Aku Melihat Hantu
K
|
isah
ini berawal dari aku yang suka menakuti orang-orang. Waktu itu, sedang ada
gosip seram melanda kampungku. Aku mendengar itupun tak percaya. Untuk iseng
aku mengajak teman ku, Toni. Ia ku ajak ke pohon lebat sebelah rumah ku. Pohon itu
memang lebat. Saat musim panas, pohon ini sangat tepat untuk berteduh, di bawah
pohon, pokoknya di pohon itu nyaman.
Malam hari tiba, aku dan Toni
memulai aksi, kami bersembunyi di lubang pohon itu. Tiba-tiba ada seorang bapak
berjalan melewati pohon yang aku dan Toni bersembunyi. Dengan spontan aku
berseru, “huuu.....”. Bapak itu terkejut dan melarikan diri, “Haaanttuuu....”.
Haha... aku dan Toni hanya tertawa geli melihat sikap bapak-bapak tadi.
Paginya aku coba untuk lari pagi,
tanpa sengaja aku mendengar gosip dari bapak-bapak yang aku takuti tadi malam. “Eh,
pada tau gak? Di pohon lebat sana ada hantunya! Tadi malam aku mendengar suara
seram dari pohon itu.”, katanya. “Masak sih pak? Kami gak percaya.”, kata
ibu-ibu yang tidak percaya padanya. Dan akhirnya ia membalas, “Kalau kalian
semua gak percaya, coba cek sana nanti malem di pohon itu. Pokoknya serem
banget.”.
Mendengar itu semua, aku melanjutkan
lari pagiku dan rencana mengajak Toni untuk beraksi nanti malam lagi. Yang penting
aku harus pulang rumah dulu, soalnya tadi ibu masak enak banget.
“Ibu,
aku pulang”, kata ku. “Kamu itu lari pagi apa loncat pagi sih? Lama amat?”,
ibuku marah. “Ya ampun bu, masak aku lompat-lompat pagi, kurang kerjaan aja! Lagian
ntar aku dikira pocongan yang berkeliaran pagi hari nanti.”, jawab ku. “Sudah,
ibu mau mencuci dulu di sungai, air di rumah mati. Jaga rumah!”. Ku gak jawab
apa yang ibu suruh ke aku. Aku hanya berfikir memang air di rumah mati, ibu
saja malas bayar ke PDAM, makanya mati. Ah malah mikir gitoan, gak penting! Sekarang
aku mau makan dulu. Tudung saji di meja makan aku buka. “Apa?!”, teriakku. “Semur
jengkol?” tiba-tiba aku pingsan. Sekitar pukul 17.00 aku sadar dari pingsanku. Gila
bener lama banget aku pingsan. Ibu yang dari dapur datang dan melihat keadaanku
yang sudah membaik atau belom. “Bu sekarang jam brapa?”, tanyaku. “Jam 5 sore. Kenapa?”
“:Apa?
jam 5 sore?”, aku langsung meninggalkan ibuku dan langsung berlari menuju rumah
Toni.
“Toni,
Toni...!!! kamu di rumah?!”, teriakku sambil mengetok pintu rumah Toni
“ih,
berisik begete! Napa sih?”
“Ayo
kita beraksi.”
“Okey,
tunggu dulu.”
“Aku
tunggu.”
Aku
pun menunggunya. Gila lama bener dia. Aku jadi males beraksi sama dia. Eh tapi
ia akhirnya datang juga. “Ayo”, katanya.
Di
perjalanan dia ngomong sama aku kalau, “Andi, sandalmu keren banget,
warna-warni kayak pelangi.”. aku bingung dengan perkataannya barusan. Lalu aku
lihat sandalku. OMG ternyata aku pake sandal seling, di kaki kiriku aku pake
sandal warna merah, di kanan aku pake sandal warna kuning. Memang bener kayak
pelangi hehe... oh ya ini jadi lengkap merah kuning hijau kalau digabungin sandalnya
Toni. Kan warna sandalnya ijo, haha... Ah kok malah mbahas sandal sih. Oke kami
sudah sampai di pohon, kami pun segera bersembunyi di dalam lubang itu. Dan benar
ada seorang warga yang ingin mengecek pohon ini, dengan suara menyeramkan aku
menakutinya. Warga itu kabur ketakutan. Haha... aku dan Toni tertawa geli lagi.
Esoknya, malam-malam aku habis
pulang dari les batmintonku. Aku merasa aneh karena setelah pertigaan yang ku
lewati lampunya mati. Aku memberanikan diri untuk terus berjalan. Tiba-tiba aku
melihat sosok putih menghampiriku. Aku takut dan langsung aku pergi ke tempat
pertigaan yang lampunya hidup. Sesampainya aku di sana aku melihat sekitar untuk
memastikan bahwa hantu putih tadi tidak
mengejarku. Ternyata hantu putih itu mengejarku. Aku langsung mengambil langkah
seribu, tapi sayang bajuku nyangkut di tiang lampu yang kawatnya putus. Ya ampun,
aku berdoa moga hantu itu gak nakutin aku
dan hantunya hanya lewat bagaikan angin. Tiba-tiba ia merabah pundakku. “Nak
Andi? Ngapain nak Andi lari tadi? Tadi saya ingin menyampaikan kalau nak Andi
dicari ibuk.”, kata hantu itu.
“Eh,
jangan sentuh aku! Gak level tau! Kamu hantu aku manusia, kita berbeda alam,
pergi sana.”
“Hantu? Nak Andi lucu
deh, ini pak RT.”
Mendengar
itu aku kaget dan mulai membalikan kepalaku. “Oh, pak RT, saya kira bapak
hantu. Huuh...”
“Kenapa
Nak Andi mengira saya hantu?”
“anu
pak, lha Bapak ini kan item, pakainya baju putih, kan gak cocok pak, pantesnya
pake baju gari-garis putih hitam pak.”
“eh,
nak Andi ngaco, emang saja NAPI apa! ibu sudah mencarimu, segera pulang!”
“baik
pak”. Segera aku pergi meninggalkan pak RT di pertigaan sendirian. Dengan kejadian
tadi, aku sudah gak berani nakuti orang-orang lagi! Aku kapok!
Komentar
Posting Komentar