Aku mengambil judul "Dengarkan Dirinya" karena mungkin itu benar. Lebih baik mendengarkan dahulu baru bertindak. Jangan sembrono dan tergesa-gesa akhirnya kesalah pahaman yang muncul. Ini pelajaran juga sih sebnarnya, tapi bagiku ini juga asik jika dijadikan cerita. Xixi...
Jam menunjukan pukul lima sore.
Alicia duduk di atas ranjangnya menelpon seseorang. Wajahnya masih tampak bahwa
ia masih sedih. Bekas air matanya pun masih membekas di kedua pipinya dan
matanya. Ia mengambil tisu lalu mengeringkan hidungnya yang dari tadi
mengeluarkan ingus karena ia tadi menangis tadi.
“Maafkan aku, aku tidak pernah
melihatnya marah kepadaku seperti tadi. Sekali lagi aku minta maaf.”, katanya
lalu membuang tisu itu ke tempat sampah dengan melemparnya.
“Baiklah, terima kasih.”
Alicia mematikan ponselnya lalu
ia buang ke atas ranjangnya. Ia memeluk
boneka teddy besar yang diberikan Calvin saat ulang tahunnya. Memeluknya sangat
erat sehingga sehingga ia dapat meraih tubuhnya sendiri dengan
tangan-tangannya. Meletakan kepalanya di atas bantal dan menutup mata. Ia
berpikir jika dia tidur mungkin dapat melupakan semuanya yang telah terjadi dan
mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan Calvin.
Suara ketokan pintu rumah
terdengar. Ia kembali membuka mata dan memindah boneka teddy itu di sebelahnya
lalu ia bangun. Berjalan perlahan membukakan pintu depan. Ia mengusap wajahnya
agar tidak terlihat baru saja menangis. Segera membuka pintu, ia tidak
mengetahui bahwa Calvin dibelakang pintunya. Alicia menahan senyum lalu ia
menyuruh Calvin untuk duduk. Ia berjalan perlahan menuju dapur untuk membuatkan
Calvin minuman. Meletakannya di atas meja ruang tamu lalu duduk di depannya
dengan tatapan berharap.
“Aku ingin...”
Mereka berkata bersamaan dan
sama. Mereka bertatapan muka. Calvin menganggukan kepala yang menunjukan bahwa
Alicia yang terlebih dahulu berkata.
“Aku ingin berkata bahwa aku
telah mengundurkan diri dari misi.”, kata Alicia.
“Mengapa?”
“Kau marah gara-gara pekerjaanku,
oleh sebab itu aku...”
Alicia sedikit berat untuk
melanjutkan.
“Aku tidak ingin kau marah lagi
kepadaku dan aku mencoba mempertahankan hubungan kita.”, terusnya sambil
menatap Calvin dengan wajah berharap.
“Sayangnya, Alicia. Aku ke sini
untuk mengakhiri hubungan kita.”, kata Calvin tiba-tiba.
Alicia tercekat dan tidak
percaya. Apa yang ia katakan barusan? Membuatnya benar-benar sakit hati
melebihi apapun. Rasanya seperti ada yang menghilang dari dirinya, sesuatu yang
sangat penting dari hidupnya harus pergi.
“Mengapa? Apa karena aku menemui
Denico? Alasan tidak bermutu.”, kata Alicia hampir menangis.
“Untungnya bukan itu. Aku
mengakhiri hubungan denganmu hari ini karena aku...”
Calvin berhenti berkata-kata
karena Alicia sudah tidak tahan menatap wajahnya. Ia sudah menangis lagi.
“Mengapa kau seperti itu
sekarang?”, tanya Alicia yang sudah menangis. Matanya memerah dan basah.
“Kau tidak ingin mendengarku
pasti, lebih baik aku pergi saja. Aku tidak ingin mengganggumu menangis seperti
itu, tidak ada gunanya.” Itulah jawaban Calvin. Ia berdiri dan mulai mengambil
langkah. Alicia tidak percaya bahwa Calvin memang benar-benar serius.
“Kau jahat, kau kejam. Kau
seperti cowok brengsek lainnya. Aku salah menilaimu selama ini. Aku menyesal
dengan ini semua!”, teriak Alicia yang menangis sambil menutup wajahnya dengan
bantal sofa karena tidak ingin melihat wajah Calvin.
“Kalau itu pendapatmu, terserah.
Kali ini kau juga membuatku sakit hati, lebih sakit dari yang kau rasakan.”,
kata Calvin lalu menutup pintu dan pergi.
Alicia melepaskan bantal dari
wajahnya dan mencoba menatap Calvin dan bertanya apa maksudnya itu tetapi ia
sudah pergi. Ia berdiri dan berlari keluar, membanting pintu dengan kerasnya ke
dinding rumahnya hingga membekas. Ia melihat Calvin berdiri di depan pintu
tanpa ekspresi menatap dirinya. Alicia tersenyum pahit.
“Kau mengejarku, syukurlah. Kau
selalu seperti itu, tidak mau mendengarkanku terlebih dahulu.”, kata Calvin
lalu meraih kedua tangan Alicia dan mendekapnya dengan erat. “Alasan mengapa
aku akhiri hubungan kita adalah karena aku ingin memulainya dengan yang baru.
Aku ingin kita memulainya dari awal. Kau mengerti maksudku, bukan?”, terus
Calvin sambil berbisik di telinga Alicia.
Alicia menganggukan kepalanya. Ia
membalas dekapan Calvin dengan sangat eratnya hingga tidak ingin melepaskannya
walaupun Calvin mencoba untuk melepaskan pelukan mereka.
“Apakah kau ingin kita berpelukan
di depan pintu seperti ini, Alicia? Aku yakin kau berpikir ini pasti
memalukan.”, kata Calvin akhirnya, Alicia melepaskan pelukannya lalu menarik
Calvin masuk dan menutup pintu.
Alicia melompat ke pelukan Calvin
setelah berada di dalam rumah. Ia tidak ingin melepaskannya dalam kondisi
apapun. Calvin terpaksa harus menggendongnya agar dia tidak harus berdiri terus
dengan beban tubuh Alicia. Ia duduk di ranjang Alicia lalu tiduran di atasnya.
Alicia mulai bangkit dan tidak ingin bergabung dengan Calvin.
“Sebenarnya siapa yang
bermain-main tentang hubungan kita, aku atau kau Calvin? Kau benar-benar
jahat.”, kata Alicia, bekas air matanya masih sangat terlihat di wajahnya.
“Sejahat apakah aku jika kau
tidak mau mendengarkanku? Kau selalu seperti itu.”, balas Calvin sambil bangkit
duduk di samping Alicia.
Alicia menatapnya. “Aku ingin
memukulmu.”, katanya polos. Calvin mengangkat kedua tangannya menandakan
menyerah dan meminta ampun.
“Kau benar-benar menyebalkan!”,
kata Alicia sedikit kesal sambil memukuli Calvin dengan bantalnya.
“Okey, aku minta maaf sekarang.”,
kata Calvin.
Alicia melemparkan bantal tepat
ke wajah Calvin lalu ia memeluknya.
“Jangan lakukan lagi ya.”, bisik
Alicia lembut ke telinga Calvin.
Calvin menganggukan kepalanya dan
membalasnya dengan bisikan juga. Kata-kata itu adalah yang ditunggu-tunggu
Alicia. I love you. Kata-kata masuk
melalui pendengarannya lalu langsung masuk ke dalam hatinya. Tenang, hangat,
dan senang. Itulah perasaan Alicia saat ini. Alicia memeluk Calvin makin
eratnya.
“Mengapa kau mengundurkan diri,
rekanku? Tidak boleh seperti itu.”, kata Calvin berpura-pura memarahi Alicia
seperti anak kecil.
“Aku kira kau marah kepadaku
karena misi yang kujalani, oleh sebab itu aku mengundurkan diri.”, jawab Alicia
polos sambil melepaskan pelukannya dan menatap Calvin.
“Akan sulit untuk menerima kau
kembali.”, kata Calvin sedikit menerung.
“Aku akan bicara kepadanya,
besok. Bolehkah aku?”
Calvin berpikir mempertimbangkan
itu. Akhirnya ia menganggukan kepalanya. Ia dapat melihat Alicia tersenyum
lebar dan senang. Itulah pemandangan yang dari dulu ia inginkan dan harapkan
kepada Alicia. Tapi terkadang gadis itu cemberut kepadanya apalagi saat ia
benar-benar kesal, wajahnya tidak berekspresi seperti menahan diri.
“Alicia.”, katanya memanggil
seorang gadis yang duduk di depannya.
“Iya?”
Calvin menelan air ludahnya lalu
mengeluarkan kata-kata yang membuat Alicia terkejut. Calvin terus berkata-kata
dan Alicia mendengarkannya dengan sangat seriusnya tapi sebenarnya tidak juga
karena ia sudah tahu permasalahan yang sebenarnya. Yang membuatnya terkejut
adalah ketakutan Calvin akan kehilangan dirinya karena diambil orang lain.
Akhirnya, Calvin meminta maaf kepada Alicia atas perilakunya hari ini kepada
Alicia, ia benar-benar merasa menyesal akan hal ini.
Alicia tersenyum lagi dengan
sangat lembut dan dapat menenangkan orang yang melihatnya apalagi Calvin. Dia
melihat Alicia seakan terdapat cahaya terang bersinar di tubuh Alicia dan ia menjadi
pusat perhatian. Ibaratkan adalah seorang malaikat duduk di depan Calvin,
menyentuh kedua tangannya dan tersenyum kepadanya. Kata-katanya yang lembut
membuatnya jauh ke dalam hatinya dan dengan diam sambil mendengarkannya tapi
menghiraukan kata-katanya. Ia terlalu tertarik dengan gadis itu. Mulai
wajahnya, parasnya, senyumannya, tubuhnya, sikap dan perilakunya, serta
hatinya. Calvin sangat mengagumi Alicia sebagai mahluk sempurna di matanya.
“Kau begitu sempurna, aku tidak
percaya bisa memilikimu sekarang.”, desis Calvin ditengah-tengah khayalannya.
Kata-kata Alicia terhenti karena
Calvin tiba-tiba berdesis yang membuatnya kebingungan. Ia memalingkan wajahnya
yang kebingungan dan melihat Calvin menatap wajahnya dengan sangat terpukau. Ia
melambaikan tangannya ke depan kedua mata Calvin, tidak berkedip. Alicia
berpikir bahwa Calvin pasti memikirkan pikiran jorok tapi mengapa dia tidak
mimisan. Alicia terus menatapnya hingga beberapa detik dan akhirnya momen yang
ditunggu-tunggu Alicia terjadi. Calvin mimisan. Alicia menutup kedua mata
Calvin dengan tangan kirinya dan mendorongnya hingga jauh.
Calvin tersadar. Ia menyingkirkan
tangan Alicia dan meminta maaf. Ia mengusap darah dari hidungnya lalu
mengangkat kepalanya ke atas agar darahnya berhenti mengalir. Alicia
menyuruhnya untuk ke kamar mandi dan ia lakukan.1
Alicia melepaskan nafasnya
perlahan melihat perilaku Calvin. Mengapa anak itu lebih sering mimisan jika
mereka berdua-duaan? Itulah yang ia pikirkan. Calvin memang dua tahun lebih tua
darinya tapi ini bisa dibilang gila jika laki-laki itu terus berpikiran seperti
itu. Alicia bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, ia ingin berbicara
kepada Calvin pelan-pelan.
Calvin berhenti mengeluarkan
darah dari hidungnya. Ia merasa lega karena telah berhenti. Ini akibat ia
terlalu sering menonton film porno diliburan musim dinginnya. Ibunya pernah
memergoknya, tapi tetap saja ia masih saja menonton. Sejak dia berpacaran
dengan Alicia, ia tidak menonton film-film porno itu. Ia mulai tobat jika ingin
berhubungan dengan seorang wanita. Walaupun begitu, pikirannya masih saja ke
arah seperti itu, ia yakin pasti Alicia marah kepadanya. Ia harus meminta maaf
dan mencoba untuk mengendalikan dirinya. Itu adalah jalan terbaiknya sekarang.
Ia mengambil air dari wastefel lalu membasahi mukanya, sekalian menjernihkan
pikirannya. Ia berbalik tepat Alicia berada di belakangnya, ia terkejut.
“Maaf, Alicia. Aku mencoba
menahan diri.”, katanya.
“Aku mengerti.”, balas Alicia
singkat lalu tersenyum.
“Jika aku melakukannya lagi, kau
boleh menghukumku. Sekarang hukumlah aku.”, kata Calvin sambil menundukan
kepalanya. Ia menyesal.
“Itu untuk kebaikanmu, sayang.
Aku lebih memilih kau menemaniku belanja untuk makan malam. Aku tidak memiliki
bahan-bahan makanan lagi.”, kata Alicia ramah.
“Seharusnya lebih parah dari menemani
kau berbelanja”, desis Calvin.
“Bukan hanya itu, aku ingin kau
yang memasak.”
“Apa?! Aku tidak bisa masak,
pasti tidak enak.”
“Jika kau tidak ingin malam ini,
kau bisa buatkan aku sarapan.”, kata Alicia lalu tersenyum.
“Itu berarti aku boleh menginap
lagi?”, kata Calvin berbunga-bunga.
“Iya, tidur di sofa saja ya.”
Calvin langsung down. Ia menundukan kepalanya.
“Aku ganti baju dulu ya. Tunggu
aku.”, kata Alicia senang lalu berjalan menuju kamarnya.
Calvin tidak dapat berbuat
apa-apa. Ia berjalan ke ruang tamu lalu duduk di atas sofa. Ini adalah
hukumannya yang diberikan oleh Alicia. Ini memang tidak berat, tapi baginya itu
hal sulit dilakukan. Memasak adalah hal yang sangat ia tidak sukai. Tidak
menyukai pisau, kompor, dan alat masak lainnya. Jika ia salah menggunakannya
pasti akan makin menyusahkan Alicia. Sebuah semangat kecil muncul disaat ia
mengingat bahwa ia pernah menghancurkan jip Alicia. Ia harus menuruti Alicia
apa yang dia inginkan sampai dia puas dan membuangnya, itulah perinta mamanya.
Sedikit kasar memang, tapi ia mencoba untuk menerimanya apalagi itu untuk
kekasihnya sendiri.
Alicia keluar dari kamar yang
sudah siap dengan segala hal. Ia cantik sekali mengenakan simple dress untuk berpergian dengan sepatu berhak pendek berwarna
krem. Ia berjalan dan berdiri di depan Calvin yang sedang pusing-pusingnya
memikirkan masalahnya.
“Bagaimana penampilanku?”, tanya
Alicia sambil tersenyum.
Calvin terkejut, ia mengangkat
kepalanya dan melihat Alicia berdiri di depannya dengan sangat anggun. Ia
bengong melihat Alicia seperti itu. Alicia benar-benar cantik hari itu. Rambut
poninya yang biasanya ia singkirkan ke kiri sekarang berada di keningnya, tebal
rapi dan melengkung indah. Poni itu hampir menutup kedua matanya yang berwarna
cokelat.
Calvin bangkit berdiri di depan
Alicia lalu menatap tubuh Alicia dari atas ke bawah secara berulang. Ia
mengacungkan jempolnya kepada Alicia yang langsung tersenyum malu.
“Thank’s.”, kata Alicia senang.
Mereka bergandengan tangan satu
sama lain. Menatap masing-masing wajah lalu berpelukan sebentar. Segera mereka
berjalan keluar perlahan bersamaan kedua tangan mereka tidak terlepaskan.
Calvin menutup rumah dan menguncinya. Alicia masuk ke dalam mobil lalu Calvin
masuk. Mereka mulai kencan mereka untuk pertama kalinya.
Komentar
Posting Komentar