Langsung ke konten utama

"Fade" Bab 7

here you go.. Fade bab 6 consider it done (sok barat) well, now I go 200 pages for Fade...!!! doain yak... lancar-lancar aja... happy reading 

Bab 7
Tiga hari kemudian...
Jam telah menunjukan pukul 08.00 am. Itu adalah waktunya untuk gadis itu, Alicia untuk berangkat sekolah. Ia sudah kurang lebih seminggu tidak masuk sekolah dan itu adalah rekornya tidak masuk sekolah. Misi yang ia jalani paling lama kira-kira empat hari selesai, sedangkan ini ia harus beristirahat serta mempersiapkan segalanya sekolahnya dan terus sampai ia selesai dengan studinya.
Seperti biasa ia mempersiapkan seluruhnya dengan sendirian. Orang tuanya memiliki perkerjaan yang memang benar-benar berat. Dan juga akan pulang setahun sekali atau dua tahun sekali karena untuk melindungi dirinya. Menjadi anak seorang agen memang sangat beresiko apalagi ia adalah seorang agen berbeda dari orang tuanya. Untung kedua agen ini saling kenal dan saling menyalurkan bantuan satu sama lain, itu membuatnya sedikit tenang ketika ia disuruh memilih salah satu agen. Pilihannya saat ini adalah melanjutkan sekolah bukan memilih salah satu agen rahasia besar. Walaupun setelah ia selesai dengan studinya, keputusan tepat harus ia nyatakan.
Ia meminum secangkir teh hangat yang barusan ia buat. Ia lalu meletakan cangkir itu di tempat cucian piring dan mencucinya. Ia segera memakai sepatu hitam sekolahnya dan juga sudah sedikit kusam. Mengambil tas yang terletak di atas meja belajarnya lalu berangkat melalui pintu belakang. Ia menjadi teringat dengan mobil jip hitamnya yang ia parkirkan di garasi belakang rumahnya. Sejak kejadian ia dirampok oleh banyak perampok, ia kehilangan jip kesayangannya yang ia beli sendiri dari hasil kerjanya sebagai agen rahasia.
Ia menghembuskan nafas kesabarannya lalu mengunci pintu belakang dan memasukan kunci itu ke dalas tas gendong berwarna putih. Mulai waktu itu ia mengurangi penampilannya yang selalu hitam menjadi warna yang cerah dan sedikit kegadisan. Selain kehendaknya, ia juga terpaksa harus sedikit feminim dalam penampilannya oleh mamanya yang telah mengantarkannya pulang dan menemaninya di rumah tidak sampai satu hari.
Seragam berwarna putih bersih dan jaket berwarna merah muda polos ia gunakan serta rok abu-abunya, rambutnya tidak ia apa-apakan hanya ia jepit di sisi kiri rambutnya. Ia sudah siap untuk belajar dan bersekolah. Ia siap untuk melanjutkan studinya dan sudah siap untuk menerima sedikit omelan dari guru BKnya karena ia sering tidak berangkat karena alasan yang kadang-kadang tidak masuk akal.
Melihat jam tangannya yang sudah menunjukan 06.35 am. Ia segera melangkahkan kakinya dan berangkat ke sekolah seperti biasanya yang ia rasakan, kesendirian. Terkadang ia juga sedikit cemburu dengan teman-temannya yang selalu berangkat bersekolah bersama sedangkan dirinya sendiri selalu sendirian seperti anak hilang. Walaupun begitu, ia juga sudah sedikit senang saat ia bertemu dengan laki-laki bernama Calvin. Ia telah menjadi rekannya hampir dua tahun dan selalu bersamanya dalam menjalankan misi atau hari liburannya. Ya mengapa ia merasa betah bekerja dari pada bersekolah karena ia tidak kesepian dan mendapatkan kebersamaan bersama rekannya.
Jam sudah menunjukan pukul 06.55 am. Ia sudah sampai di sekolahnya dan ia mulai memasuki kelasnya. Kelas 2B adalah kelasnya. Saat ia memasuki kelasnya, teman-teman satu kelasnya terkejut akan kehadirannya. “Alicia?”, kata mereka semua terkejut secara bersamaan. Dan memang itu membuat Alicia bingung. Semuanya menggerubungi Alicia dan mulai bertanya-tanya yang membuat dirinya semakin bingung,
“Alicia kau tidak apa-apa?”
“Alicia aku dengar kamu dirampok lima belasan orang sehingga kamu masuk rumah sakit?”
“Alicia kamu sudah sembuh? Beneran kamu tidak apa-apa?”
Memang membuat Alicia sedikit tidak nyaman akibat pertanyaan mereka semua. Mungkin pengizinannya saat ia tidak masuk baru saja dikirim dua hari yang lalu. Ia hanya dapat menggerutu di dalam hatinya dan mulai tersenyum kecil kepada teman-temannya yang menggerubunginya.
“Aku tidak apa-apa. Pasti pengizinannya melebih-lebihkan kondisiku, tetapi aku tidak apa-apa sekarang.”, jawab Alicia pelan.
“Oohh...”, kata teman-temannya bersamaan. Benar-benar membingungkan dan membuatnya semakin tidak nyaman.
Ia mulai menghidar dari penggerubungan itu lalu duduk di bangkunya yang berada di tengah. Di samping kirinya adalah bangku milik temannya yang sedikit dekat dengannya, namanya adalah Angelica. Dia seperti seorang putri tapi hanya saja dia membenci sebutan seorang putri padanya. Memiliki kulit putih, wajah manis dan cantik, serta memiliki rambut yang sedikit pirang karena garis keturunannya yang berdarah eropa. Murah senyum dan senang bergaul dengan siapapun, itulah ia mengapa mendapatkan banyak teman. Tetapi ia sebenarnya ingin bergaul dan menjadi teman dekat Alicia yang penyendiri itu tetapi ia gagal melakukan itu karena Alicia juga jarang masuk.
Ia mulai duduk di samping Alicia dan mengajaknya untuk mengobrol.
“Selamat pagi, Alicia. Apa kabar?”
“Selamat pagi juga. Kabarku luar biasa hari ini.”, jawab Alicia lalu tersenyum.
“Jadi, bisakah kau ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi padamu sehingga kau tidak masuk sekolah selama seminggu?”
“Oh. Boleh kok.”, jawab Alicia. Lalu ia menerangkan kepada temannya ini sebuah kejadian palsu yang ia karang menjadi sebuah cerita yang masuk akal.
“Jadi begitu. Kau memang benar-benar diserang sekelompok perampok lalu kau masuk rumah sakit dan pulang tiga hari yang lalu. Mengapa kau tidak mengirimiku e-mail­? Bukannya dulu sudahku beri alamat e-mailku?”
“Oh, itu. ehm... karena itu...”, Alicia mulai tergagap-gagap mencari alasan yang tepat.
Bel sekolah mulai berbunyi menandakan sudah waktunya kegiatan belajar mengajar dimulai. Belum sempat mencari alasan yang tepat, Angelica mulai tersenyum padanya lalu berkata,
“Sudah tidak apa-apa, aku mengerti, kok.”
“Eh? Apa maksudnya ini?”, tanya Alicia pada dirinya sendiri. Mengapa tiba-tiba Angelica berkata begitu yang memang membuatnya bingung.
Angelica tersenyum pada temannya itu lalu mengeluarkan sebuah tablet dari dalam tas kecilnya. Ia lalu mengota-atiknya dan mulai bertanya pada Alicia,
“Apa alamat e-mailmu, Alicia?”
“Eh? Alamat e-mailku? Sebentar.”, kata Alicia lalu mengeluarkan tabletnya dari tasnya. Ia mencari alamat e-mail yang ia buat bukan berdasarkan agen rahasiannya, ia mencari yang sering ia gunakan untuk mengirim tugas komputer di sekolah, karena sudah lama ia tidak mengaktifkannya makanya ia lupa alamatnya sendiri.
Dikesibukan mencari alamat e-mail lamanya yang sempat ia simpan di draf, tiba-tiba seorang guru datang. Ia berpakaian berjas hitam dan rapi. Di samping itu, terdapat anak laki-laki yang memungkinkan kalau dia adalah anak baru, tapi bukan baginya. Dia memiliki tubuh yang tingginya hampir sama dengan guru di sampingnya, yang membedakannya adalah seragam yang mereka kenakan. Dengan cepat Alicia mematikan tablet itu lalu menyimpannya di dalam tasnya dan mulai duduk manis seperti anak SD.
“Selamat siang.”
“Selamat siang.”
“Hari ini, kita menerima anak baru yang baru saja pindah dari Amerika.”, kata guru itu lalu mempersilahkan anak laki-laki itu untuk memperkenalkan dirinya.
“Sel – selamat pagi. Saya Raka, saya baru saja pindah dari Amerika dan alasan pindah kesini adalah bisnis dari orang tua saya.”, katanya memperkenalkan diri.
“Baik Raka, kau bisa duduk di...”
Sebelum guru itu melanjutkan perkataannya, laki-laki bernama Raka ini langsung saja berjalan menuju bangku yang kosong di sebelah Alicia dengan kata lain sebelah kanan dari bangku Alicia yang sekarang kosong.
“Baiklah, kau duduk di sana saja.”, kata guru itu mulai sedikit tidak nyaman dengan sikap sedikit kelancangan laki-laki ini. Ia hanya tersenyum kecut pada guru itu.
“Hari ini wali kelas kalian sedang mengambil cuti. Sebaiknya kalian melakukan aktifitas yang tidak membuat kegaduhan besar seperti minggu lalu. Terima kasih.”, kata guru itu lalu meninggalkan kelas.
“Asik, jam kosong.”, kebanyakan siswa berteriak seperti itu dengan senangnya. Lalu mereka berkumpul satu sama lain bercerita dan bercerita yang bagi gadis pendiam itu tidak bermutu.
Alicia selalu duduk dalam diam sambil mengotak-atik tabletnya. Di dalam kesempatan, ia selalu saja membaca info tentang misinya dan sebagainya. Tetapi ia telah mendapatkan e-mail dari rekannya.
Subject : miss you :*
Hari pertama sekolahmu dan hari pertama sekolahku. Kita mungkin tidak akan bekerja sama lagi dalam menjalankan misi rahasia sampai kita menyelesaikan studi kita. Aku benar-benar akan merindukanmu rekanku. Haha...
Dengan selesai membaca itu, ia langsung mematikan tabletnya. Lalu ia melirik ke arah di mana Raka duduk. Ia melihatnya membungkuk dengan kepala ia miringkan ke arah kanan, seperti menghindar dari yang lainnya.
Ia tidak ingin membalas e-mail itu karena merasa tidak perlu untuk dibalas lewat e-mail tetapi langsung saja ia berkata dengan sedikit keras,
“Janganlah seperti itu, Mr. Riicon yang terhormat. Tidakah itu terlalu berlebihan?”
Suara keras itu membuat suasana kelas menjadi sepi. Semua siswa yang mendengar menjadi diam dan menghadap ke Alicia yang mengatakan ‘Mr. Riicon’ yang adalah nama dari pengusaha saham besar yang telah memberikan sahamnya pada sekolah ini.
Seketika itu, tablet Alicia berbunyi bertandakan e-mail baru telah masuk, ia membacanya :
Subject : jangan bongkar penyamaranku, Alicia!
Kau jangan membongkar identitasku, Alicia! Dasar bodoh! Kau tak tau apa kalau aku dapat bersekolah di sini dengan susah payah agar aku tak dipandang khusus disini? Kau seharusnya tak mengatakan itu sehingga membuat kelas diam seperti kuburan ini karena kebingungan mereka. Ah... kau ini bisa membuatku naik darah lagi. Sekali saja kau bongkar lagi, aku tidak segan-segan menebasmu, Alicia! Walaupun kau cewek atau mungkin tepatnya rekanku! Ah....
Selesai membaca itu, ia mulai berkata dengan keras lagi,
“Kau pencundang, keluar dari persembunyianmu! Dasar bodoh! Emang kau berani menebasku dengan pedang katana yang selalu saja melindungiku?! Dan oleh sebab kau juga yang selalu membuatku naik darah dan harus membolos sekolah selama ini! Kalau bisa aku akan mengambil sebuah...”
“Dasar bodoh diamlah kau!”, bentak laki-laki yang duduk di samping Alicia itu. Alicia mulai meliriknya lalu tersenyum kepada laki-laki itu.
“Sudah lama tidak berjumpa, Raka atau Calvin Riicon.”, katanya pelan. “Akhirnya kau muncul juga.”, lanjutnya.
Suasana menjadi terkejut setengah mati. Ternyata teman baru mereka adalah anak dari seorang pengusaha yang telah memberikan saham kepada sekolah ini.
“Jadi kau, Calvin itu. Kau masih mengingatku?”, kata tiba-tiba dari gadis yang duduk di belangkangnya lalu tersenyum.
“Ehm... bukan, bukan. Aku bukan Calvin, kok. Aku... aku hanya asistennya yang sedang mengambil cuti.”, jawab Raka dengan kebingungannya yang melanda.
“Haha...”, Alicia tertawa terbahak-bahak. Ia tidak dapat menahan tawanya. “Kau, lucu. Kau lucu, Raka. Kau lucu.”, lanjutnya.
Seluruh di kelas menjadi tambah bingung apalagi tiba-tiba sifat Alicia yang pendiam itu tiba-tiba saja berubah seratus persen dan kelihatannya sepertinya sudah akrab dengan Raka.
“Haha... maaf, maaf. Karena kau yang telah membuatku naik darah duluan. Bagaimana rasanya naik darah, Raka?”, tanya Alicia pelan lalu tersenyum padanya.
“Ka – kau...”
“Dia hanya seseorang yang benar-benar bodoh. Dan tidak ada hubungannya dengan keluarga Riicon yang terpandang itu. Dia hanya seorang pecundang yang selalu bersembunyi saja.”, kata Alicia mengejek Raka agar dia naik darah.
Raka menjadi semakin emosi dan dia sudah berhasil masuk ke perangkap Alicia yang sudah ia rencanakan barusan. Alicia langsung berdiri di depan kelas sembil menarik kerah Raka dan membawanya ke depan kelas juga.
“Perkenalkan, dia adalah seorang anak yang selalu bersembunyi dan tidak pernah menyatakan dirinya sendiri. Dia juga yang telah membuatku sering masuk sekolah. Dan dia juga adalah anak dari Mr. Riicon, Calvin Riicon.”, kata Alicia.
“Kau jahat sekali, Olive.”, kata Raka sebal.
Seluruh kelas menjadi tambah terkejut. Mereka sudah menerima gosip kalau anak dari pengusaha kaya itu sudah bekerja dan memiliki rekan kerja dari siswa dari sekolah ini juga dan bernama Olive padahal tidak ada siswa bernama Olive di sekolah itu. Tentunya mereka hanya bisa shock.
“Terima kasih pengenalan yang menjengkelkannya, Mr. Riicon.”, kata Alicia lalu tersenyum. Ia lalu mengakat roknya sedikit dan terlihat benda menggantung di paha kanannya, dan segera ia todongkan ke kepala Raka.
Raka terkejut bukan main. Di sekolah membawa persenjataan seperti itu, bukankah akan disita atau mungkin dapat discors. Tapi wajah kawatir tidak muncul di wajah Alicia.
Kembali pada semua siswa di dalam kelas itu. Semuanya menjadi tegang melihat tingkah dari Alicia itu. Mereka semua tertunduk takut dengan Alicia dan kebanyakan mengambil langkah mundur.
“Mengapa kau lakukan ini padaku, Alicia?”, tanya Raka yang memelas.
“Masih tentang tiga hari yang lalu. Dasar bodoh! Memangnya aku dapat memaafkanmu dengan segera setelah aku puas menembakan pistolku ke arahmu, Calvin!”, jawab Alicia lalu menatapnya tajam.
“Ta–tapi aku tidak membawa senjata, kau pernah bilang kalau kau tidak akan menembakan pistolmu sebelum aku sudah memegang senjata.”, kata Raka.
“Kalau bisa, aku tarik kata-kata itu.”, balas Alicia yang tatapannya semakin tajam.
Raka menutup matanya seperti sudah ingin menerima dengan hatinya walaupun ia akan mati di sekolah ini. Dia juga sudah lupa pada suatu hal yang pernah Alicia katakan padanya, “Aku, aku bisa membunuhmu jika aku mau! Jika kau berani menyentuhku tanpa seizin dariku, peluru akan segera mengenai kepalamu. Dan jika aku belum puas, aku akan mempermainkanmu seperti sebuah boneka kayu! Kau tau, hidupku selalu akan aku jaga dan selalu aku jaga. Jika tubuh ini terjadi apa-apa, aku tak segan-segan membunuh dia, dia yang membuat tubuh ini menjadi sesuatu yang menyakitkan termasuk diri aku sendiri!”
Kata-kata mengerikan ini terlintas di benaknya. Jika ia masih punya kesempatan dan kesempatan itu masih bisa ia pergunakan sekarang mungkin ia akan masih hidup.
Dengan segera ia membuka matanya dan memblokir tangan Alicia sehingga pistol itu terjatuh, tetapi langkahnya membuat kesalahan besar. Ia lupa kalau Alicia selalu membawa dua buah pistol. Pistol itu berwarna perak dan panjang. Pistol itu adalah pistol yang sering di bawa Alicia dalam menjalankan misi. Pistol itu sudah terlihat jelas memiliki kualitas yang tinggi, mungkin satu tembak sudah mati langsung.
Calvin sekali lagi menyadari kesalahan kecilnya yang selalu dianggap besar bagi Alicia ini. Ia mengingat-ingat masa terindah dengan rekannya ini dan kebersamaannya dengan gadis ini, walaupun nyawanya selalu tergantung pada gadis ini. Gadis yang sebenarnya memiliki tekad kuat untuk hidupnya dan juga mental yang luar biasa kuat. Mungkin ini adalah perpisahan. Dan kemudian...
“Doorrr!!!”
Suara keras dari dalam kelas 2B terdengar sungguh keras, membuat seorang guru berlari memasuki kelas itu. Semua murid duduk kembali ke bangku mereka masing-masing.
“Apa yang terjadi?”, tanya guru yang baru saja datang. Karena mendengar suara keras itu, semuannya menunjuk ke arah antara Alicia dan Raka yang duduk bersebelahan itu.
Guru itu berjalan dan berhenti di tengah-tengah mereka dan mulai bertanya. “Suara keras apa itu tadi?”
Alicia yang memiliki jantung sedang berdetak dengan kencang karena terkejut pula dengan suara keras itu menggelengkan kepalanya. Ia berkeringat dingin karena sedikit kawatir. Ia melirik ke sebelahnya, Raka. Yang dari tadi membungkuk ke arah tembok dengan tangan terlentang jatuh ke bawah semuanya seperti orang yang tertidur.
Guru yang sering dipanggil Mis Ana, guru Bahasa Inggris, guru yang paling cantik, guru yang paling tegas, dan guru yang paling asik kalau diajak bercanda itu mulai menggoyang-goyangkan badan muridnya yang tertidur.
“Mr. Riicon?”, katanya pelan, sepertinya ia sudah mengetaui Raka yang sebenarnya. Masih tidak terbangun juga, akhirnya Mis Ana meminta Alicia yang duduknya bersebelahan dengannya untuk membangunkannya.
Dengan terpaksa ia melakukan itu dan menggoyang-goyangkan tubuh itu dengan kasar menggunakan tangan kanannya. Masih saja tidak terbangun. Dengan berat hati ia meletakan mulutnya di dekat telinga Raka dan mulai berbisik, “Calvin, musuh menyerang dari arah barat.”
Seperti refeleks terhadap sesuatu, Raka atau juga Calvin langsung berdiri dan mengarahkan suatu benda berwarna silver ke arah barat dengan tangan kanannya. Jika untuk lebih tepatnya, ia mengarahkan ke arah Alicia yang berdiri di depannya sekarang.
Walaupun sudah terbiasa, tetapi Alicia terkejut bukan setengah mati. Ia tidak menduga bahwa ia, Raka membawa senjata api yang sering ia gunakan dalam menjalankan misi atau lebih bisa dibilang adalah pistol andalannya.
Bukan hanya Alicia yang tertodong saja yang terkejut setengah mati. Mereka, siswa 2B termasuk Miss Ana yang melihat juga sama terkejutnya, mungkin lebih terkejut mereka daripada Alicia.
“A – Alicia?”, kata Raka terkejut kepada gadis di depannya atau yang ia todong.
Alicia menajamkan matanya menunjukan pada pistol itu yang menandakan, “Sembunyikan pistol itu segera!”
Setelah sadar akan peringatan tersirat dari Alicia, ia segera menarik tangannya tetapi sebuah kaki telah menendang tangan kanannya terlebih dahulu membuat pistol itu terjatuh. Yang memiliki kaki itu adalah seorang laki-laki yang duduk di belakang Alicia, ia bertubuh sedikit pendek dan memakai kacamata bulat. Lalu ia mendorong Alicia ke belakang yang membuatnya terjatuh ke belakang. Selain itu, ia juga menyuruh Miss Ana untuk menjauh beserta semua teman-temannya yang saat itu posisinya dekat dengan Raka.
“Raka! Kau anak baru sudah mau berlagak sebagai pahawan?!”, bentak anak laki-laki bertubuh kurus itu.
Raka membuang pandangannya seperti ia tidak ingin melihat seseorang atau memang ia sedang tak ingin memandang dunia yang penuh dengan pertempuran entah itu pertempuran kecil seperti ini atau sampai pertempuran besar seperti World War.
“Sudah hentikan ini, Vincent. Kau tak usah begitu terhadapnya.”, kata Alicia yang mulai berdiri diantara mereka berdua. “Dia sebenarnya tidak bermaksud seperti itu, kok.”, lanjutnya mencari alasan.
“Tak apa, Alicia.”, kata Raka sambil memegang bahu Alicia yang berdiri di depannya. “Lebih baik aku keluar saja, untuk menenangkan pikiranku dari mimpi burukku.”, lanjutnya.
“Mimpi buruk?”, kata Alicia pelan.
Raka diam dia tidak membalasnya, ia masih membuang pandangannya. Lalu ia mengambil tasnya lalu berjalan keluar. “Ambil pistol itu, Alicia. Ambil saja pistol itu dan anggap saja itu permintaan maafku.”, lanjutnya sambil berjalan menjauh dan akhirnya menghilang saat ia keluar dari kelas.
“Baik, anak-anak. Semuanya harap kalian melupakan hal ini dan mohon kalian tenang untuk hari ini. Kalian sebaiknya belajar pelajaran saya, karena saya akan mengadakan tes hari ini.”, kata Miss Ana yang merasa kalau kejadian ini telah berakhir. Ia segera pergi menyusul Raka yang keluar tadi.
Semuanya duduk kembali ke tempat duduk mereka kecuali laki-laki kurus bernama Vincent itu. Ia mengambil pistol yang telah terjatuh itu lalu menyerahkannya kepada teman yang duduk di depannya.
“Ini ambil. Ia memberikan itu kepadamu, sebaiknya kau simpan dan gunakan ini sebaik-baiknya bukan untuk hal seperti tadi.”, katanya sambil menyerahkan pistol silver itu.
Alicia menerima itu lalu melihat-lihat pistol yang sering ia gunakan itu. Ia seperti melihat benda yang sangat bagus untuk pertama kalinya jadi pada terkesan tampak pada wajahnya. Lalu ia memainkan pistol itu seperti sudah terbiasa dengan pistol. Memutar-mutarkannya dengan jari telunjuk kanannya dan berhenti mengarah ke depan. Ia malakukan itu terus menerus sampai ia merasa bosan.
“Kau seperti sudah pernah memegang pistol itu, Alicia. Berhentilah memainkannya seperti itu. Kau membuatku merinding.”, kata Angelica yang melihat temannya memainkan pistol itu.
Alicia berhenti memainkan pistol itu dan akhirnya jatuh di atas mejanya. Pistol itu masih berputar di tempat. Alicia yang sepertinya ia merasa seperti memiliki kesalahan dan yang telah membuat ini terjadi, ia merasa seperti ia diambang dalam kebersalahan yang telah membuat ini terjadi. Tetapi ia tidak tau apa yang telah ia lakukan. Ia berpikir tentang kelakuannya dan akhirnya ia sadar. Ia mulai berdiri mengambil pistol yang masih berputar-putar di atas mejanya lalu ia memasukannya ke dalam kantong roknya yang cukup untuk memasukan itu lalu pergi keluar.
***
“Mr. Riicon.”,kata Miss Ana yang masih mengejar Raka yang berjalan menuju suatu tempat yang tidak asing baginya. Ia membalikan badannya dan menghadap Miss Ana.
“Kau, tidak harus seperti tadi, Mr. Riicon. Apa kau terkejut akibat Alicia telah mengejutkanmu saat kau tertidur?”, tanya Miss Ana. Ia berdiri tepat di depan Raka.
“Berhentilah memanggilku dengan nama keluargaku, Ana. Kau tau aku membenci itu.”, kata Raka datar.
“Baik. Calvin, mengapa kau lakukan tadi? Aku tau kau yang telah menekan pelatuk itu dan membuat suara keras. Kau tau, kau bisa dipandang buruk oleh teman-temanmu.”, kata Miss Ana.
“Soal itu bukan urusanmu, Ana. Ini urusanku yang seharusnya aku pikirkan dahulu.”, jawab Calvin datar lalu berjalan menjauh dari wanita itu.
“Calvin...”, kata wanita itu dengan suara agak keras tetapi seseorang telah menyentuh lembut pundaknya. Ia memutar badannya dan menatap wajah yang telah menyentuhnya.
“Tak apa, biarkan dia. Dia sekarang adalah urusanku.”, katanya lalu tersenyum pada gurunya.
“Ya. Tolong, jaga dia ya, Mrs. Oliveira.”, kata Ana itu meminta kepada Alicia.
“Jangan panggil aku dengan nama itu, Ana. Aku akan pastikan kalau aku akan mendapatkan permainan di markas.”, kata Alicia lalu ia berjalan mengikuti Calvin.
Wanita bernama Ana itu menelan ludahnya lalu wajahnya menjadi sedikit pucat. Ia membeku di tempat dimana ia berdiri sekarang dan sedikit merinding karena perkataan Alicia tadi. Bagaimana, bagaimana nasibnya? Itulah yang ada dipikirannya sekarang.

“Calvin.”, panggil Alicia yang sekarang berada di belakangnya sekitar lima meter.
“Kau mendengarku? Calvin?”, katanya lagi karena ia tidak meresponnya.
“Jangan panggil aku Calvin, Alicia. Di sini, aku tak layak dipanggil Calvin.”, jawab Calvin merespon panggilan Alicia. Ia menghentikan langkahnya lalu memandang ke langit yang berwarna biru.
“Raka.”, kata Alicia pelan.
“Sepertinya, perasaan itu muncul lagi.”, kata Raka pelan. Alicia yang bingung ia berjalan mendekati Raka yang tengah mengamati langit cerah.
“Apa maksudmu?”
“Perasaan itu. Perasaan takutku mulai tumbuh lagi, Alicia. Aku takut akan kematianku lagi.”, jawab Raka yang langsung memandangnya dengan tatapan pucatnya.
“Takut dengan kematian? Bukannya kau selalu berurusan dengan kematian?”
“Iya, itu memang benar. Tetapi, sebagai manusia biasa pasti memiliki kekurangan, kan? Itulah kelemahanku sebenarnya.”, jawab Raka. Ia menjadi lemas dan tak bertenaga tetapi hanya tenaga kecil dari kakinya yang menopang tubuhnya.
“Kau tau, sejak aku berurusan dengan lima perampok yang menyerangku di gang kecil dan sepi itu? Aku sudah merasakan ketakutan itu, Alicia. Aku sudah merasakan ketakutan itu sehingga aku tidak dapat melawan mereka. Tetapi, saat aku melihat sosokmu, aku menjadi sedikit mempunyai kekuatan untuk melindungi seseorang yang belum aku kenal sama sekali.”, kata Raka lalu tersenyum dan memandang langit cerah itu lagi.
“Dan, saat kau bawa aku ke rumahmu. Aku tidak merasakan ketakutan itu lagi. Aku merasa kalau aku sudah merasa aman jika aku bersamamu. Walaupun kelak kau pasti akan membunuhku.”, lanjutnya.
“Ap – apa maksudmu dengan aku membunuhmu?”, tanya Alicia yang bingung akan pernyataan itu.
“Aku, aku tadi tertidur sebelum sempat membalas e-mail yang kau balaskan itu. Aku bermimpi kalau kau sudah membongkar semua tentang aku di depan semua orang dan juga kau membalaskan dendammu padaku sehingga kau membunuhku.”, jawabnya.
“Itulah mengapa secara terkejut kau menekan pelatuk dari pistol yang kau bawa itu?”, tanya Alicia yang langsung tersadar.
“Mungkin seperti itu. Dan jika kau tau, setelah kau membunuhku, aku terbaring lemah di atas lantai dan tidak ada darah mengalir di kepalaku, Alicia. Aku hanya terbaring lemah dan aku melihat kalau kau disergap beberapa teroris dan kau meminta bantuanku. Itulah mungkin itu aku mulai terbangun dari mimpi buruk itu.”, jawab Raka. “Aku juga bingung, mengapa aku dapat masih hidup di mimpi itu padahal aku sudah mati.”, lanjutnya.
“Mimpi itu, menandakan kalau rekanku ini memang benar-benar ingin melindungiku walaupun aku selalu menyakiti dirinya dengan cara apapun termasuk cara menyakiti orang yang paling menyakitkan. Itu menandakan kau itu kuat, dan kau tau itu, Calvin. Itulah kekuatanmu yang sesungguhnya yang tertanam dari dirimu dan kau tidak pernah menyadarinya.”, kata Alicia lalu tersenyum pada Calvin.
“Kau tau. Aku merasa sampai sekarang kalau aku adalah orang yang paling tepat untukmu, Alicia. Yang paling tepat untuk menjagamu, melindungimu, dan menemanimu dari kesunyian yang sering kau dapati. Tetapi, aku juga  pernah merasakan kesepian yang sama denganmu, itu alasan mengapa aku mengikuti agen sejak aku SMP. Aku selalu melatih diriku untuk membuang rasa kesepianku ini. Aku, aku juga selalu mengangis sebenarnya saat aku takut untuk melangkah maju untuk bertarung. Air mata ketakutan ini selalu saja mengalir.”, kata Calvin. Ia masih saja menatap langit yang cerah itu. Dia tidak ingin menatap Alicia.
“Calvin yang ku kenal adalah Calvin yang selalu ada untukku, yang selalu menjagaku, yang selalu melindungiku, dan yang selalu menghiburku. Dan itu adalah kau. Kau yang sesungguhnya.”, balas Alicia.
“Itu Calvin yang kau kenal. Karena Calvin itu bukanlah aku. Calvin aku adalah Calvin yang kesepian, Calvin yang selalu saja menangis sebelum bertarung karena takut mati, Calvin yang selalu saja menjadi sok pahlawan, Calvin yang sok...”
“Tidak! Calvin yang sesungguhnya ada di depanku, dia adalah. Dia adalah pahlawanku.”, putus Alicia. Calvin menatapnya yang sudah mengalirkan air matanya. Ia menyeka air mata itu dengan jari telunjuk kananannya lalu berkata,
“Terima kasih, Alicia. Kau memang alasan mengapa aku hidup selama ini. Kau yang selalu menghilangkan rasa takutku.”
“Tetapi, Calvin.”, kata Alicia lalu menyentuh tangan kanan Calvin yang masih menyeka air mata Alicia. “Siapa yang mengijinkanmu untuk menyentuhku tadi dan sekarang?”, lanjutnya.
Calvin menjadi terkejut lalu menarik tangannya kembali. “Ma – maaf, Alicia.”, katanya meminta maaf.
Alicia menyeka air matanya sampai kering lalu mengambil pistol di kantong roknya lalu mengarahkannya kepada Calvin yang berada di depannya.
“Alicia hentikan itu. Aku sudah minta maaf, kan.”, kata Calvin sambil mengangkat kedua tangannya yang menandakan dia menyerah.
“Tidak. Sebelum aku puas bermain. Aku akan lama tidak bermain dengan benda ini terhadapmu dan terhadap musuhku kan.”, kata Alicia lalu memancarkan senyum kejam dan menyeramkan pada Cavin.
“Sudahlah, aku tidak membawa pedang sekarang. Apa kau akan benar-benar...”
Pistol itu didorong Alicia sehingga menyentuh kepala Calvin yang membuatnya berhenti berbicara. Calvin menelan ludahnya dan wajah takut yang bagi Alicia lucu terpancar dari wajahnya.
“Ada satu hal rahasia yang belum aku katakan padamu. Aku selalu menembak meleset jika aku memiliki niat membunuh.”, kata Alicia lalu tersenyum tulus kepada Calvin.
“Ji – jika begitu, kalau kau memiliki niat membunuhpun kau pasti dapat membunuhku dengan pistol didekatkan seperti ini.”, kata Calvin.
“Hehe... lebih baik kita main di hutan dekat rumahmu saja. Tidak baik di sekolah karena nanti pasti akan mendapat hukuman sampai ke polisi walaupun kau memperlihatkan bahwa kau anggota agen.”, kata Alicia lalu menarik pistol itu sambil memasukannya ke dalam kantongnya kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menonton Urutan Danganronpa Anime Series dengan Benar

Halo minna-san tachi… Di sini aku mau bahas anime yang aku tonton baru-baru ini. Sebenarnya memang sudah lama keluar tapi aku mengurungkan niat tidak menonton karena awal dari animenya membingungkan. Tapi, saat menontonnya lagi dengan cara yang benar, akhirnya aku paham alur ceritanya dan menarik perhatianku. Danganronpa 2 the animation, yang diambil dari serial game dan light novel, adalah anime keluaran tahun sekitar 2014. Itu adalah anime season 1 yang entah bagaimana ditulis 2. Aku ingat pertama kali menonton anime ini saat aku masih SMA dan aku langsung suka dengan animenya karena menurutku konflik yang diberikan cukup unik dan menantang. Bagaimana tidak? Kau terkurung di sebuah sekolah dan disuruh untuk membunuh teman-temanmu agar kau bisa lulus? Otak dalang ini emang gila bagi yang merasa kalian normal, namun di sinilah sisi menariknya. Anime ini memberikan kesan misteri yang perlu dipecahkan secara perlahan-lahan. Tidak hanya kasus pembunuhan yang terjadi, namun juga

Terkesan dengan Kata-kata

Yosh... aku mulai sekarang... (pembaca bingung?) well, akhir-akhir ini aku lebih sering nonton film, ngetik, baca, ngetik, dengerin musik sambil ngetik, dan yang paling parah adalah aku selalu ngimpiin hal yang aneh saat aku tidur. tapi apa manfaatnya? jawabnya adalah BANYAK! semuanya jika dikumpulkan jadi satu, um... jadi sebuah cerita yang indah dan tidak pernah ada.... semuanya itu sungguh luar biasa. aku selalu mendapatkan inspirasi dari satu kalimat atau lebih yang terdiri dari kata-kata yang indah. biasanya hal yang berbau romantis atau hal yang tidak pernah kudengar sebelumnya. contoh  : "Aku tahu kamu sudah memiliki seorang pangeran, tapi apakah kamu tidak memerlukan seorang kesatria?" -kutipan dari novel Vampire Diaries The Return: Midnight, Damon Salvatore to Elena Gilbert- katanya sih, dia ngomong gitu karena kisah tentang seorang ratu yang egois mencintai dua orang sekaligus, yaitu rajanya dan kesatrianya. bisa diartikan (jika kalian tahu cerita Vampire Diarie

Daftar Pemenang Festival Film Bandung

Kategori Film Terpuji 1. TANAH SURGA KATANYA 2. HABIBIE & AINUN 3. GENDING SRIWIJAYA 4. 9 SUMMERS 10 AUTUMS 5. 5 CM   ( Winner ) Kategori Pemeran Utama Pria Terpuji 1. Vino G. Bastian dalam MADRE 2. Agus Kuncoro dalam GENDING SRIWIJAYA 3.  Reza Rahadian  dalam HABIBIE & AINUN   ( Winner ) 4. Tio Pakusadewo dalam RAYYA CAHAYA DI ATAS CAHAYA 5. Adipati Dolken dalam SANG MARTIR Kategori Pemeran Utama Wanita Terpuji 1.  Julia Perez  dalam GENDING SRIWIJAYA  ( Winner ) 2.  Bunga Citra Lestari  dalam HABIBIE & AINUN 3. Lana Nitibaskara dalam AMBILKAN BULAN 4.  Acha Septriasa  dalam TEST PACK  ( Winner ) 5. Laura Basuki dalam MADRE 6. Agni Prastistha dalam CINTA TAPI BEDA Kategori Pemeran Pembantu Pria Terpuji 1. Igor Saykoji dalam 5CM 2. Fuad Idris dalam TANAH SURGA KATANYA 3. Alex Komang dalam  9 SUMMERS 10 AUTUMNS  ( Winner ) 4. Mathias Muchus dalam GENDING SRIWIJAYA 5.  Reza Rahadian  dalam PERAHU KERTAS Kategori Pemeran Pembantu Wanita Terpuji