kedua mataku terus menggeledah ke sekitar ruangan sedangkan tubuhku masih lemas di tempat tidur. Semuanya yang ada serba putih. Apakah aku berada di rumah sakit? Tidak ada selang infus di tangan kanan maupun tangan kiriku, tapi ada alat pendeteksi detak jantung. Kulihat alat itu mengeluarkan garis-garis zig-zag yang tak beraturan, tandanya jantungku baik-baik saja.
Kemudian aku mencoba untuk duduk. Tiba-tiba kepalaku terasa sangat pusing sekali maka aku kembali tiduran di tempat tidur. Rasa sakit itu secara perlahan memudar lalu menghilang. Aku mengerti maksudnya ini, aku harus tiduran dan beristirahat sampai aku benar-benar pulih. Menjadi orang berbeda jika kondisi memang tidak memungkinkan untuk bergerak bebas pasti ada tanda-tanda dari dalam tubuh untuk menyuruhmu untuk kembali tidur. Tapi ini bukan waktunya untuk tidur.
Disaat seperti ini, tangan kananku tidak di pasang infus karena itu hal yang percuma. Infus tidak mempan terhadap diriku. Cairan infus itu untuk manusia biasa, bukan aku. Selain berbeda dalam kekuatan, antara orang berbeda dan manusia biasa juga berbeda dalam kasus medis. Itulah mengapa Calvin berkata bahwa dirinya tidak nyaman jika setiap hari harus meminum obat khusus. Ini memang ada efek samping jika kami tidak banyak melakukan aktivitas berat. Misalnya Calvin dalam pekerjaannya melakukan misi lapangan. Karena pekerjaannya sekarang adalah menjagaku yang nyatanya diriku dalam kondisi sehat-sehat saja, maka dia sering sakit perut atau merasakan hal mengganjal lainnya. Katanya dia juga sering geregetan.
Ada yang membuka pintu ruangan dan Calvin masuk. Dia merasakan pergerakanku saat hendak bangun tadi, makanya sekarang dia masuk. Seperti dokter saja, dirinya langsung mengecek detak jantungku dan memeriksaku lebih lanjut. Dalam urusan ini, Calvin memang bisa disebut sebagai seorang dokter karena kemampuannya dan pengalamannya tentang tubuh orang yang berbeda. Selain itu, kudengar dia juga sarjana S2 yang mengambil ilmu kedokteran.
“Jantungmu normal dalam tiga jam ini,” katanya. “semua sarafmu tidak ada yang rusak.”
“Separah itukah aku?” tanyaku. Aku ingin tahu apa maksudnya. Mike tidak pernah berkata seperti itu kepadaku setelah aku sadar.
Dia duduk di kursi dan menatapku. “Kau tahu apa yang terjadi padamu, bukan?” aku bingung mengapa dirinya tiba-tiba membalasku dengan bertanya.
Aku mengangguk dan menjawab, “Aku melepaskan tekanan tanpa sadar.” Jawabku.
“Lalu?” tanyanya lebih lanjut.
“Apa maksudmu?” balasku bertanya sekalian menambahkan sedikit.
“Hanya memastikan ingatanmu. Aku benar-benar terkejut mengetahui kondisimu yang seratus persen baik-baik saja setelah mengeluarkan tekanan itu. Biasanya ada efek sampingnya.” Katanya lalu tersenyum, takjub.
“Michael tidak pernah mengatakan itu padaku.”
“Benarkah?” tampak dirinya sedikit terkejut. “rasanya aku mulai mengerti dalam situasi ini. Pengontrolan dan fokusmu benar-benar baik. Ah, aku ingat Mike mengirimiku tentang data-datamu.” Dia mengeluarkan ponselnya dan mencari sesuatu yang ada di dalamnya.
Aku bangkit duduk dan juga penasaran dengan apa yang dimaksudkan dirinya. Kepalaku memang terasa sakit tapi rasa penasaranku ini tidak dapat kutahan lagi.
“Kau tidak keberatan jika kubacakan tentang kondisi fisik dan segi kekuatanmu, bukan?” tanyanya meminta ijin.
“Silahkan saja, aku juga ingin tahu.” Jawabku yang merasa diriku ini benar-benar payah karena tidak tahu bagaimana kondisi fisik serta kekuatanku sendiri. Kulihat dirinya juga sedikit terkejut setelah mendengar jawabanku. Aku tidak peduli dengannya dan yang kuinginkan itu isi dari ponsel itu.
“Dalam kategori fisik, pertahananmu sebenarnya baik tapi harus perlu dilatih agar bisa lebih sempurna. Akibatnya kau tidak sadarkan diri seperti tadi. Lalu dari segi kekuatanmu… pengontrolan, fokus, kecepatan, dan ketepatanmu sempurna. Rasanya kau lebih kuat dariku.” Katanya.
“Bukannya ada ada sepuluh segi kekuatan?” tanyaku kepadanya mengoreksi dari perkataannya. Mike pernah berkata kepadaku bahwa Calvin memiliki tujuh segi kekuatan yang sempurna. Dia terlalu rendah hati.
Dari sepuluh segi kekuatan atau skill yang sudah ditemukan oleh Mike dan dirinya sendiri yang menyimpulkannya. Pertama adalah skill kecepatan yang melibatkan kecepatan pergerakan tubuh dan mata, misalnya berlari lebih cepat dari pada manusia normal.
Kedua adalah skill kekuatan dalam, ini memang mirip dengan kondisi fisik dalam pertahanan tapi bedanya adalah ini mengeluarkan kekuatan dalam diri, misalnya diriku ini yang awet muda.
Ketiga adalah skill ketepatan, hampir sama dengan fokus tapi ini yang dapat dilihat dengan panca penglihatan. Misalnya menembak sesuatu dan selalu tepat sasaran, melemparkan sesuatu yang juga tepat sasaran.
Keempat adalah skill deteksi. Dengan kekuatan ini, aku bisa diumpakan sebagai radar. Aku bisa mendeteksi sekitarku dalam jarak tertentu dan aku tahu apa yang terjadi di sekitarku. Misalnya Calvin yang selalu dengan mudah menemukanku yang selalu bersembunyi darinya di kerumunan swalayan.
Kelima adalah skill fokus. Ini memerlukan segi deteksi untuk melakukannya. Biasanya kalau deteksi sempurna dan juga fokus juga, biasanya akan tahu pergerakan yang akan berubah dengan kecepatan tertentu.
Keenam adalah skill kepintaran. Aku sempat terkejut kakak menerangkan ini kepadaku pada waktu itu. Katanya IQ-nya sendiri lebih dari seratus lima puluh, sedangkan milik Calvin hampir mendekati dirinya tapi Calvin sendiri yang suka sekali membuat dirinya sendiri terlihat seperti orang bodoh. Kalau diriku pastinya di bawah seratus tiga puluh, mungkin.
Ketujuh adalah skill penyamaran. Yang satu ini aku memang sedikit bingung karena membingungkan. Kata kakak, skill ini bisa dibilang sebuah act. Aku juga bisa melihat dari sikap tertutup Mike maupun Calvin yang diam-diam ternyata mematikan. Selain beracting bodoh mereka yang sempurna itu, skill ini sering dikeluarkan tanpa seketahuan orang lain. Misalnya Calvin yang biasanya ceroboh itu ternyata orangnya benar-benar berhati-hati.
Kedelapan adalah skill tekanan. Skill ini adalah skill terkuat yang pernah ada. Dari dalam otak mengeluarkan gelombang sekuat radioaktif untuk menghancurkan sesuatu. Skill ini memang terkuat tapi ini juga efeknya yang juga paling parah. Misalnya aku setelah mengeluarkannya dan menghancurkan bunga mawar itu, aku langsung tidak sadarkan diri. Skill ini memerlukan skill fokus yang tinggi.
Kesembilan adalah skill pengontrolan. Dalam skill ini menunjukan segala skill yang harus dikontrol apalagi emosi. Kedelapan skill bisa lepas kendali jika tidak bisa mengontrolnya dengan baik.
Yang terakhir atau yang kesepuluh adalah skill bakat masing-masing. Ini bakat yang dimiliki semua manusia namun bagi orang yang berbeda adalah bakat yang lebih hebat dari itu. Misalnya kakakku yang dapat menghancurkan barang-barang elektronik dalam tatapannya atau deteksinya tanpa mengeluarkan skill tekanannya. Katanya Calvin juga memilikinya tapi dia tidak memberitahuku apa itu.
Dari semua skill yang ada, seperti apa yang dikatakan Calvin baru saja aku menguasai dengan sempurna empat skill secara acak. Sedangkan Calvin mengusai skill kecepatan, kekuatan dalam, ketepatan, deteksi, kepintaran, penyamaran, dan yang satunya diantara pemfokusan, pengontrolan, tekanan, dan skill bakat. Tidak semuanya dapat mengendalikan skill bakat itu. Semuanya perlu dilatih.
“Memang, tapi coba bayangkan. Dari sembilan orang yang ada, hanya kaulah yang memiliki pengontrolan yang sempurna. Aku yakin jika kau dilatih lagi, pasti kau tidak akan seperti ini lagi.” Kata Calvin menjawab rasa penasaranku dengan senang
“Apa maksudmu dari semua perkataanmu baru saja? Dari sembilan orang? Pengontrolan terbaik?” tanyaku penasaran dan juga sedikit curiga.
Dia diam sebentar menatapku, bukan menatapku tapi sedikit berkonsentrasi tentang sesuatu. Tidak lama kemudian dia mulai berkata, “Ada organisasi kecil yang dibuat oleh kakakmu. Anggotanya ada delapan, dan sebenarnya kau juga terlibat. Tapi karena mendapat pemberitahuan bahwa kau hamil dan kau juga ingin meninggalkan dunia yang kau sebut suram itu, Mike membiarkanmu dan terus mengurus organisasi kecil ini. Anggotanya adalah orang-orang yang berbeda yang ditemukan oleh Mike di penjuru dunia. Jika ditotal ada sembilan orang. Tapi, setelah kelahiran kedua anakmu, jumlahnya bertambah menjadi sebelas orang. Sebagai peringatan saja, anak-anakmu juga dalam bahaya. Tidak saat ini tapi entah kapan.” Dia berkata sedikit berbisik. Aku tidak mengerti maksud dari perkataannya yang terakhir.
“Calvin, aku tidak mengerti apa maksudmu yang terakhir.” Kataku.
“Kau tidak tahu siapa yang membuat kami berdelapan. Kau orang yang beruntung yang belum masuk ke dalam daftar orang itu—orang yang menciptakan kami. Tapi, bukannya dia akan lebih tertarik jika orang-orang aneh ciptaannya itu memiliki anak yang dilahirkan dan memiliki sesuatu yang lebih hebat dari ciptaannya? Suatu saat anak-anakmu menjadi sasarannya.”
“Siapa orang itu, Calvin?” tanyaku.
“Dari keluargamu. Sepupu dari papamu. Ayahnya yang membuat perusahaan dan juga organisasi rahasia yang kau pimpin sekarang.”
“Dimana dirinya?”
“…”
Calvin tidak menjawabku dan dirinya diam sambil tersenyum. Aku mencoba membaca apa maksudnya dan akhirnya tiba juga. Kevin dan Vania membuka pintu lalu masuk. Kedua anakku, dalam bahaya.
“Bagaimana keadaanmu, Mom?” tanya langsung Kevin sedikit cemas.
“Dia baik-baik saja, Mr. Bryant.” Kata Calvin untuk mewakiliku. “Jam sembilan nanti kurasa kita bisa pergi.”
“Pergi kemana?” tanyaku langsung.
Tiba-tiba semuanya menatapku. Kulihat satu-persatu dari mereka. Semuanya tampak kebingungan kecuali Calvin yang tampak khawatir. Dirinya khawatir kalau memoriku bermasalah.
“Ke Alaska, benar?” tebakku sedikit takut.
“Tentu, memangnya kau ingin kemana lagi?” tanya Calvin sedikit memberikan nada bercanda dan itu tidak lucu.
“Bukannya aku bilang bahwa kita akan berangkat besok?” protesku.
“Mom, tenang dahulu.” Kata Kevin yang siap untuk menerangkannya. “Menurut laporan cuaca, besok tidak disarankan ada penerbangan kemana saja dari daerah sub tropis utara  dan kebalikannya karena cuaca buruk. Ingat cuaca tahun kemarin bagaimana mengerikannya?”
“Jangan bahas itu lagi.” Kataku tidak mau mengingat itu lagi. Dia langsung menutup mulutnya rapat-rapat. “Bagaimana dengan persiapan?” tanyaku yang mirip seperti menuduh kalau mereka belum mempersiapkan segalanya.
Kini Vania yang angkat bicara. “Mr. Riicon sudah mempersiapkan segalanya dengan sempurna, Mom. Hanya tinggal menunggu Mom sadar dan pergi saja.” Katanya dengan nada sweetnya.
“Bagaimana dengan kalian berdua?” tanyaku kepada kedua anakku. Mereka berdua saling lirik dan aku tahu apa jawaban mereka.
“Kami belum, Mom. Tapi kami bisa mela—“
“Sekarang!” Perintahku. Dengan cepat mereka berpamitan untuk kembali pulang untuk mempersiapkan barang-barang mereka. Dilihat dari mereka berdua yang ceroboh mirip dengan ayah mereka, aku sedikit geli melihatnya. Mungkin ayah mereka juga sama reaksinya denganku.
“Kau berlebihan menyuruh mereka yang sedang khawatir denganmu. Padahal aku sudah menyuruh pelayan rumah untuk mempersiapkan segalanya tentang barang-barangmu dan anak-anakmu.” Kata Calvin setelah itu.
Aku menatapnya. “Aku mengajari anak-anakku untuk mandiri, aku tidak pernah menyuruh orang lain untuk mengurus mereka kecuali diriku sendiri.” Balasku.
“Tapi kau tidak melihat kondisi dan situasi. Mereka khawatir kepadamu.” Katanya.
“Setidaknya mereka sudah melihatku bahwa aku baik-baik saja.” Balasku tidak mau kalah dengannya.
“Itu aku yang bilang, tapi aku yakin kau masih merasakan sakit kepala saat ini.” Katanya mengingatkanku tentang sakit kepalaku yang kurasakan tadi. Tapi sekarang aku tidak merasakannya.
“Sekarang tidak sakit.” Kataku.
“Obatnya bekerja sangat cepat.” Kata Calvin memberitahuku.
Ini membuatku bingung. “Obat apa?”
Dia mengeluarkan sebuah suntikan dari kantong jaketnya. Suntikan itu kosong dan kelihatan sekali kalau itu baru saja selesai digunakan. Dia tersenyum sambil menunjukan suntikan itu kepadaku.
“Kapan kau berikan itu kepadaku?” Tiba-tiba aku merasakan ngeri. Suntikan? Oh tidak! Aku tidak menyukai benda itu.
“Saat aku bercerita dan kau sangat serius mendengarnya.” Jawabnya lalu membuang suntikan itu ke tempat sampah.
“Berarti kau berbohong kepadaku tentang orang itu dan juga mengapa suntikan itu tadi kau simpan?” tanyaku masih merasa ngeri.
“Soal cerita itu benar, aku tidak berbohong kepadamu.” Jawabnya sambil mengacungkan dua jarinya. “Soal suntikan itu untuk bukti kalau aku sudah menyuntikan obat kepadamu.”
“Dosis setiap orang itu berbeda.”
“Tapi kita sama, bukan. Lagipula waktu kita diserang di pantai dua puluh tiga tahun yang lalu, obatnya juga cocok di tubuhmu.” Katanya beralasan sampai-sampai masa lalu diungkapkan oleh dirinya.
Aku menghela nafasku karena teringat masa itu. Disaat itu terjadi jauh sebelum aku hamil. Mengingat masa itu juga aku tidak merasakan sakit hati seperti biasanya, melainkan rasa geli karena aku ingat pernah memukul Calvin dengan dongkrak mobil. Kejadian itu kulakukan karena juga dirinya sendiri yang seperti zombie, wajahnya babak belur dan berdarah-darah, tentunya aku langsung terkejut lalu memukulnya dengan dongkrak. Aku menahan tawaku karena itu.
Calvin melihatku yang menahan tawa geliku. Wajahnya penuh pertanyaan mengapa diriku tiba-tiba merasa geli seperti ini. Mungkin dirinya sadar kalau aku mentertawakan dirinya.
“Apa yang kau tertawakan?” tanyanya kepadaku. Nadanya penuh nada penasaran dan juga sedikit tersinggung.
Aku menunjuknya dengan jari telunjukku. “Kau hutang satu lengan kananmu kepadaku karena menghancurkan jipku.” Kataku dengan nada menuduh-nuduh seperti anak kecil.
Kedua matanya melebar mendengar tuduhanku. “Kau bilang tidak perlu menggantinya dengan apapun.” Balasnya.
“Kau lupa dengan perkataanku sebelumnya.” kataku sambil menarik tanganku kembali.
Aku tidak mendengar balasan darinya tetapi aku melihat senyuman darinya. Senyuman itu, rasanya mengandung sesuatu seperti puas akan sesuatu. Aku langsung sadar akan itu, dia telah memancingku. Sial! Aku benar-benar bodoh mengikuti arus pembicaraannya. Ini namanya rahasia besar terungkap. Akhirnya dia tahu bahwa aku sudah mengingat masa laluku dengannya. Ini membuatku merasa bodoh sekali. Percuma menarik itu semuanya.
“Jangan beritahu semua orang.” Kataku pelan kepadanya.
“Mengapa?” tanyanya perlahan.
“Berbahaya, masalahku akan menjadi rumit.” Jawabku. Aku menundukan kepalaku.
“Kau yang membuat masalahmu menjadi rumit, Al. Jika kau benar-benar ingin merubah segalanya aku yakin semuanya akan membaik.” Kata Calvin menyarankanku.
“Kau tidak tahu tentang—“
“Tentu saja aku tahu betul bagaimana perasaanmu. Jangan berkata bahwa aku tidak memiliki perasaan…”
Setelah itu aku tidak mendengarkan apa yang dia bicarakan kepadaku. Karena aku tidak mau mendengarnya. Percuma mendengarkan orang yang banyak bicara seperti dirinya, intinya hanyalah berputar-putar baling-baling bambu milik Doraemon. Lima detik kemudian dia berhenti berbicara, dia sadar kalau aku tidak mendengarkan dirinya. Kelihatannya dia kesal karena aku tidak mau mendengarkannya. Masa bodoh.
Sekitar pukul delapan malam, anak-anakku sampai di rumah sakit. Setelah terjadi kebisuan yang sangat lama, akhirnya Calvin angkat bicara kembali. Katanya dia akan mengurus tentang transportasi yang akan dinaiki. Akan menyenangkan kalau menaiki mobil saja yang bisa memakan waktu satu hari tanpa berhenti. Tapi ternyata, naik pesawat terbang. Sejujurnya dan ini rahasia kecilku dari aku kecil sekali, aku takut naik pesawat sampai saat ini. Aku tahu ini akan memakan hanya satu setengah jam saja tapi ini menyiksaku. Goyangan dari sirip-sirip pesawat dan getaran pesawat saat menabrak awan, membuatku ngeri. Apalagi ada orang itu—Calvin. Dia berbahaya jika satu pesawat denganku. Aku bisa mati berkeringat karena dirinya.
Dengan tegang aku mengikuti kedua anakku yang berada di depanku masuk ke bandara. Tiba-tiba aku ingin mual karena aku masih tegang. Calvin terus di belakangku dan seperti biasanya wajahnya sangat berhati-hati. Dia tahu perasaan tidak enakku ini. Aku ingin pergi naik mobil saja.
Menunggu sekitar tiga puluh menit di kursi tunggu terasa sangat cepat. Tubuhku bergetar karena ketakutanku naik pesawat. Dan tebak, aku duduk di samping jendela tepat sekali aku bisa melihat sirip pesawat sebelah kiri. Bulu kudukku langsung merinding seperti merasakan roh halus di dekatku—jika itu Calvin, memang benar—mengerikan sekali.
Sampai di tempat dudukku saja terasa masih sangat tegang sampai-sampai pergerakanku masih kaku. Tidak mungkin jika aku harus berlari kabur lalu mencari taksi untuk pergi ke Alaska. Itu memalukan apalagi aku memiliki harga diri yang tinggi di sini. Sialnya lagi, Calvin duduk tepat di sampingku. Mengapa tidak Vania saja? Rasanya aku berada di alam lain yang sangat menakutkan. Tuhan, tolong hamba-Mu ini. Amin.
***
Selama satu jam di pesawat, aku sudah menyelesaikan sekitar lima baba dari buku novel yang cukup tebal ini. Buku ini bercerita tentang seorang gadis kecil yang memiliki pengalaman asmara dengan sahabatnya. Sedikit lucu dan juga kasihan saat memasuki bab ke empat. Dimana orang tua sang gadis harus meninggalkan dirinya ke tempat teman mereka di kota yang terisolasi, kedua orang tuanya pergi untuk berperang. Sang gadis benar-benar kesepian dan lebih kasihan lagi bahwa dia akhinrya harus hidup sendiri. Gadis itu kehilangan orang asuhnya saat kota yang aman itu terkena dampak radioaktif yang diluncurkan oleh pasukan dari Rusia. Semua orang yang berada disana banyak yang meninggal dunia tapi sang gadis dapat bertahan hidup tetapi mengalami cidera yang sangat parah. Sayangnya baru segitu yang kubaca, aku belum mengetahui apa lanjutannya. Sesuai dengan sinopsis yang kubaca, novel ini menceritakan tentang romantisme, tapi mengapa aku membacanya isinya tentang peperangan? Mungkinkah novel ini menggambarkan perang dunia ketiga yang di dalamnya terdapat kisah romantisme dari tokoh utama? Yang membuatku terkejut adalah nama tokoh utamanya, yaitu Alicia.
Kututup buku novel ini dan kuletakan di atas pangkuanku. Aku tidak berani melihat keluar jendela yang bagiku mengerikan, tapi aku melihat layar televisi yang kecil di depan Calvin. Dirinya sedang menonton film perang yang menceritakan perang dunia ketiga. Aku sudah pernah menonton film itu yang liris dua tahun yang lalu.
“Tidak ada yang menginginkan perang.” Kataku mengomentari apa yang kubaca dan apa yang kulihat barusan.
Calvin langsung menatapku sebentar lalu kembali asik menonton filmnya. “Memang tidak ada,” katanya. “tapi mengapa kita diciptakan?”
“Tanya sendiri dengan orang yang menciptakanmu.” Jawabku ketus kepadanya.
“Lalu mengapa kau diciptakan seperti ini? Kau tidak termasuk yang diciptakan sebagai senjata perang.” Katanya. “Kau seharusnya bersyukur dengan apa yang kau punya—“
“Hei, itu kata-kataku.” Protesku kepadanya karena menggunakan kata-kataku.
Dia mematikan layar televisi. “Lebih baik tidur di rumah daripada mengikuti perang. Lebih baik mati dalam tidurmu daripada mati karena dibunuh. Dan kau memilih untuk ikut perang. Dari delapan orang yang ada, tidak ada yang ingin mengikuti peperangan tapi semuanya menerima apa yang sudah ditakdirkan.” Katanya.
Aku merasa dia mengejekku dan juga mengajariku sesuatu. Sesuatu yang harus disyukuri, itu yang kuajarkan kepadanya. Tapi maksud dari perkataannya adalah pilihanku salah. Aku memilih jalan yang sulit dilalui, padahal aku bisa memilih jalan yang sangat mudah. Ada jalan pintas untuk hidupku, tapi aku memilih jalan yang berkelok-kelok untuk hidupku dan membawa anak-anakku melaluinya. Aku melindungi mereka dengan segenap kekuatanku dari apapun yang dapat melukai mereka. Aku terus melindungi mereka dari apapun itu, oleh sebab itu aku bertahan hidup.
Seseorang mengajarkanku untuk menjaga anak yang kukandung demi ayah mereka. Jika aku masih mencintai ayah mereka dengan segenap hati, maka cintai anak-anaknya dan jagalah walaupun ayah mereka tidak memperdulikan mereka. Dengan seperti itu, rasa sakit karena ditinggalkan akan berkurang. Selain itu, mencari cinta baru akan membuat hati terasa lebih damai. Mencari seorang yang cinta kepadamu serta anak-anakmu. Itu jika kulakukan sulit karena ada dua faktor. Satu, aku tidak mau merasakan sakit hati yang lebih parah dari sebelumnya. Kedua, aku masih sangat mencintai ayah dari anak-anakku.
Seperti kata Calvin tadi. Jika aku memiliki cinta baru, apakah hatiku akan damai? Aku terlibat dalam peperangan sekarang dan hatiku tidak akan damai. Hatiku selalu berpusat pada cinta dan aku pastinya tidak mau kehilangan. Ini tidak membuatku merasa damai tetapi makin merasa gelisah. Jika aku gagal dalam peperangan itu, berarti aku mati dan meninggalkan orang yang kucintai. Sama saja aku merasakan tidak ada kedamaian di dalam hidupku. Tidak ada pilihan lain selain bertahan hidup bersama anak-anakku. Walaupun aku tahu pasti suatu saat kami akan berpisah.
Inilah jalan hidupku yang kupilih, aku memikirkan bagaimana jika aku memilih jalan hidupku yang sangat mudah. Aku memang bisa tiduran di rumah dan mendapatkan kabar tentang peperangan, tetapi hatiku tidak tenang. Orang yang sangat kucintai sampai sekarang ini terlibat dalam peperangan. Bagaimana aku bisa tenang dan bersantai-santai di rumah sedangkan dirinya mati-matian mengikuti perang agar semuanya selesai. Nyawa yang dikorbankan untuk kedamaian dunia.
Akhirnya aku menemukan jawabannya mengapa aku memilih jalan yang sulit ini. Bukan sebuah kebetulan tetapi ini yang kupikirkan sejak dulu sekali. Aku berdebat dengan kakakku sampai-sampai dia benar-benar marah kepadaku. Aku memilih ini, dan aku juga sudah merencanakan ini semuanya. Dari awal hingga akhir tapi tidak berjalan dengan baik. Aku tahu pasti suatu saat akhir dari rencanaku akan terwujud nantinya.
“Jalan sulitlah yang kupilih karena aku memilih bersama orang yang aku cintai daripada menderita di rumah mengkhawatirkannya. Biarkan aku mengandung anak-anaknya dan kuurus mereka sampai mereka bisa hidup tanpaku, aku melakukannya karena kehendak hatiku sendiri. Walaupun masa itu memang menyakitkan, tapi suatu saat rencanaku pasti terwujud nantinya dengan jalan tersulit ini.” Jawabku dari pertanyaan Calvin.
Sepertinya Calvin merasa tidak percaya kepadaku. Entah apa yang ada di dalam otaknya tetapi inilah aku nyatanya. Aku tidak peduli apa yang akan dikatakannya nanti. Banyak alasan untuk membalasku dan aku akan menerima dan menjawabnya. Intinya adalah, aku mencintai seseorang.
“Aku tak melarangmu untuk memilih jalan hidup.” Katanya lalu tersenyum, tersanjung. “Kupegang kata-katamu, Al. Kutunggu hasil dari rencanamu.” Terusnya.
Aku menatapnya yang masih menatap layar televisi yang sudah mati itu. Kedua matanya masih tampak tersanjung dan juga tidak percaya apa yang baru saja kukatakan. Bibirnya tersenyum lembut dan bermakna bahwa dia senang dengan jawabanku. Dia menunggu hasil dari rencanaku.
Tanpa ada rasa takut aku menatap keluar jendela. Kulihat tangan kiri dari pesawat yang bergoyang naik turun itu sambil tersenyum. Aku menemukan jalan hidupku yang telah kulupakan karena rasa sakitku yang terus menutupinya. Sebenarnya ada jalan yang amat sangat cerah di depanku, tapi rasa sakit ini menghalangiku. Aku hidup demi rencanaku dan rasa sakit inilah gangguannya. Setiap jalan pasti terdapat gangguan dari hal mudah sampai hal yang sulit. Aku hampir melampaui hal yang tersulit ini, tunggu sampai hari dimana rencanaku terlaksana dengan sempurna.
Tiba-tiba kurasakan pesawat bergetar. Ini langsung membuatku sadar dan aku langsung terbayang bahwa pesawat ini akan terjatuh. Dengan cepat aku memeluk lengan kiri Calvin dan membenamkan wajahku ke lengannya. Aku tidak peduli dengan komentarnya karena aku masih dilanda ketakutan kalau pesawat ini akan jatuh. Dengan sekuat tenaga aku tidak mau melepaskan lengan Calvin.
“Kurasa rencanamu terhambat oleh pesawat, Al.” Katanya.
“Diam!” kataku sambil tersenyum di balik lengannya.

Thank’s Calvin, kau mengembalikan jalan hidupku…, kataku di dalam hati dengan senyuman lebar merekah di bibirku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menonton Urutan Danganronpa Anime Series dengan Benar

Halo minna-san tachi… Di sini aku mau bahas anime yang aku tonton baru-baru ini. Sebenarnya memang sudah lama keluar tapi aku mengurungkan niat tidak menonton karena awal dari animenya membingungkan. Tapi, saat menontonnya lagi dengan cara yang benar, akhirnya aku paham alur ceritanya dan menarik perhatianku. Danganronpa 2 the animation, yang diambil dari serial game dan light novel, adalah anime keluaran tahun sekitar 2014. Itu adalah anime season 1 yang entah bagaimana ditulis 2. Aku ingat pertama kali menonton anime ini saat aku masih SMA dan aku langsung suka dengan animenya karena menurutku konflik yang diberikan cukup unik dan menantang. Bagaimana tidak? Kau terkurung di sebuah sekolah dan disuruh untuk membunuh teman-temanmu agar kau bisa lulus? Otak dalang ini emang gila bagi yang merasa kalian normal, namun di sinilah sisi menariknya. Anime ini memberikan kesan misteri yang perlu dipecahkan secara perlahan-lahan. Tidak hanya kasus pembunuhan yang terjadi, namun juga

Terkesan dengan Kata-kata

Yosh... aku mulai sekarang... (pembaca bingung?) well, akhir-akhir ini aku lebih sering nonton film, ngetik, baca, ngetik, dengerin musik sambil ngetik, dan yang paling parah adalah aku selalu ngimpiin hal yang aneh saat aku tidur. tapi apa manfaatnya? jawabnya adalah BANYAK! semuanya jika dikumpulkan jadi satu, um... jadi sebuah cerita yang indah dan tidak pernah ada.... semuanya itu sungguh luar biasa. aku selalu mendapatkan inspirasi dari satu kalimat atau lebih yang terdiri dari kata-kata yang indah. biasanya hal yang berbau romantis atau hal yang tidak pernah kudengar sebelumnya. contoh  : "Aku tahu kamu sudah memiliki seorang pangeran, tapi apakah kamu tidak memerlukan seorang kesatria?" -kutipan dari novel Vampire Diaries The Return: Midnight, Damon Salvatore to Elena Gilbert- katanya sih, dia ngomong gitu karena kisah tentang seorang ratu yang egois mencintai dua orang sekaligus, yaitu rajanya dan kesatrianya. bisa diartikan (jika kalian tahu cerita Vampire Diarie

Daftar Pemenang Festival Film Bandung

Kategori Film Terpuji 1. TANAH SURGA KATANYA 2. HABIBIE & AINUN 3. GENDING SRIWIJAYA 4. 9 SUMMERS 10 AUTUMS 5. 5 CM   ( Winner ) Kategori Pemeran Utama Pria Terpuji 1. Vino G. Bastian dalam MADRE 2. Agus Kuncoro dalam GENDING SRIWIJAYA 3.  Reza Rahadian  dalam HABIBIE & AINUN   ( Winner ) 4. Tio Pakusadewo dalam RAYYA CAHAYA DI ATAS CAHAYA 5. Adipati Dolken dalam SANG MARTIR Kategori Pemeran Utama Wanita Terpuji 1.  Julia Perez  dalam GENDING SRIWIJAYA  ( Winner ) 2.  Bunga Citra Lestari  dalam HABIBIE & AINUN 3. Lana Nitibaskara dalam AMBILKAN BULAN 4.  Acha Septriasa  dalam TEST PACK  ( Winner ) 5. Laura Basuki dalam MADRE 6. Agni Prastistha dalam CINTA TAPI BEDA Kategori Pemeran Pembantu Pria Terpuji 1. Igor Saykoji dalam 5CM 2. Fuad Idris dalam TANAH SURGA KATANYA 3. Alex Komang dalam  9 SUMMERS 10 AUTUMNS  ( Winner ) 4. Mathias Muchus dalam GENDING SRIWIJAYA 5.  Reza Rahadian  dalam PERAHU KERTAS Kategori Pemeran Pembantu Wanita Terpuji