Langsung ke konten utama

Pieces of FADE

pieces mulu yg di postingin, hehe... emang aku sengaja lakuin. biar suprise gto. lagian, aku jga lagi galau nih... jadinya crita ini jga galau. galau-galauan... tp bentar lagi aku pasti mostingin lagu galau, aku ambil dari lagunya Ten2Five yang judulnya YOU... aku pamerin ke SMPku dulu saat pensi, n jadi populer lagunya lhoh dikalangan SMPku... keren kagak gue... tp tetep aja, gue nyanyinya fales... maklumlah suara gue itu ancur banget... okelah, aku bahas FADEnya sekarang. kalo hubungan tanpa pertengkaran itu tidak akan bertahan lama. kenapa aku simpulin seperti itu? karena bagiku, jika kita tidak berantem, kita tidak akan mengenal segala atau semua kesalahan yang pernah dilakukan kepada kita maupun yang kita lakukan. dan ini akan mengajari kita untuk saling memaafkan. Kali ini, mereka berantem. tapi tidak menakutkan seperti biasanya, tapi sebuah tangisan yang mengalir dari dalam hati dan kedua mata. apakah itu?


Jam setengah lima pagi. Ayam telah berkokok dan sebuah alarm berbunyi pada hari itu. Karena tidak kuat akan suaranya, seseorang mengambilnya lalu membantingnya ke tembok hingga hancur dan tidak berisik lagi. Dia kembali tidur, memeluk seorang gadis yang masih tertidur pulas di sampingnya. Sebelumnya ia memutuskan untuk menginap di rumah kekasihnya.
Menit terus berlalu dan gadis itu mulai terbangun dari tidurnya yang nyenyak dan hangat. Ini pertama kalinya ia tidur bersama kekasihnya tapi tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak mereka. Alicia menggeliat dan menguap, melihat Calvin tertidur dengan pulasnya. Lagi-lagi Alicia menguap lalu tersenyum. Ia sangat suka melihat Calvin tertidur, wajahnya terlihat polos dan tidak memiliki beban apa pun. Alicia sering melihat wajah Calvin dengan banyak tekanan tetapi cowok itu terus menutup dirinya, sehingga Alicia tidak tahu masalahnya. Alicia mendekatkan bibirnya ke telingan Calvin dan berbisik kepadanya.
“Calvin, bangun.”
Calvin tidak bergerak sama sekali. Alicia sekali lagi membisikannya denga sedikit lebih keras. Tapi reaksi Calvin malah menariknya kembali dalam pelukannya dan menyuruhnya untuk tidur. Alicia sedikit tertawa dan berkata bahwa ini sudah pagi. Sayangnya Calvin bermalas-malasan.
“Ayolah, Calvin. Bangun dan segeralah pulang lalu sekolah, kau tidak ingin gagal dalam misi kan? Ayo bangun.”, kata Alicia yang berusaha membangun Calvin sambil menggoyang-goyangkan tubuh Calvin.
Calvin bangkit dan duduk bersandar pada pundak Alicia karena masih mengantuk. Itu akibat mereka terlalu begadang sampai jam dua pagi. Mereka keasikan bermain monopoli dan sekarang berserakan di lantai kamar Alicia. Alicia memutar bola matanya dan mencari jam wekernya di atas meja, tetapi itu menghilang. Ia menemukannya di lantai dekat dinding dan itu dalam keadaan rusak dan hancur. Ia menduga ini pasti kelakuan Calvin yang tidak mau bangun-bangun itu. Calvin masih memejamkan matanya dan bersandar pada pundak Alicia.
“Calvin, bangun!”, teriak Alicia sambil menyingkirkan kepala Calvin dari bahunya.
Tidak ada jawaban yang berarti anak itu masih tidur.
“Ayolah, sayang. Bangun. Kau tidak ingin aku terlambat lagi atau tidak masuk sekolah lagi, bukan? Ayo bangun.”, kata Alicia membangunkan Calvin tapi dia tetap saja diam dalam tidurnya.
Alicia mendorong tubuh itu kuat-kuat sampai-sampai kepala Calvin terbentur dinding dan ia mulai membuka matanya. Ia kesakitan dan mengelus-elus kepalanya yang sakit yang diikuti Alicia pula karena ia merasa bersalah.
“Kau tidak apa-apa? Kau sulit sekali dibangunin.”, kata Alicia.
“Aku, aku masih ingin bersamamu di sini. Aku tidak ingin berangkat sekolah ini karena ini sudah terlalu siang untuk kita ke sekolah.”, jawab Calvin lalu menguap dan tidur kembali dengan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut Alicia.
Alicia membukanya dan menarik tangan Calvin hingga dapat duduk. Wajah Calvin masih sangat mengantuk tapi Alicia memaksanya untuk bangun dan berdiri. Alicia mendorong tubuh Calvin hingga sampai kamar mandinya dan menghidupkan showernya. Calvin sangat terkejut karena airnya sangata dingin sekali. Alicia segera keluar dari kamar mandi tapi Calvin menarik lengannya dan minta dimandikan. Alicia hanya menganga, dan ia akhirnya menolak. Ia menarik tangannya sendiri lalu menutup pintu kamar mandinya. Tubuh Alicia basah kuyub, ia mengambil handuk untuk membantunya lebih hangat. Merebus air untuk minum teh hangat. Ia menengok ke arah jam dinding yang menunjukan jam enam pagi lewat lima menit. Ini membuatnya kesal, dia kesiangan. Rumahnya sangat berantakan dan tidak cukup waktu untuk dia bersihkan sekarang. Ia hanya mengambil box-box yang masih terdapat isinya itu ke dalam kamarnya yang berantakan pula. Ia merapikan monopoli dan meletakannya ke dalam laci belajarnya. Ia meletakan box-box itu di samping lemari pakaiannya. Ia berlari lagi ke ruang tamu, membuang bekas makanan dan merapikan sedikit tempat itu. Lalu ia berlari lagi ke belakang untuk membuang semua sampah-sampahnya. Berlari lagi melewati kamar manda dan Calvin memanggilnya.
“Aku tidak menemukan handuk.”, teriak Calvin.
Dengan segera, Alicia memberikan handuknya yang ia bawa. Membuka pintu dan terkejut setengah mati. Ia memberikan handuk itu segera sambil menutup matanya lalu menutup pintu. Wajahnya sedikit tersenyum tapi ia segera melakukan aktifitasnya kembali.
“Alicia, aku harus pakai apa?”, kata Calvin yang sudah keluar dari kamar mandi, ia telanjang dada.
“Apa ajalah, yang penting segeralah kau pakai baju.”, kata Alicia yang selesai membuat teh hangat. Ia menghindari melihat Calvin.
“Bisakah kau ambil tasku di dalam mobil?”, pinta Calvin kepada Alicia yang mondar-mandir karena kebingungan ingin melakukan apa lagi.
“Okey.”, jawab Alicia lalu berlari mengambil tas itu.
Alicia menutup pintu rumah dengan kakinya sambil membawa tas ransel besar dan berat. Ia memberikan kepada Calvin lalu mengambil handuknya sendiri yang dipakai Calvin untuk menutupi selangkanya.
“Ops, sori sayang.”, katanya lalu menutup pintu kamar mandi. Tersadar sesuatu, ia menepuk keningnya. Ia ingin keluar tetapi karena terburu-buru, ia membatalkannya dan segera mandi.
Calvin tersenyum setengah tertawa. Ia membuka tas ranselnya dan mengambil beberapa pakaiannya dan ia gunakan di dalam kamar Alicia.
Alicia keluar dari kamar mandi lalu mengabil seragamnya yang ia jemur. Ia lupa untuk merapikannya. Alicia tidak peduli lagi. Ia berlari menuju kamarnya dan mendapati Calvin di dalamnya berdiri di depan cermin sedang mencoba untuk mengikat dasi tapi sepertinya dia tidak mengerti. Alicia tersenyum, ia meletakan pakaiannya di atas ranjangnya lalu berjalan mendekati Calvin. Ia menegakan kerah seragam Calvin lalu ia memasangkan dasi untuknya.
“Bagaimana kau bisa?”, tanya Calvin  yang kagum kepada Alicia.
“Aku sering melihat mama memasang dasi kepada papa dulu dan aku coba belajar sekarang kepada kekasihku ini.”, jawab Alicia yang sudah selesai mengikat dasi itu, lalu ia mengembalikan kerah seragam Calvin seperti semula.
“Kau sudah mempersiapkannya, benar? Kau memang ingin bersamaku malam ini. Kau mudah ketebak sekarang.”, kata Alicia lalu tersenyum.
“Itu tidak penting, sekarang gantian aku menolongmu.”, kata Calvin lalu memasang wajah jail.
“Apa maksudmu itu, aku bisa melakukannya sendiri. Keluar sekarang dan makan sarapanmu, cepatalah!”, kata Alicia sambil mendorong punggung Calvin sampai keluar dari kamarnya.
Sampai di pintu, Calvin menahan diri dan membalikan tubuhnya dan Alicia jatuh ke dalam pelukannya. Calvin berbisik kepada Alicia untuk lebih tenang. Ia berkata bahwa ia tidak akan melakukan hal bodoh. Alicia mengerti dan menganggukan kepalanya. Calvin mengambil ranselnya kembali dan mengambil sebuah seragam sekolah perempuan yang baru lalu ia berikan kepada Alicia. Setidaknya itu untuk mengganti seragam Alicia yang kemarin basah akibat dirinya. Alicia tersenyum penuh bersyukur dan terima kasih. Ia menerima itu dan segera mengenakannya. Cocok sekali di tubuhnya dan itu lebih terlihat menawan di tubuhnya. Ia mengenakan jaket berwarna putihnya dan ia keluar dari kamar, Calvin duduk di ruang tamu dan sudah siap tapi ia sedang sarapan dengan roti isi yang dibuat Alicia untuknya. Alicia berlari mengambil sepatu barunya karena sepatunya yang sebelumnya masih basah. Ia memakainya di samping Calvin dengan satu teguk terakhir teh hangatnya. Alicia menyeruput teh hangatnya setelah selesai memakai sepatu. Menggigit rotinya dengan giginya dan membiarkannya menggantung di giginya. Ia mengambil piring dan cangkir kosong ke belakang, ia akan mencucinya nanti siang setelah pulang sekolah. Segera ia mengambil tas barunya, mengisinya dengan buku-buku yang akan dia bawa dan tablet beserta ponsel barunya. Seakan hari itu adalah hari barunya, semuanya serba baru. Calvin tersenyum melihatnya sangat bergairah. Mereka keluar bersama dan Alicia mengunci pintu. Lalu mereka memasuki mobil. Calvin mulai menghidupkan mesin mobilnya dan melaju sangat cepat hingga tidak ada tiga menit mereka sampai di sekolah. Alicia turun di depan gerbang, takut seseorang melihatnya bersama dengan Calvin karena mereka berpura-pura tidak mengenal akrab satu sama lain. Lalu ia berlari menuju kelasnya.
Bisa dibilang dirinya sangat terkejut karena dia bertemu dengan Denico lagi di kelasnya dan guru itu tampaknya sedang santai mendongeng kepada teman-temannya, sebagian dari teman-teman perempuannya terpesona akan dirinya yang masih muda itu. Denico menatapnya dengan tatapan datar dan tampa ekspresi.
“Lari empat puluh kali keliling lapangan, kau terlambat lagi...”
“Tunggu, bukannya ini bukan jam pelajaranmu?”, putus Alicia.
“Benar, setidaknya aku disini menjadi asisten wali kelasmu. Selain itu, guru yang sedang mengajar jam ini sedang berhalangan, oleh sebab itu aku memberikan tugas dan menjaga kelas ini karena aku sedang kosong. Aku akan menghukumu lari jika aku melihatmu terlambat lagi.”, jawab Denico datar.
“Tunggu, bukannya aku terlambat dua puluh menit saja? Mengapa kau main tambah saja.”
“Dikali dua, karena dua kali kau terlambat. Dan larilah.”, kata Denico lebih ramah.
“Selamat pagi.”, kata seorang murid yang terlambat, itu bukan Calvin.
“Vincent, mengapa kau terlambat hari ini?”, tanya Denico datar.
“Ini.”, kata Vincent sambil memberikan sebuah kertas ijin dari dokter. “Aku harus ceck up setiap pagi dan aku sudah mendapatkan ijin dari kepala sekolah tentang ini.”, jawab Vincent datar.
“Baiklah kau boleh masuk, dan kau Alicia. Lari sekarang, aku ingin melihat tontonan. Yang lainnya boleh ikut aku.”, kata Denico.
Alicia mulai cemberut kesal. Ia berlari menuju lapangan sekolah dan semua teman satu kelasnya berlari mengikutinya karena ingin melihatnya. Kelas kosong, hanya Denico dan Vincent saja yang berada di dalam ruangan.
“Memang bukan zaman kita SMA lagi, kau terlambat karena bangunmu, bukan?”, tanya Denico kepada Vincent.
“Seperti itulah. Aku juga tidak suka cara pagi-pagi sekali untuk berangkat sekolah.”, kata Vincent sambil berjalan keluar yang diikuti Denico di sampingnya.
“Kau tahu, dia memang manis dan mirip dengannya. Kau ingat, aku juga pernah melakukan hal bodoh yang sama dengan adikku di kolam renang. Melihat orang lain bersamanya di kolam renang dan aku dorong orang itu hingga tercebur. Tau-taunya dia juga tercebur, aku tidak mengetahui kalau orang itu adalah kau, Michael.”, kata Denico mengingat masa lalunya.
“Itu sudah sekitar lima tahun yang lalu. Dan berhentilah memanggilku dengan nama itu di sekolah. Kau punya waktu nanti malam? Mau main?”, tanya Vincent.
“Mungkin aku ada waktu dan akan ku usahakan. By the way, aku ingin meminta bantuanmu.”, jawab lalu kata Denico meminta tolong. Denico membisikannya kepada Vincent yang dijawab setuju olehnya. Mereka berjalan lebih cepat munuju lapangan.
Denico tiba dan berteriak kepada Alicia, berapakah yang telah ia dapat. Alicia melebarkan telapak tangan kanannya yang menandakan ia telah berlari lima kali. Denico menganggukan kepalanya dan bersandar pada pohon.
Angin bertiup sangat kencang dan cuaca menjadi mendung disaat Alicia telah mendapatkan dua puluh putaran. Keringat Alicia telah diusap oleh angin yang meniupnya. Alicia mempelebar langkahnya dan mempercepat larinya. Ia tidak ingin hujan-hujanan saat berlari. Ia sudah lelah, di tambah perutnya mulai kram. Ia tidak kuat untuk berlari lagi. Kurang lima belas putaran lagi. Ia berjalan kepada Denico yang melihatnya dengan senyuman konyolnya.
“Bagaimana? Kurang lima belas putaran.”, kata Denico.
“Perutku kram, bodoh. Bisakah aku mengutangnya, besok aku akan menyelesaikannya.”, balas Alicia sambil memegangi perutnya.
“Baiklah, setidaknya tiga kali lipat jika kau terlambat lagi besok.”, kata Denico lalu berdiri tegap. Ia memerintahkan semua muridnya untuk kembali ke dalam kelas terutama Alicia.
Alicia berjalan tertatih di depan Denico yang melihatnya datar tanpa ekspresi. Denico menyentuh pundak Alicia yang terkejut.
“Bisakah kau ke ruanganku nanti sepulang sekolah, ada yang ingin ku katakan kepadamu. Setidaknya aku ingin menertibkan dirimu.”, katanya lalu mempercepat langkahnya dan meninggalkan Alicia di belakang.
Alicia cemberut. Ia berjalan menuju kelasnya dengan pelan-pelan. Duduk di kursinya lalu mengerjakan tugas yang diberikan dengan secepat mungkin. Ia sedikit lelah untuk hari ini, apalagi teringat bahwa dia belum membersihkan rumahnya. Ia menjadi sangat malas untuk kembali ke rumahnnya dan melihat kondisinya sekarang. Satu kata untuk harinya kali ini. Menyebalkan, gumamnya di dalam hati.
Bel pulang berbunyi. Alicia membereskan barang-barangnya dan menunggu kelas kosong. Ia ingin berbicara kepada orang yang berada di sampingnya itu yang melihatnya dengan tatapan perhatian.
“Kemana kau di jam pelajaran pertama dan kedua?”, tanya Alicia yang meminta keterangan kepada Calvin yang berdiri menatapnya.
“Aku? Aku masih di dalam mobil. Maaf, Alicia. Aku tidak ingin masuk kelas awal. Dan maaf aku tidak bisa menemanimu berlari tadi pagi.”, jawab Calvin lembut.
“Jika benar seperti itu? Kau buang jauh-jauh rasa muakmu kepada kakakmu. Kau tahu sesuatu hal Calvin, aku ingin kalian merasa tidak saling kenal di sini. Jangan buat aku menderita di sini setelah kau pindah di tempat ini.”, kata Alicia dengan seriusnya.
“Akan ku coba. Alicia, bisakah kau ke rumahku hari ini? lebih tepatnya sekarang.”, jawab lalu pinta Calvin.
“Maaf, Calvin. Aku tidak bisa, aku sangat sibuk di rumah. Lain kali saja ya.”
“Kalau begitu biarkan aku yang mengantarmu.”
“Tidak. Denico menyuruhku untuk ke ruangannya sekarang. Aku tidak ingin membuatnya menunggu terlalu lama. Kau mengerti maksudku, bukan?”
Calvin diam, ia tidak memiliki ekspresi sama sekali.
“Kau percaya kepadaku, bukan? Dia hanya menertibkanku agar aku tidak terlambat lagi. Aku tidak akan melakukan apa-apa. Hanya duduk dan mendengarkan. Aku janji.”, kata Alicia sambil mengacungkan jari kelingkingnya kepada Calvin yang masih tidak berekspresi.
Calvin ragu-ragu untuk membalas acungan jari Alicia yang terus ia lihat tanpa ekspresi. Apakah dia harus percaya kepadanya yang nyata-nyatanya adalah kekasihnya sekarang. Ia melangkah mundur dan berjalan perlahan keluar kelas dengan wajah menunduk.
“Akan ku tunggu kau di parkir.”, katanya kepada Alicia.
Alicia menjadi sedih. Mengapa dirinya begitu membenci kakaknya seperti itu? Dan sekarang mungkin dia sedikit marah kepadanya. Calvin dan Denico memang tidak memiliki hubungan yang baik walaupun mereka bersaudara kandung. Sang kakak sangat membenci adiknya sendiri tanpa alasan, si adik juga membencinya karena sikap kakaknya kepadanya. Mereka saling tidak peduli sama sekali satu sama lain. Alicia menundukan kepalanya berjalan perlahan menuju ruangan Denico. Entah  mengapa ia masih merasa hal janggal di hatinya. Ia ingin meluruskan hatinya kembali, tapi tidak mudah untuk melakukannya. Alicia memikirkan alasan mengapa Denico sangat membenci adiknya sendiri. Dia mengetahui itu semua, sangat mengetahui itu. Baginya, sikap Denico terlalu berlebihan tentang masalah ini. Tapi siapa tahu, memilih adik atau cinta itu sulit.
Alicia mengetuk pintu dan dia dipersilahkan masuk. Ia duduk di depan Denico yang sudah menunggunya. Denico melihatnya penuh dengan penasaran.
“Mengapa dengan dirimu? Apakah kau berkelahi dengannya?”, tanya Denico.
“Tidak. Aku memikirkan dirimu yang pengecut. Fiuh... merepotkan saja.”, jawab Alicia jutek, moodnya sedikit lebih naik.
“Ngomong-ngomong, mengapa kau terlambat dua hari ini?”, tanya Denico melipat kedua tangannya.
“Itu bukan urusanmu, bodoh amat menjawabmu. Aku tahu kau tidak membahas ini sebenarnya.”
“Benar. Kau taukan apa yang harus kau lakukan? Aku ingin laporan tiga hari sekali saja, tidak perlu setiap hari. Dan aku ingin kau membuat kesimpulan selama tiga hari tersebut. Jika belum mendapatkannya, kau boleh mengundurkan waktu asalkan tidak lama. Aku hanya ingin menerima laporanmu dan kesimpulanmu. Temui aku di ruanganku di markas jika kau sudah melakukannya.”
Alicia menganggukan kepalanya.
“Itu saja?”, tanyanya.
“Sebelum kau pergi, aku ingin memberimu sesuatu.”, jawab Denico lalu membuka laci mejanya dan memberikan sebuah kalung kepada Alicia. “Susah sekali mencari yang mirip denganmu yang sebelumnya ku rusak itu. Tapi ini lumayan mirip, kan? Aku minta maaf dan selamat ulang tahun. Aku tunggu traktirmu.”, lanjutnya.
Mata Alicia berbinar-binar. Ia senang, karena ada orang lain yang mengingat hari ulang tahunnya kemarin. Walaupun itu terlambat, ia tetap menerimanya dengan senyuman.
“Terima kasih. Lain kali jika Calvin tidak bermusuhan denganmu, aku baru akan menraktirmu. Bye.”, kata Alicia berterima kasih lalu berlari keluar. Ia menyimpan kalung itu ke dalam sakunya lalu berlari lagi menuju parkiran sekolah.
Alicia masuk ke dalam mobil lalu melihat Calvin yang menempelkan ujung kepalanya ke stir mobilnya, mungkin dia tidak bisa menahan cemburunya sehingga begitulah sekarang. Alicia mengelus-elus punggung Calvin dengan penuh perasaan dan berbisik kepada Calvin bahwa ia sudah kembali. Calvin menegakan kepalanya lalu bersandar kepada Alicia.
“Ada apa?”, tanya Alicia.
“Tidak ada apa-apa. Aku tidak tahan.”, jawab Calvin datar.
“Aku sudah di sini, sayang.”, balas Alicia mengelus-elus punggung Calvin lagi.
“Aku ingin membunuhnya.”, desis Calvin.
“Lebih baik kita pulang sekarang.”, pinta Alicia yang tidak ingin mendengar Calvin yang sedang kesal itu.
Calvin melepaskan tangan Alicia dari punggungnya lalu menegakan posisi duduknya. Ia mengganti kopling dan menginjak pedal gas dan melaju sangat kencang pulang ke rumahnya. Alicia menggandeng tangan kiri Calvin tapi ia menariknya. Sepertinya Calvin sedang tidak ingin disentuh oleh Alicia, atau dia memang marah. Alicia menjadi murung. Calvin berhenti tepat di depan rumah Alicia. Mereka diam dan tidak bergerak.
“Calvin kau marah kepadaku?”, tanya Alicia tiba-tiba memecah kesunyian diantara mereka.
“Seharusnya kau tahu diri dan cepatlah turun.”, jawab Calvin dengan nada kesal.
“Calvin aku minta maaf, okey. Denico hanya memberitahukan tugasku dalam misi. Ini tentang pekerjaan. Kau mengerti, kan?”
“Aku tidak mengerti. Pulanglah dan biarkan aku menenangkan diri sebentar.”, kata Calvin sedikit membentak Alicia.
“Aku bilang ini masalah pekerjaan, Calvin. Ya Tuhan, mengapa kau tidak mengerti. Calvin dewasalah sedikit.”
“Mungkin itu yang harus aku rubah diriku saat ini dan cepatlah keluar.”
“Jika aku menolak?”
“Aku yang pergi.”, jawab Calvin datar sambil mematikan mesin mobilnya lalu melepaskan sabuk pengamannya. Ia tidak main-main dengan perkataannya.
“Calvin jangan pergi.”, kata Alicia sambil menarik lengan Calvin kembali ke tempat duduk.
“Jika kau tidak ingin aku pergi, kau yang pergi.”
Alicia meneteskan air matanya. Mengapa Calvin menjadi seperti ini? Ia tidak pernah melihat Calvin marah seperti ini kepadanya. Calvin melihatnya menangis kepadanya membuatnya merasa terpukul. Hatinya menjadi kacau tak karuan. Alicia melepaskan sabuk pengaman dan keluar dari mobil dengan perasaan hancur dan sakit. Inikah rasanya sakit hati karena pacarnya marah kepadanya? Ia bertanya-bertanya di dalam hatinya sambil menangis dan berjalan setengah lari masuk ke dalam rumahnya. Ia membuka kunci rumahnya tapi kunci itu terjatuh terus karena konsentrasinya begitu hancur. Ia kesal dengan kunci itu lalu melemparkannya hingga memantul kembali dari pintu dan terjatuh di atas lantai. Alicia mulai duduk menangis di beranda rumahnya tanpa berpikir lagi. Ia seperti baru saja putus hubungan dengan kekasihnya sendiri. Calvin menyentuh tangan halus Alicia dan mengangkatnya hingga Alicia dapat berdiri lagi.
“Aku sudah minta maaf, Calvin. Mengapa kau tidak dewasa? Aku sakit karena kau perlakukan aku seperti itu dan kau juga...”
Calvin tiba-tiba mendekapnya dengan sangat erat. Calvin berbisik kepada Alicia yang dapat menenangkan hati Alicia. Ia membalas pelukan Calvin dengan sangat eratnya dan tidak ingin ia lepaskan. Calvin kembali berbisik di telinga Alicia. Kata-katanya seperti sihir yang dapat merubah perasaan hati Alicia saat ini. Mereka melepaskan pelukan mereka, Calvin mengusap air mata Alicia hingga kering.
“Aku harus pergi.”, katanya lalu pergi.
Alicia yang menggenggam erat tangannya tidak membiarkannya pergi tapi dia melepaskan genggaman Alicia itu. Kepergiannya tidak tambah membaik di hatinya. Ia ingin meraih Calvin tapi dia terus berjalan menjauh dan pergi dengan mobilnya. Alicia mengepalakn jari-jarinya, menahan sakit di hatinya. Memang labih baik dia menolaknya sejak awal jika jadinya seperti ini.
Calvin terus melaju dengan sangat kencang dengan mobilnya menuju sebuah tempat, bukan rumahnya melainkan ke pemakaman. Ia keluar dari mobil dan berjalan perlahan ke sebuah makam seseorang yang mungkin sangat berarti baginya. Batu nisan yang terbuat dari batu granit itu masih tampak baru tetapi sebenarnya itu sudah tiga tahun yang lalu. Ia belum bertemu dengan Alicia waktu itu, tapi sebuah kejadian menghancurkan dirinya. Ia berdiri di dekatnya, memejamkan matanya agar air matanya tidak tumpah hingga akhirnya ia membuka mata yang berkaca-kaca.
“Keputusanmu salah. Itu sangat menggangguku. Benar-benar sangat menggangguku. Mengapa waktu itu aku juga menurutimu? Aku juga tidak ingin kehilangan orang yang aku cintai, termasuk kakak. Dia sangat membenciku sampai sekarang ini. Kau tahu itu pasti terjadi, tapi kau bilang bahwa ini tidak apa-apa. Kau merasa seperti itu, tapi aku merasakan sakit di hati sampai saat ini. Aku masih merasa sangat bersalah kepadanya. Aku benar-benar takut, kehilangan orang yang sudah meredakan rasa sakit di hatiku selama ini.”, katanya dan air matanya akhirnya tumpah dari kedua matanya.
Ia berlutut di dekat makam itu, melihatnya penuh dengan rasa penyesalan yang besar. Ia memejamkan matanya dan membiarkan semuanya mengalir hingga air matanya berhenti mengalir kembali. Angin bertiup kencang menyentuh wajahnya sambil mengusap air matanya yang mulai mengering di wajahnya.
Seorang laki-laki tiba-tiba saja tiba dengan membawa setangkai bunga mawar putih tanpa duri. Dia bertubuh tinggi dan tegap, memiliki mata berwarna hijau, dan terdapat bekas kacamata di antara kedua matanya. Dia meletakan bunga mawar putih yang dibawanya di atas makam dimana Calvin tangisi penuh penyesalan tadi. Mereka tidak bertatap muka. Laki-laki itu langsung berjalan pergi tanpa basa-basi.
“Siapa dan apa yang kau lakukan di sini?”, tanya Calvin menatap punggung seorang pria yang mengenakan seragam sekolahnya.
“Apa kau melarangku? Kau tidak memiliki hak untuk melarangku.”, jawab laki-laki itu lalu pergi.

Calvin dapat melihat wajah laki-laki itu sekilas dan tatapan tajam laki-laki itu. Ia sepertinya pernah melihatnya tapi ia tidak mengingat siapa dia. Tentang siapa dia sebenarnya tidak terlalu ia pikirkan. Ia kembali menatap batu nisan itu, wajahnya kembali menjadi tanpa ekspresi lagi. Kemudian ia bangkit berdiri dan meninggalkan tempat itu sambil mengucapkan selamat tinggal. Yang harus ia lakukan sekarang adalah memikirkan hubungannya dengan Alicia. Ia mengetahui ini pasti sangat berat bagi Alicia. Keputusan ada di tangannya sekarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menonton Urutan Danganronpa Anime Series dengan Benar

Halo minna-san tachi… Di sini aku mau bahas anime yang aku tonton baru-baru ini. Sebenarnya memang sudah lama keluar tapi aku mengurungkan niat tidak menonton karena awal dari animenya membingungkan. Tapi, saat menontonnya lagi dengan cara yang benar, akhirnya aku paham alur ceritanya dan menarik perhatianku. Danganronpa 2 the animation, yang diambil dari serial game dan light novel, adalah anime keluaran tahun sekitar 2014. Itu adalah anime season 1 yang entah bagaimana ditulis 2. Aku ingat pertama kali menonton anime ini saat aku masih SMA dan aku langsung suka dengan animenya karena menurutku konflik yang diberikan cukup unik dan menantang. Bagaimana tidak? Kau terkurung di sebuah sekolah dan disuruh untuk membunuh teman-temanmu agar kau bisa lulus? Otak dalang ini emang gila bagi yang merasa kalian normal, namun di sinilah sisi menariknya. Anime ini memberikan kesan misteri yang perlu dipecahkan secara perlahan-lahan. Tidak hanya kasus pembunuhan yang terjadi, namun juga ...

Terkesan dengan Kata-kata

Yosh... aku mulai sekarang... (pembaca bingung?) well, akhir-akhir ini aku lebih sering nonton film, ngetik, baca, ngetik, dengerin musik sambil ngetik, dan yang paling parah adalah aku selalu ngimpiin hal yang aneh saat aku tidur. tapi apa manfaatnya? jawabnya adalah BANYAK! semuanya jika dikumpulkan jadi satu, um... jadi sebuah cerita yang indah dan tidak pernah ada.... semuanya itu sungguh luar biasa. aku selalu mendapatkan inspirasi dari satu kalimat atau lebih yang terdiri dari kata-kata yang indah. biasanya hal yang berbau romantis atau hal yang tidak pernah kudengar sebelumnya. contoh  : "Aku tahu kamu sudah memiliki seorang pangeran, tapi apakah kamu tidak memerlukan seorang kesatria?" -kutipan dari novel Vampire Diaries The Return: Midnight, Damon Salvatore to Elena Gilbert- katanya sih, dia ngomong gitu karena kisah tentang seorang ratu yang egois mencintai dua orang sekaligus, yaitu rajanya dan kesatrianya. bisa diartikan (jika kalian tahu cerita Vampire Diarie...

Daftar Pemenang Festival Film Bandung

Kategori Film Terpuji 1. TANAH SURGA KATANYA 2. HABIBIE & AINUN 3. GENDING SRIWIJAYA 4. 9 SUMMERS 10 AUTUMS 5. 5 CM   ( Winner ) Kategori Pemeran Utama Pria Terpuji 1. Vino G. Bastian dalam MADRE 2. Agus Kuncoro dalam GENDING SRIWIJAYA 3.  Reza Rahadian  dalam HABIBIE & AINUN   ( Winner ) 4. Tio Pakusadewo dalam RAYYA CAHAYA DI ATAS CAHAYA 5. Adipati Dolken dalam SANG MARTIR Kategori Pemeran Utama Wanita Terpuji 1.  Julia Perez  dalam GENDING SRIWIJAYA  ( Winner ) 2.  Bunga Citra Lestari  dalam HABIBIE & AINUN 3. Lana Nitibaskara dalam AMBILKAN BULAN 4.  Acha Septriasa  dalam TEST PACK  ( Winner ) 5. Laura Basuki dalam MADRE 6. Agni Prastistha dalam CINTA TAPI BEDA Kategori Pemeran Pembantu Pria Terpuji 1. Igor Saykoji dalam 5CM 2. Fuad Idris dalam TANAH SURGA KATANYA 3. Alex Komang dalam  9 SUMMERS 10 AUTUMNS  ( Winner ) 4. Mathias Muchus dalam GENDING SRIWIJAYA 5.  Reza ...