aku langsung loncat jauh banget dari sebelum yang aku posting tentang FADE ku. ehm... ngomong-ngomong bagaimana keadaannya jika aku loncatin begini, pasti pada bingung tapi aku tidak. Oke, mengapa aku posting ini, aku mosting ini karena aku suka kata-katanya, siapa dirinya?
Tanpa dirinya... apakah hidupku bahagia?
Alicia telah berada di ruang kerja
papanya hanya duduk di kursi dimana itu berada di ujung ruangan. Perjalannya
memang tidak mulus, ia benci naik pesawat. Ia sudah memikirkan itu sudah lama
tapi, ia telah dipaksa. Walaupun begitu, ia akhirnya tidak akan kesepian lagi.
Selain itu, Michael yang sudah mengantarkannya dan akan memandunya kali ini.
Tapi, Michael sekarang terdapat urusan dengan papanya dan meninggalkan dirinya
sendirian di dalam ruangan ini.
Pintu di ruangan itu terbuka dan
seorang wanita muncul. Kemudian wanita itu menghampirinya lalu memeluknya. Ia
adalah mamanya.
“Maaf, mama tidak bisa menjemputmu
di bandara.”, katanya setelah melepaskan pelukannya.
“Tidak apa-apa. Aku tahu kalian
sedang sibuk.”, balas Alicia.
Alice tersenyum.
“Baiklah, sebentar lagi waktunya makan
siang. Bisakah kau ikut denganku, Alicia. Kita makan siang bersama.”, ajak
Alice kepada putrinya.
Alicia mengangguk dan mengikuti
ibunya. Mereka berdua menuruni lift dan keluar dari gedung besar dan menuju di
samping gedung besar. Sebuah restorang besar di depannya, tapi Alicia terus
mengikuti ibunya hingga masuk ke dalam restoran itu.
“Selamat siang, bibi.”, sapa seorang
gadis yang berpakaian seperti seorang puteri kerajaan yang melihatnya tiba di
meja kasir.
“Selamat siang, Claire”, balas Alice
ramah lalu tersenyum.
“Hm?”
Gadis itu menatap Alicia dengan
penuh penasaran.
“Oh, benar. Aku hampir lupa. Claire,
dia putriku. Alicia.”, kata Alice memperkenalkan putrinya kepada ponakannya.
“Jadi kau yang bernama Alicia itu.”,
kata Claire senang lalu keluar dari meja kasir. Ia menjabat tangan Alicia dan
tersenyum padanya.
“Salam kenal. Aku sepupumu, panggil
saja Claire.”, kata gadis itu memperkenalkan dirinya.
“Hei, Claire. Aku Alicia. Senang
bertemu denganmu.”, balas Alicia yang juga tersenyum dengannya.
“Bibi, serahin dia ke aku. Aku yakin
dia akan baik-baik saja.”, kata Claire kepada bibinya.
“Setidaknya weekend ini aku akan bersamanya. Dan bisakah kau ajak dia ke ruang
keluarga setelah makan siang. Aku yakin di sana banyak saudara yang kumpul.”,
kata Alice.
Alicia yang kebingungan hanya dapat
tersenyum dan mendengarkan saja.
“Baiklah, bibi.”, jawab Claire
senang.
Ia menarik lengan Alicia menuju
sebuah ruangan yang sepi. Di sana hanya terdapat sebuah meja makan yang besar.
Alicai duduk di samping Claire yang terus berbicara tentang semuanya yang ada
di sini. Alicia mengerti jika gadis itu sangatlah cerewet.
“Michael!”, kata Claire seketika
menyebut nama yang sangatlah tidak asing bagi Alicia.
Seseorang yang baru saja muncul dari
sebuah pintu pun berjalan mendekat dan duduk di samping Alicia.
“Michael, dari mana saja kau? Lihat,
Alicia sudah selesai dengan makanannya.”, kata Claire sambil berdiri.
Michael tetap saja diam, ia
menyiapkan piring dan mengambil beberapa sandwich yang ada dan memakannya.
Alicia dapat melihatnya memakai headset.
Alicia menyentuhnya dan membuat Michael melepaskan heatsetnya.
“Dia berbicara denganmu, Michael.”,
kata Alicia setelah itu.
Michael lalu tersenyum pahit dan
menatap Claire yang sudah siap untuk mengomel entah apa itu. Michael menarik
telinga Alicia dan berbisik di telinganya.
“Kau tahu, dia itu cerewet sekali.
Telingaku bisa-bisa meledak mendengar omelannya yang tidak masuk akal. Please, kau diam saja dan jangan kau
dengarkan apa yang ia katakan dan juga jangan menyuruhku untuk melepaskan heatsetku ini disaat dia sedang
berbicara.”
Alicia mengangguk pelan dan mengerti
mengapa Michael cuek saja saat Claire mengomel memanggil namanya.
“Claire, bisakah kita ke ruang
keluarga? Mama munyuruhmu tadi, bukan?”,
kata Alicia.
“Benar. Maaf Alicia. Michael selalu
saja setia mendengarkan setiap curhatanku kepadanya.”, kata Claire lalu
tersenyum.
Alicia merasa bingung dengan Claire.
Apakah Claire ini yang terlalu bodoh atau memang ia terlalu polos sehingga
tidak menyadari kalau Michael selalu memakai heatsetnya saat berdekatan dengannya. Alicia yang ingin tertawa
langsung menahannya dan melirik ke arah Michael yang asik makan dengan
makanannya.
“Tinggalkan saja dirinya sendirian,
tidak apa-apa. Nanti juga terdapat seseorang yang menemaninya.”, kata Claire
sambil menarik lengan Alicia kembali dan keluar dari restoran itu.
Claire menariknya dan membawanya ke
sebuah gedung besar dekat dengan restoran. Gedung itu mirip dengan hotel
berbintang lima tetapi sebenarnya bukan. Mereka memasukinya dan di dalamnya
seperti sebuah rumah yang besar.
“Ini rumah?”, tanya Alicia yang
kagum.
“Benar, rumah keluarga besar
Olivera. Orang tuamu, aku, Michael, dan lainnya tinggal di sini pula. Tapi
sayangnya sekarang sepi, tapi menjelang liburan musim dingin nanti akan banyak
keluarga yang datang. Dijamin kau tidak akan sendirian di sini.”, jawab Claire
lalu tersenyum.
“Michael juga tinggal disini?”
“Tentu saja. Bukannya dia...”
“Claire!”, putus seseorang dari
luar.
Claire mencari suara itu dan
mendapati seorang laki-laki yang masih muda membawa pancing ikan dan membawa
ransel besar. Selain itu, ia juga membawa sebuah akuarium sedang yang isinya
terdapat lima ikan yang memiliki gigi yang tajam.
“Ricko, sejak kapan kau kembali?”
Laki-laki itu berlari masuk lalu
memberikan Claire sebuah akuarium sedang.
“Oleh-oleh dari sungai Amazon, ikan
piranha. Aku yakin kau menyukainya.”, kata Ricko lalu tersenyum.
“Apa kau gila? Kau selalu saja
membawa ikan piranha kemari dan hanya menjadi mainanmu saja.”, kata Claire
kesal sambil memberikan kembali akuarium itu kepada Ricko.
“Apa itu piranha asli?”, tanya
Alicia yang berdiri di belakang Claire.
“Tentulah. Dan siapa kau?”, jawab
Ricko lalu bertanya.
“Alicia, putri dari bibimu Ricko.”,
jawab Claire.
“Jadi kau Alicia. Kau memang cantik
seperti paman yang pernah ia katakan.”, kata Ricko sambil meletakan akuarium
itu di atas lantai. “Aku Ricko, sepupumu. Ayahku adalah adik dari papamu.
Umurku dua puluh tahun dan aku memiliki pacar dari Jepang, namanya Sasha.
Dan...”
“Cukup untuk perkenalan dirimu,
Ricko.”, putus Claire yang sudah bosan dengan Ricko.
Ricko yang ingin mengeluarkan foto
kekasihnya itu tidak jadi dan ia mengembalikannya ke dalam saku jaketnya. Alicia
tersenyum dan sedikit tertawa.
“Kau lucu, Ricko. Salam kenal.”,
kata Alicia lalu tersenyum.
Ricko juga tersenyum.
“Kau ingin ikut bermain denganku,
Alicia?”, tanya Ricko.
“Bermain?”
“Iya, ini sangatlah menyenangkan dan
pastinya seratus persen seru. Ku yakin kau akan menyukainya.”, kata Ricko senang.
Alicia menganggukan kepalanya dengan
kaku dan Ricko tersenyum.
“Tuan Tom, tolong akuariumnya.”,
kata Ricko lalu menarik lengan Alicia sedangkan Claire mengikutinya dari
belakang.
Ricko menariknya ke sebuah ruangan
besar dan banyak sekali peralatan-peralatan senapan yang menggantung di
dinding. Bukan hanya itu. Terdapat televisi besar, DVD, komputer, beberapa meja
dan kursi, dan lain-lain. Ruang itu seperti ruang untuk berkumpul keluarga.
“Ini adalah ruangan untuk
perkumpulan anak-anak muda Olivera. Aku di sini sebagai wakil dari mereka.
Intinya, bagi yang belum berumah tangga, di sinilah tempatnya. Kami
bersenang-senang di tempat ini.”, kata Ricko menerangkan.
“Bagaimana jika ada yang umurnya
empat puluh tahun?”, tanya Alicia.
“Itu berbeda. Maksimal adalah tiga
puluh tahun. Masih sepuluh tahun lagi untuk mengakhirinya.”, jawab Ricko.
“Memangnya kau ingin menikah
diumurmu tiga puluh?”, tanya Claire yang sudah duduk di sebuah sofa.
“Tidak juga, bodoh!”, kata Ricko
kesal. “Alicia, mumpung masih musim gugur. Bagaimana kalau kita bermain paintball?”, ajak Ricko kepada Alicia.
“Aku tidak pernah bermain seperti
itu.”, kata Alicia. Dia memang tidak pernah bermain paintball sebelumnya, tetapi senapan yang asli itu sering sekali.
“Benarkah? Kalau begitu, kita
menggunakan senapan yang asli saja.”
“Apa kau bodoh Ricko? Dia tidak
pernah memegang hal-hal seperti itu! lebih baik bermain paintball saja. Sekitar enam orang berada di sini.”, kata Claire.
“Iya, tapi kita menggunakan senapan
asli biar seru.”, balas Ricko.
“Tidak! apa kau tahu resiko
terhadapnya?”, bentak Claire sambil menunjuk ke arah Alicia yang berdiri diam
tidak mengerti.
Ricko merenung.
“Kau bisa menggunakan ini?”, tanya
Ricko setelah itu kepada Alicia sambil mengarahkan sebuah pistol kepada Alicia.
Alicia menerimanya dan bermain-main
dengan mengarahkan kepada Claire maupun Ricko dan membolak-balikan pistol itu
seperti mainan anak-anak. Ia merasa sudah lama tidak menyentuh benda itu.
Pistol-pistolnya berada di rumah Calvin dan ia tidak dapat mengambilnya.
Setidaknya pistol itu membuat kenangan lalunya kembali di dalam pikirannya.
“Aku...”, kata Alicia mulai membuka
bibirnya. “Aku tidak dapat menggunakannya.”, lanjutnya lalu menyerahkan pistol
itu kembali kepada Ricko.
“Sudah ku bilang kepadamu, Ricko.
Kita main itu saja sudah cukup. Setidaknya ada kau, aku, Alicia, Michael, Zack, dan Fred yang ada di sini.”, kata
Claire.
“Apa yang kalian bicarakan?”, kata
seseorang tiba-tiba saja tiba dan berdiri di depan pintu sambil melipat kedua
tangannya di depan dadanya.
“Michael. Kami berencana bermain paintball minggu ini dan kau harus
ikut.”, kata Ricko senang.
“Paintball?
Mengapa tidak bermain yang lebih ekstrem saja. Aku yakin dia lebih menyukainya.
Lagi pula, aku sibuk.”, kata Michael datar lalu menatap Claire.
“Okey
okey, bos...”, kata Claire sambil berdiri.
“Dia tidak dapat menggunakan pistol,
Michael. Seharusnya kau yang lebih mengetahui itu...”
“Apa yang kau katakan? Dia adalah
mantan rekan Riicon.”, putus Michael memotong perkataan Ricko yang menjadi
menganga. Ia lalu berjalan meninggalkan ruangan itu sambil diikuti Claire di
belakangnya tapi sampai di depan pintu ia menghentikan langkahnya.
“Ricko, titip Alicia sebentar.”,
kata Claire pelan lalu berlari mengejar Michael.
Ricko yang masih menganga tidak
percaya mulai mengganggukan kepala dan tatapannya menjadi serius.
“Jadi kau gadis sniper itu.”,
katanya lalu berjalan menuju le sebuah sofa lalu duduk di atasnya.
Alicia yang diam dan sedikit kesal
kepada Michael mulai mengganggukan kepalanya dengan sangat kaku. Ia tidak ingin
latar belakangnya diketahui banyak orang.
“Ku kira kau adalah salah satu dari
Riicon, ternyata kau adalah sepupuku. Aku pernah mendengar tentangmu dan
melihatmu secara sekilas saja tentunya ini membuatku sedikit terkejut.”, kata
Ricko sambil menatap Alicia yang berdiri di depannya.
“Duduklah.”, lanjutnya
mempersilahkan Alicia duduk.
Alicia duduk di sampingnya.
“Jadi?”, tanya Alicia.
“Jadi? Tetap saja. Aku ingin
bermain...”, jawab Ricko.
“Ada permainan apa yang kau punya
sekarang?”, tanya Alicia.
“Kau ingin menemaniku? Baiklah, kita
bermian...”, kata Ricko mulai bersemangat lagi sambil berdiri dengan menoncat
dari duduknya. Ia mulai berpikir permianan apa yang seru untuk dimainkan.
“Kau lebih suka apa?”, balik tanya
Ricko.
“Kalau aku biasanya jalan-jalan,
kakiku tidak bisa diam berdiri terus.”, jawab Alicia.
“Itu bukan permainan.”
“Jadi? Aku terserah kamu saja.”,
kata Alicia.
“Aku juga tidak mempunyai banyak permainan
yang seru tapi kalau aku biasanya itu memancing atau menelpon Sasha tapi
akhir-akhir ini ia tampak sibuk dan menyuruhku untuk tidak menghubunginya
beberapa bulan hingga ia memberikan kabar.”, kata Ricko lalu merenung.
“Sasha terus yang kamu omongkan. Aku
jadi penasaran dengan kekasihmu itu.”, kata Alicia lalu tersenyum.
“Kau tidak mengenalnya?”, tanya
Ricko yang terkejut dan membuat Alicia kebingungan. Ia menggelengkan kepalanya.
“Dia seperti ini.”, lanjutnya sambil memberikan Alicia sebuah foto dari dalam
sakunya. Alicia menerimanya dan terkejut setelah melihat foto itu. Ia pernah
melihat gadis itu. Gadis yang memiliki rambut sependek bahunya dan mengembang
bergelombang, parasnya yang periang dan manis.
“Jadi dia namanya Sasha. Aku pernah
melihatnya bersama Calvin sebelum aku berangkat ke sini.”, kata Alicia lalu
mengembalikan foto itu dan menundukan kepalanya.
“Ternyata begitu. Sasha selalu saja
menutupi masalahnya walaupun aku sudah berkata padanya untuk tidak menutupi itu
semua. Aku juga sudah pernah berkata kepadanya kalau aku akan mengerti
situasinya dan menerimanya, tapi dia tetap saja begitu.”, kata Ricko yang
tiba-tiba saja menjadi sedih.
Alicia tidak mendengar apa yang
Ricko bicarakan. Bukannya tidak mendengarnya tetapi ia menghiraukannya. Tiba-tiba
saja bayangannya berubah menjadi dimana ia sedang bersama Michael sebelum ia
pergi ke Amerika. Dia melihatnya, tapi tidak bertemu tatap muka dengannya.
Hanya saja ia bersama orang lain. Jika dikatakan cemburu, ia merasakannya dan
benar adanya. Tetapi ia tidak mengetahui siapa gadis manis itu. Tapi akhirnya
ia mengetahuinya. Kekasih dari sepupunya, Ricko. Lalu apa hubungannya?
“Apa hubungannya dengan Calvin?”,
tanya Alicia setelah selesai melamun.
“Mereka bersaudara, lebih tepatnya
sepupu. Mereka seperti kakak beradik.”, jawab Ricko.
Alicia mulai mengerti. Memang waktu
itu jika dilihat mereka tampak dekat. Ia tidak melihat ke sisi lain. Ternyata
mereka bersaudara. Tapi, siapa tahu ke depannya.
“Kau tahu apa tentang Calvin?”,
tanya Alicia lagi.
“Kalau ku pikir-pikir, Sasha sering
membicarakan tentang dirinya itu. Ia sering menemaninya bermain bola basket.”
“Basket?”
Alicia merenung kembali. Apa ini
alasannya mengapa ia selalu bermain basket sendiri saat liburan musim panas
kemarin? Ia teringat bahwa Calvin pernah berkata bahwa ia sedang merindukan
seseorang yang sudah dua tahun ia tidak bertemu. Ia pernah menanyakannya
siapakah dirinya? Seorang perempuan atau laki-laki? Tapi tetap saja ia tidak
menjawabnya. Apa ia memang merindukan sepupunya itu? Percuma jika sekarang atau
kelak ia akan menanyakannya. Ia tidak akan bertemu dengannya lagi kecuali
secara kebetulan.
Alicia tiba-tiba bangkit berdiri.
Pembicaraan ini membuatnya bosan untuk dilanjutkan. Ia ingin sendiri sekarang.
Menerung dan berpikir tentang nasibnya sekarang. Mungkin di tempat ini tidak
akan merubah apa-apa. Ia menarik nafasnya yang panjang. Mungkin semua
kesabarannya sedang ia kumpulkan. Ia tidak ingin seperti anak kecil yang selalu
menangis akibat kehilangan sesuatu.
“Sori,
Ricko. Aku sedang bad mood
sekarang.”, kata Alicia lalu berjalan keluar dari ruangan itu sambil menundukan
kepalanya.
“Alicia? Kau ingin kemana? Lebih
baik kau di sini sebentar dan menunggu Claire maupun Michael tiba. Alicia?”,
kata Ricko sambil berlari mengejar Alicia yang terus saja berjalan tanpa arah.
Alicia menghiraukan Ricko yang
berdiri di belakangnya sambil sedikit berteriak menyebut namanya. Ia tidak
peduli lagi dengannya. Ia hanya ingin sendirian. Ia tidak ingin orang lain
bersamanya untuk kali ini. Ia hanya ingin merenung diri dan bersembunyi, entah
itu dimana. Jikapun ia tersesat, ia akan terus berjalan hingga akhirnya
menemukan tempat kosong dan berhenti di sana.
“Apa kau ingin terus-terusan seperti
itu, huh?!”, teriak seseorang kepada
Alicia. Suara itu bukanlah suara Ricko melainkan Michael yang sekarang berdiri
di antara Alicia dan Ricko. Ia berjalan mendekat ke Alicia dan terus berkata,
“Apa kau ingin seperti ini? Apa gunanya kau ku bawa kemari, huh? Jika kau terus-terus murung seperti
itu akibat orang itu, kau sama saja dengan orang-orang bodoh itu. Bukalah
matamu. Kau tidak sendirian di sini.”
Alicia mulai menghentikan
langkahnya. Kata-kata Michael memang tidak berpengaruh kepadanya hanya saja,
sebuah kata membuatnya berhenti melangkah. Kau
tidak sendirian di sini, ia membayangkan kata-kata itu. Memang, sekarang ia
tidak sendirian di tempat ini. Itulah yang ia inginkan selama ini. Tapi,
hatinya masih berduka. Masih saja percuma untuk mengembalikan hatinya yang
bersuka cita seperti sebelumnya. Ia memang sudah cinta mati dengan Calvin.
Dirinya telah menemaninya selama dua tahun ini, telah membantunya, telah
memberikan pengalaman yang luar biasa, dan hanya dialah yang telah membuatnya
jatuh cinta untuk pertama kalinya. Cinta pertamanya sulit untuk ia lepaskan,
walaupun sudah sejauh ini. Tapi, jika itu semua tidak terjadi? Apa dia akan
bahagia? Tidak!, Alicia tiba-tiba
saja mengatakan kata itu. Jika itu tidak terjadi, ia tidak akan berada di sini
sekarang. Tempat dimana yang sudah ia impikan sejak ia kecil. Ia ingin
berkumpul dengan keluarganya, cepat atau lambat. Sejak ia mulai tinggal bersama
orang tuanya waktu zaman sekolah menengah pertamanya, ia masih tetap saja
sendirian. Orang tuanya bekerja di luar negeri dan terlalu sibuk dan jarang
pulang ke rumah. Tapi, setelah ia mengetahui itu semua. Ia senang dan juga
sedih. Pikirannya tiba-tiba saja kembali kepada orang yang pernah menjadi kekasihnya
dahulu. Mungkin waktu itu terjadi secara tidak sengaja, tetapi jika ia tidak
bertemu dengannya ia pasti tidak mengetahui kedua orang tuanya yang sebenarnya.
Semuanya ini terjadi akibat dirinya.
“Jangan pedulikan aku sekarang,
Michael. Aku hanya ingin sendirian sebentar. Aku ingin merenung tentang
bagaimana Calvin telah memberikan ini semuanya padaku. Tanpa dirinya, mungkin
aku tidak akan mengenalmu yang sebenarnya. Tanpa dirinya, mungkin aku tidak
akan mengetahui pekerjaan mama dan papa yang sebenarnya. Tanpa dirinya mungkin
aku tidak akan mengenal siapa aku. Tanpa dirinya mungkin aku tidak akan
mengenal semua saudaraku dan mungkin jika aku tanpa dirinya...” Alicia
menghirup nafasnya lalu melanjutkan, “Aku mungkin tidak mengenal apa itu
namanya cinta di hidupku ini.” Ia berhenti berkata-kata. Menatap Michael yang
membeku di tempat. Suasana tiba-tiba menjadi hening.
“Woiii... Ricko...!!! Aku tidak
mengetahui kalau kau sudah tiba dan kau tahu, aku baru saja tercebur di dalam
kolam renang yang penuh dengan ikan piranha. Apa kau gila meletakan ikan itu di
kolam renang. Jam tujuh nanti adalah jam Eleena berenang, apa kau ingin
dibunuh?”, teriak seseorang dari belakang punggung Alicia. Ia adalah seorang
laki-laki dengan pakaiannya yang basah kuyup dan sobek-sobek. Ia memecah
keheningan.
“Hehe... I’m sori, Zack. Apa kau menghabisi mereka semuanya?”, balas Ricko
yang juga sedikit berteriak.
Laki-laki itu mulai berjalan dengan
langkah kakinya yang basah. Ia melirik ke arah Alicia saat melewatinya dan
menghiraukannya.
“Kau tahu, ini baju kesayanganku.
Gara-gara ikan sialanmu itu, sekarang sobek-sobek seperti ini. By the way, mereka masih berkeliaran di
kolam renang. Dan singkirkan mereka segera. Aku tidak ingin Eleena berteriak
dan mengomel memarahimu.”, katanya sambil menyandarkan tasnya yang basah di
atas lengan kanannya.
“Okey
I do it now.”, kata Ricko lalu berlari menuju kolam renang di lantai satu.
“Hei Michael. Kalau kau dan gadismu
itu sedang bertengkar, jangan di rumah ini.”, kata Zack.
Michael hanya meliriknya saja dan
menghiraukannya.
“Lebih baik ku antar kau ke kamarmu,
barang-barangmu baru saja sampai di kamarmu dan mam... ehm... maksudku Mrs.
Olivera ingin bertemu denganmu.”, kata Michael kepada Alicia.
“Terserah.”, jawab Alicia datar.
“Well,
ikuti aku.”, kata Michael lalu membalikan badannya dan berjalan melewati Zack
dan Claire dan diikuti Alicia di belakangnya.
“Wow, gadisnya Michael cantik
sekali.”, kata Zack setelah melihat Alicia dari dekat.
“Bodoh! Dia adalah Alicia.”, kata
Claire kesal.
“Alicia? Anak paman Carlos?”, balas
Zack tidak percaya.
“Bagaimana menurutmu? Michael
membawanya kemari tadi pagi.”
“Aku tidak menyangka aku memiliki
saudara sepupu secantik dirinya...”
“Dasar playboy!”
Claire kesal terdapat orang yang
basah kuyup dan berdiri di sampingnya itu. Ia berjalan cepat mengikuti Michael
karena terdapat pekerjaan yang sebenarnya belum usai dengannya.
Komentar
Posting Komentar