kali ini beda, bukan FADE lagi lhoh ya. ini itu lanjutannya dari "The Truth of Me" yang ku beri judul Dua Sisi. karena ini belum selesai jadi separo2 dulu aja. ini bagian satunya pada awal semester baru.
Aku tak tau apa yang harus aku lakukan lagi.
Itu selalu terjadi dengan begitu saja.
Itu juga selalu terjadi di saat yang seperti ini.
Aku... harus bagaimana
Pagi yang gelap...
Sepertinya nanti akan hujan. Hari ini langit sudah tertutup dengan
awan tebal berwarna abu-abu. Dengan kata lain, aku akan kehujanan saat aku
berangkat sekolah nanti. Aku tinggal sendiri sekarang, orang tuaku terdapat
pekerjaan di luar kota. Tapi, ada seseorang yang menemaniku. Jika dibilang dia
adik, pacar ataupun teman itu adalah salah. Aku tidak memiliki hubungan
dengannya apalagi dia sedikit aneh, bagiku...
Aku meremas sebuah kertas. Kertas itu berisi pesan dari ibuku yang
sudah tidak ada di rumah. Isinya adalah hal yang biasa bagiku. Surat kecil
untukku ini sudah menjadi sebuah bola kecil tidak beraturan. Aku membuangnya
keluar jendela yang telah aku buka walaupun itu kecil, dan mungkin hanya tikus
yang dapat melewatinya.
Aku memandang langit yang gelap itu tanpa cahaya satupun. Dan
kelamaan, pagi hari akan menjadi seperti senja hari. Angin mulai bertiup dengan kencangnya dan
mendorong jendela kamarku untuk kembali menutup dan hampir saja mengenai
wajahku. Aku yakin itu bukan karena angin tetapi karena seorang gadis yang
sudah berdiri di depan pintu kamarku sambil bersandar pada dinding. Dia memang
gadis cantik tapi menyebalkan bagiku. Aku tidak menyukainya karena dia tinggal
di rumahku. Aku meliriknya lalu menghiraukannya.
Aku mendengar suara hentakan kakinya yang mendekat
padaku. Aku yakin ia marah padaku tapi aku tetap menghiraukannya. Aku tidak
peduli apa yang akan dia lakukan padaku. Tapi jujur, itu hal pasti tidak kau
percaya.
“Aku tidak ingin sarapan pagi ini.”, kataku yang
menghentikan langkahnya.
“Mereka menunggumu, bodoh!”, balasnya.
Apa yang dia maksud dengan mereka?
Jangan-jangan...
“Baik, aku akan segera datang.”, kataku setelah
itu.
“Lebih baik sekarang.”, katanya lalu menghilang.
Dia gadis yang selalu saja melakukan hal itu
disaat aku mulai bermalas-malas untuk melakukan hal, apa pun itu. Dia juga
selalu saja tiba-tiba menghilang saat aku akan melakukan apa yang ia suruh
ataupun pinta. Seperti hantu saja. Datang tak diundang dan juga pergi tak
diantar.
Karena sudah beberapa bulan aku belajar dan gadis
itu dengan sabarnya mengajariku melakukan sesuatu yang manusia tidak dapat, aku
hanya menggerakan jariku untuk merapikan kamarku yang super berantakan. Ini
sudah biasa ku lakukan saat aku mengetahui siapa diriku sebenarnya. Oleh sebab
itu, gadis itu berada di sini sekarang. Dia memiliki tugas yaitu tanggung jawab
atas aku. Karena dialah yang mengungkapkan siapa aku dan juga dia yang akan
membantuku untuk mengendalikannya. Aku tidak dapat mengontrolnya dengan baik
sehingga gadis itu sedikit kesal padaku, akhir-akhir ini. Hitungan hari semakin bertambah dan seharusnya
itu akan menjadi lebih baik, tetapi ini semakin buruk. Aku benci jika aku tidak
dapat melakukan ini.
Kamarku sudah rapi dan juga bersih seperti kamar
anak perempuan. Orang tuaku kadang kagum karena kedisiplinanku dalam
membersihkan kamarku, padahal aku tidak melakukan hal dapat membuatku
berkeringat. Cukup dengan satu jari dan beberapa ucapan yang memiliki arti
setiap katanya, aku dapat membuatnya sempurna. Inilah yang namanya sihir. Aku sebelumnya
tidak menyangkan kalau aku adalah seorang penyihir sebelum bertemu gadis itu, dia
mengungkapkanku dan sekarang dia bertanggung jawab atas diriku sampai aku dapat
mengendalikannya sampai benar-benar terkendali.
Aku berlari menuju ruang makan dan duduk di
kursiku yang berhadapan dengan layar televisi di meja makan. Aku mengambil
remot lalu menghidupkannya. Semangkok sereal telah ditelakan di depanku dan aku
mengucapkan terima kasih. Ini yang namanya penipuan besar. Gadis itu
benar-benar membohongiku agar aku lebih cepat berada di meja makan dan mulai
sarapan agar berangkat nanti tidak kesiangan. Setidaknya dia perhatian
kepadaku. Aku menghabiskan serealku tepat dia selesai mandi. Aku mematikan
layar televisiku lalu pergi mandi. Tidak banyak yang dilakukan sih, gadis itu
selalu menggunakan sihir agar lebih cepat untuk berangkat ke sekolah. Kecuali disaat
orang tuaku berada di rumah, gadis itu tidak menggunakannya. Tentu saja. Jika digunakan
dan dipamerkan, orang tuaku langsung terkena stroek parah saking terkejutnya
dan tidak percayanya akan yang mereka lihat sendiri.
Gadis itu bernama Noi, nama lengkapnya Novily. Cukup
aneh juga namanya. Tapi dia bilang bahwa ia lahir tanggan 1 November, tidak salah
jika namanya seperti itu. Bagiku dia adalah gadis sempurna yang pernah aku
lihat selama ini dan aku makin bersyukur dia tinggal di rumahku. Entah dengan
cara apa Noi dapat membujuk orang tuaku agar setuju. Dia juga mandiri dan
pintar. Di dunia ini mungkin dia adalah orang yang paling diandalkan, aku
selalu mengandalkan dirinya walaupun ia kesal dengan perilakuku yang seperti
itu. Rambut pendek berwarna cokelat kemerah-merahan miliknya itu bergelombang
indah di kepalanya dan tidak lupa kacamata berwarna ungu faforitnya. Sebenarnya
itu bukan wujud asli dirinya, jika kau lihat wujud aslinya itu kau pasti tidak
bisa berkedip apalagi menutup rapat-rapat mulutmu. Dia adalah gadis yang sangat
sempurna jika dilihat dari wujud aslinya. Rambutnya panjang berwarna hitam
gelap tapi setiap ujung-ujung rambutnya berwarna ungu tua yang indah. Aku ingat
memandangi bola matanya yang sangat indah. Berwarna ungu kenila-nilaan yang
indah. Tapi sayang dia jarang menampakan diri aslinya sendiri.
Aku keluar dari kamar mandi dan mendapati dirinya
membersihkan rumah dengan sihirnya. Dia dalam wujud aslinya. Aku tersenyum puas
melihatnya seperti itu. Tapi itu luntur seketika saat ia mulai melirikku kesal
karena ia membenciku jika aku melihatnya begitu tertegun. Aku berlari
mengenakan seragam sekolahku dan berlari menuju ruang tamu karena dia
menungguku. Menggendong tasku yang sangat enteng dan memakai sepatuku. Aku melirik
ke Noi yang sudah siap dalam wujud gadis kutu buku. Menyebalkan. Tapi ia sering
begitu jika bersekolah.
Kami memang berjalan bersama dan dihadang oleh
seorang laki-laki yang lebih sedikit dari umurku. Dia berpakaian bebas dan
tidak bersekolah. Dia adalah Alex, sebelumnya ia juga bersekolah di tempat yang
sama denganku tapi terdapat sebuah insiden yang membuatnya harus keluar dari
sekolah. Dia sangat ditakuti oleh semua siswa di sekolah. Sebelumnya ia sangat
populer karena ia adalah atlet basket di sekolahku. Bertubuh tinggi dan
sepertinya otot-ototnya sudah mulai membesar dan mengeras tapi jika dilihat
benar-benar itu tidak menggumpal sama sekali. Aku melambaikan tanganku kepadanya
dan ia membalasku dengan senyuman.
“Selamat pagi Alex.”, sapaku kepadanya.
“Pagi. Bagaimana keadaanmu?” Pertanyaannya tidak
kepadaku melainkan kepada Noi yang berdiri di sampingku.
“Seperti yang kau lihat.”, jawab Noi singkat.
“Sayang sekali aku tidak dapat sekolah sekarang.”,
kata Alex sedikit muram.
Noi menyentuh pipi kiri Alex dengan sangat
perhatiannya dan menghiburnya. Aku tidak suka melihat mereka bertingkah
romantis di depanku. Aku kan cemburu melihat mereka. Alex sangat beruntung mendapatkan
Noi tetapi resiko yang ia terima lebih besar. Noi memiliki kekuatan yang tidak
sepenuhnya bisa dikontrol walaupun ia bisa mengontrolnya. Itulah dia, tapi
kekuatan Noi jauh mengerikan dari yang aku dan Alex. Kalau aku bisa
mengendalikan otak seseorang termasuk mengubah jalan pikir mereka, Alex dapat
memanipulasi alam, dan Noi dapat mengendalikan semua kekuatan orang entah dalam
berjalan, melihat, berpikir, dan lain-lain. Yang membuatku terkejut dia juga
dapat membunuh orang dengan cepat hanya dengan mengendalikan kekuatan jantung
mereka tidak ada satu detik. Tapi ia tidak suka melakukan itu, ia terkadang
melakukannya karena ia hilang kendali. Itulah tugas Alex untuk menjaga Noi. Dia
laki-laki yang baik hingga mau mengorbankan dirinya sendiri untuk Noi yang
dapat dibilang berbahaya itu. Selain itu, Noi mengenakan kalung bintang yang
diberikan oleh Alex untuk membantunya menyegel sebagian kekuatannya. Jika itu
terlepas dari lehernya, kekuatannya akan mengamuk sesuai emosinya walaupun ia
sudah bisa mengendalikan emosinya. Itulah kekuatannya, tidak mau kalah dengan
pemiliknya. Terkadang aku juga bingung akan hal ini, kok bisa seperti itu? Noi
sudah memberitahuku tapi tetap saja aku tidak mengerti.
“Aku duluan ya.”, kataku kepada mereka yang asik
berdua-duaan dan mencampakanku. Mereka benar-benar jahat kalau mereka sudah
bersama.
Aku berjalan menuju kelas tetapi wali kelasku
menghampiriku dan menyuruhku untuk ke ruangannya sekarang. Aku mengikutinya. Aku
duduk di kursi dan menatapnya kebingungan. Di awal semester ini tidak mungkin
ada hal buruk ku lakukan di sekolah.
“Aku ingin kau menjadi komite pentas seni diakhir
Bulan Maret ini.”, katanya dengan nada monoton.
“Apa?!” aku terkejut dan tidak percaya apa yang ia
katakan kepadaku.
“Kau menjadi ketua komite pentas seni diakhir
Bulan Maret nanti.”, katanya lebih jelas dan perlahan. Guru itu memang sedikit
menyebalkan.
“Mengapa kau memilihku?”, tanyaku.
“Karena kau berbakat. Kau bisakan?” kata-katanya
tidak mengajukan permohonan tetapi mengancam.
Aku hendak menganggukan kepalaku tetapi terasa
tegang. Ini akibat kekuatanku mulai aktif kembali karena emosi kecilku karena
guru itu. Aku tidak masalah beremosi kalau di dekat Noi karena dia pasti
membantuku mengendalikannya. Aku belum bisa mengendalikan ini seutuhnya karena
memang membuatku kepalaku sakit. Dan itu terjadi. Aku mencoba menutup mataku
dan berkonsentrasi untuk mengendalikan emosiku yang semakin meluap. Sulit sekali.
Guru di depanku bertanya kepadaku dengan was-was karena melihatku seperti
kejang-kejang. Diamana Noi? Apa dia belum berangkat juga? Pasti dia merasakan
aura sihirku yang hendak meledak ini. Jika itu terjadi, guru di depanku bakalan
mati akibat sakit kepala yang luar biasa.
Angin berhembus sangat kencang membuat kaca-kaca
jendela pecah. Ini bukan ulahku, setidaknya aku masih dapat sedikit
mengontrolnya. Guru di depanku terkejut dengan melihat kaca jendelanya pecah
dan angin menerpanya seakan angin ingin membawanya. Guru itu melayang hingga
terbentur ke dinding dan jatuh pinsan. Aku masih duduk di kursi dan angin tidak
membawaku walaupun mereka meniupku. Aku masih memegangi kepalaku yang hendak
meledak ini karena emosiku ternyata semakin memburuk. Alex tiba dari jendela
dan melompat masuk. Ia seperti memasang penghalang pada dirinya dan guru itu
sehingga ia mendekatinya. Noi muncul di belakangnya saat ia melompat tadi. Lalu
dengan kesal Noi menatapku dengan mata ungu kenila-nilaannya. Aku menatap tepat
di matanya. Aku lebih rileks dan merasa lemas. Benar-benar menguras tenaga
saja. Aku jatuh dari kursi dan aku hendak pinsan tapi aku masih sadar. Alex membantuku
untuk duduk bersandar pada dinding dan bertanya kepadaku apakah aku baik-baik
saja. Dan aku mengangguk. Noi menghampiri guruku dan menyembuhkan luka-luka
akibat terbentur dinding tadi. Itu adalah ulah Alex.
“Dia ku buat pinsan. Luka-lukanya kubuat sedikit
merasa sakit akibat terbentur sesuatu yang tidak keras. Dan tatap aku, Noel.”,
katanya kepadaku. Aku menatapnya. Ada kekuatan yang keluar dariku dengan sangat
tenang dan mulus. Aku tidak kejang-kejang lagi.
Selesai aku menatapnya. Ia bangkit berdiri dan
dengan semua sihirnya ia membenarkan semuanya yang berada di ruangan ini hingga
seperti semula. Ini akan berdampak buruk bagi Noi karena terlalu menggunakan
kekuatannya berlebihan untuk hari ini. Wujud aslinya muncul disaat cahaya ungu
yang terang menyinari tubuhnya. Sihirnya tidak mampu untuk menyembunyikan wujud
aslinya.
“Kau sebaiknya di UKS Noel, bersama dia. Semuanya di
sini tidak akan tahu soal ini.”, kata Alex lembut.
Ia menyentuh pundakku dan aku terasa menghilang
terbang entah dimana. Aku terjatuh tepat di atas ranjang di UKS. Syukur aku
tidak mengalami sakit di punggungku ini. Dan seketika pula Alex berada di
sampingku.
“Kau tidur saja. Noi akan mengendalikan emosimu di
ruang sebelah dan aku tidak jauh dari sekolah. Kau tau kan cara mengirimkan
sinyal kepadaku?”, katanya.
Aku menganggukan kepalaku. Alex tersenyum
melihatku seperti itu lalu ia lenyap. Aku tidur di UKS dengan perasaan kebas di
seluruh tubuhku. Apa aku menangis darah lagi? aku penasaran dengan wajahku
sekarang. Mencoba bangkit berdiri setelah aku tidak merasa kebas lagi dan
menatapiku di cermin. Aku tidak menangis darah lagi tapi warna mataku berubah
menjadi merah darah yang mengerikan seperti warna mata vampir. Dan anehnya
tatapanku menjadi tajam. Rambut hitamku juga sekarang terhiasi helai-helai
ramburku yang berwarna merah cerah. Jika ku lihat diriku di sana, sepertinya
aku mirip orang aneh tapi jujur itu membuatku lebih keren. Aku menyukai model
rambutku ini. Entah apa itu aku seperti di dorong oleh seseorang dan aku mulai
tiduran lagi di atas ranjang. Noi berdiri di sampingku.
“Kau sebaiknya tidur. Aku mengendalikan
mengendalikan emosimu disaat kau tidur. Aku berada di ruang sebelah menajaga
gurumu itu.”, kata Noi kesal lalu ia lenyap.
Noi sangat enak memiliki kekuatan seperti itu.
Mengendalikan kekuatan orang lain dan dapat dia gunakan sendiri selagi orang
itu tidak berada jauh darinya. Aku memejamkan mata dan berpikir kapan aku bisa
mengendalikan ini semuanya. Aku sangat berharap sekali. Aku tidak tahu apa yang
harus aku lakukan disaat aku mulai kumat lagi. Kepalaku terasa seperti ada
dendam di dalamnya. Tapi aku tidak memiliki dendam apapun. Aku pun memutuskan
untuk tidur.
Komentar
Posting Komentar