Akhir-akhir ini aku sering
mengirimkan e-mail kepada orang yang
baru saja aku kenal. Kami tidak berkenalan secara langsung dan bertatap muka,
tapi lewat dunia maya. Dia yang mengirimiku pertama kali pesan tentang betapa
rindunya padaku. Aku penasaran dengan orang ini dan kubalas dirinya. Ternyata
dia salah kirim dan e-mail yang seharusnya dia kirim itu ditujukan kepada
seseorang yang spesial baginya, bukan kepadaku. Mulai waktu itu, kami mulai
untuk saling mengirim pesan entah tentang apapun.
Ada peraturan misterius yang kami
buat. Yaitu, kami tidak boleh mengirimkan informasi pribadi kecuali nama dan
umur. Kami bisa berbincang lewat mengirimkan surat elektronik tentang apapun,
kecuali tentang diri sendiri. Dan tentu saja kami juga bisa mencurahkan isi
hati satu sama lain. Jadi, aku tidak tahu betul bagaimana dia tapi aku akan
menebaknya lewat kata-katanya.
Namanya Andien. Umurnya sama
denganku, 17 tahun. Dan sekarang dia sedang berjuang belajar untuk ujian
nasional yang akan berlangsung beberapa bulan lagi. Begitu juga dengan diriku,
aku juga harus berjuang keras untuk mendapatkan nilai yang terbaik dalam
ujianku. Kalau tidak, aku pasti akan membantu ayahku di gudangnya.
Malam ini kami saling mengirimkan
pesan tentang bagaimana hari ini. Aku yang memulainya, dan sekarang aku hanya
tinggal menunggunya.
Tidak lama kemudian, pesan baru
masuk. Aku mengeklik pesan itu.
Kalau aku jadi kamu,
aku juga pasti akan langsung marah sama dia. Ini sangat menyakitkan, apalagi
orang yang sudah kita percayai itu malah berkhianat seperti itu. Padahal kamu
juga sangat mempercayai dia sebagai sahabat terbaik kamu.
Kutekan huruf-huruf pada keyboard komputerku. Kemudian aku
memegang mousenya dan mengeklik tanda
kirim. Kubaca lagi pesanku yang kukirimkan kepadanya dengan keras.
“Aku sangat kecewa sama dia!”
Tiba-tiba ada yang membuka pintu
kamarku. Itu adalah kakak perempuanku yang sekarang melototiku. Ini salahku
karena aku berteriak tadi. Tapi bagaimana lagi? Aku sedang sedih sekarang. Dan
rasanya itu aku ingin berteriak.
“Kau tahu aku baru belajar untuk
ujian akhirku!” dia membentakku dengan sangat garang.
“Ya, aku tahu.” Balasku datar.
Dia memutar kedua bola matanya
lalu menutup pintu kamarku dengan membantingnya. Dia sudah kembali ke kamarnya
lagi dan mulai belajar, mungkin. Terkadang dia mendengarkan musik aneh dengan suara
yang sedikit keras dan sangat mengganggu.
Komputerku berbunyi. Pesan baru
muncul. Segera aku membukanya.
Aku juga mengerti
bagaimana perasaanmu sekarang ini. Selalu ada kekecewaan setelah pengkhianatan.
Dan sekarang lebih baik kamu menenangkan dirimu sendiri, Daisy. Aku yakin kau
barusaja berteriak.
Seperti halnya tukang yang sok
tahu, dia mengetahui bahwa aku baru saja berteriak. Dia pintar menebak hal
seperti tadi. Kuberikan jempolku untuknya.
Kemudian aku membalaskan
pesannya:
Ya kamu benar. Tapi teriak-teriak
itu rasanya enak. BTW, aku ingin tidur. Seperti katamu, menenangkan diri. Terima
kasih. Bye.
Kumatikan komputerku dan aku
berlaih ke ponselku. Sudah ada lebih dari lima puluh pesan singkat dan sepuluh
lebih panggilan tak terjawab. Itu dari si pengkhianat sialan itu.
Aku mengabaikan semuanya dan
sengaja menghapus semua pesan singkat yang dikirimkannya kepadaku tanpa harus
kubaca. Tapi saat aku menekan tanda yes
pada pilihan hapus semua pesan, ponselku beralih layar menjadi panggilan masuk.
Aku terkejut dan tidak sengaja mengangkat panggilan masuk itu. Sialan.
Percuma untuk diam, dia pasti
akan menungguku sampai pulsanya habis. Dan aku juga bukan orang yang suka
membuang pulsa orang. Jadi tidak ada pilihan lain aku berkata dengan pelan.
“Halo.”
“Daisy? Syukurlah sekarang kau
mau mengangkatnya.”
“Itu tidak sengaja.” Balasku
datar.
“Oh begitu. Aku sebenarnya ingin
meminta maaf kepadamu. Sungguh. Aku bodoh, seperti katamu kemarin. Dan sekarang
aku menyadarinya.” Itulah dia yang langsung menuju ke topik permasalahan tanpa
harus berbasa-basi panjang untuk memulai percakapan ini. Dia pintar, untuk
memanfaatkan keadaannya sekarang.
“Ya, kau memang bodoh. Sangat
bodoh sekali. Sadarkah apa yang sudah kau perbuat kepadaku, Gerry? Aku muak
denganmu. Dan kau sudah menghancurkan persahabatan kita.” Aku menarik nafas.
Kemarahan ini membuat kepalaku semakin memanas. Padahal aku sudah berkata
kepada Andien untuk menenangkan diri, tapi ketidak sengajaan ini...
“Daisy tunggu. Aku sungguh ingin
minta maaf. Aku tidak ingin berakhir. Kau tahu betapa hancurnya aku tanpa
sahabat terbaikku ini.”
Kini kesabarannku sudah habis.
“Kau yang telah menghancurkan ini, Bodoh. Kau yang membuat hidupmu yang hancur
menjadi berkeping-keping. Carilah perempuan lain yang bisa kau jadikan pacar
matremu dan minta dia untuk memperbaiki hidupmu!” Aku mengakhiri panggilan dan
langsung mematikan ponselku agar dia tidak bisa memanggilku lagi atau aku harus
membaca pesan bodohnya.
Apakah begitu mudahnya
mengucapkan kata maaf setelah melakukan kesalahan yang besar? Kata-kata itu
tidak cukup. Kata maaf darinya tidak cukup membuatku tenang.
Sekarang aku mulai mendinginkan
kepalaku dengan berbaring di atas tempat tidurku. Sambil merekam ulang apa yang
telah terjadi dan memikirkan jalan keluarnya. Aku butuh bantuan.
Esoknya, aku berhasil menghindar
dari Gerry di sekolah. Sepertinya dia juga sedang menjaga jarak dariku. Mungkin
dia sudah mulai sadar bahwa sekarang dia sangat menjijikan bagiku.
Tak terasa di sekolah berjalan
dengan cepat. Dan aku langsung pulang ke rumah tanpa harus membuang waktu di
sekolah. Aku masih tidak mau melihat laki-laki sialan itu. Sampai di rumah, aku
langsung mandi. Biarkan air ini membawa pergi semua masalah di otakku dan
membiarkanku untuk berpikiran jernih. Ya, malam ini aku akan berterus terang.
Kuhidupkan koputerku dan langsung
kusambungkan dengan internet. Ada e-mail
dari Andien yang mengucapkan selamat malam. Inilah waktunya.
Aku berhasil
menghindarinya untuk hari ini. Dia juga menjaga jarak dariku. Mungkin dia sudah
sadar apa yang telah dia perbuat kepadaku. Ini sungguh mengecewakan bagiku. Aku
menjadi sangat membencinya sekarang. Dan tebak, kemarin aku tidak sengaja
menerima panggilannya dan dia meminta maaf. Apakah begitu mudah baginya untuk
meminta maaf? Kata maaf darinya tidak cukup membuatku tenang.
Kemudian aku mengirim pesan itu
kepada perempuan asing dari dunia maya yang bernama Andien. Dan tidak lama
kemudian, aku mendapatkan balasannya.
Kurasa dia menjaga
jarak demi kamu, Daisy. Mungkin dia ingin kau tenang dan segera memaafkannya
walaupun kata maaf tidak cukup. Dia juga perlu untuk memikirkan ini. Dia
mungkin juga sedang mencari cara untuk memperbaiki ini semuanya. Dan menurutku
dia sudah sadar dari apa yang sudah dia perbuat kepadamu. Dan dia mungkin juga sadar
bahwa kata maaf tidak cukup.
Jika kau masih
menginginkan persahabatanmu dengannya, sebagai saran saja kau menunggunya. Dia
akan menunjukan bahwa dia telah menyesal melakukannya, dan dia tidak akan
melakukan ini lagi. Sadarkah kau bahwa dia juga terluka.
Aku membacanya dengan terkejut.
Aku tidak menyadari akan hal itu. Ini membuatku menjadi sadar bahwa aku begitu
egois. Dua hari ini aku hanya memikirkan bagaimana perasaanku kepadanya, tapi
aku tidak melihat bagaimana perasaannya kepadaku.
Kata-kata maafnya kemarin adalah
hal yang menyakitkan. Untukku dan untuknya juga. Pasti menyakitkan jika aku
langsung marah kepadanya dan menghindar darinya. Bukannya aku harus menjawabnya
dengan halus, dan dengan begitu aku bisa menjauh darinya dengan tenang. Di
sini, aku yang sangat bodoh. Kemarahan dan kekecewaanku sudah menguasai diriku
dan aku tidak bisa mengendalikannya. Semuanya itu karena aku, bukan dirinya.
Kedua tanganku bergetar saat aku
mulai memijat-mijat huruf-huruf yang ada keyboard
komputerku.
Aku yang bodoh selama
ini. Aku tidak melihatnya bahwa dia juga terluka karena kemarahanku kepadanya. Pasti
sangat menyakitkan mendapatkan kemarahan dari gadis yang baru saja ditembaknya.
Ini sungguh memalukan saat aku menyadarinya.
Tapi semalam aku sudah
bisa berpikir jernih dan tadi aku sudah memantabkan keputusanku terhadapnya.
Andaikan saja kita bisa bertemu dan aku menjadi ingin kau melihat wajahku,
bagaimana reaksiku sesungguhnya.
Aku mengirimkan balasanku kepada
Andien. Perasaan bersalah sekarang menguasai diriku. Ya ampun, aku jadi ingin
menangis sendirian lagi karena masalah ini.
Seperti biasanya, Andien
membalasnya dengan cepat. Segera aku membuka e-mailnya.
Tidak ada yang akan
menyangka tentang itu, Daisy. Aku pasti juga akan sama sepertimu jika aku
berada di posisimu. Kemarahanlah yang bisa membuatnya menjadi seperti ini. Dan
jika aku memikirkan apa yang telah terjadi dan mencari jalan keluarnya, aku
akan menyadarinya. Selain itu, dia juga meminta maaf. Tandannya dia terluka dan
menyesal, bukan? Lebih baik kau cari tahu sendiri untuk memastikannya.
Aku senang kau sudah
mendapatkan keputusan untuk hubunganmu dengan sahabatmu itu. Dan ketemuan?
Bagaimana aturan misterius kita?
Aku membalasnya.
Kau benar. Dan aku juga
sudah menyadari itu semuanya sekarang. Dia harus mendengar pengakuan
penyesalanku kepadanya, dan juga jawabanku terhadapnya.
Tentang ketemuannya,
aku menjadi ingin sekali. Bagaimanapun juga, curhat itu sangat menyenangkan
jika sedang bertemu langsung bertatap muka. Aku masih ingin mendengar beberapa
saran darimu.
Bagaimanapun aku juga harus
mendengarkan arahan orang lain untuk membantuku menyelesaikan ini. Kurasa dia
lah orang yang tepat.
Bagus kalau kamu sudah
sadar dan tahu jalan yang terbaiknya.
Aku juga ingin bertemu
denganmu, jujur. Sebenarnya aku sangat penasaran dengan sosok yang bernama
Daisy itu. Ngomong-ngomong, kau ingin saran apa dariku?
Ini bagus sekali. Dengan segera
aku membalas e-mailnya.
Terima kasih atas
bantuanmu, Andien. :*
Bagaimana kalau
sarannya itu kuminta saat kita ketemuan dulu? Aku juga akan memberikanmu apa
yang ingin kumintai saran.
Tidak lama kemudian dia
membalasku. Isinya adalah dia setuju dengan ajakanku. Dan dia juga menambahkan
nama kota yang dia tinggal. Ternyata kotanya sama denganku. Dengan jujur aku
mengakui bahwa aku satu kota dengannya. Selebihnya tentang tempat tinggal, kami
tidak membahasnya. Kami langsung membahas kapan kami akan ketemuan dan dimana.
Dan akhirnya sudah diputuskan kapan, dimana, dan pakai apa dia.
Pertemuan kami akan berlangsung
pada Hari Minggu tepat pukul sembilan pagi. Itu adalah besok lusa. Dan kami
akan bertemu di taman kota di sebelah timur. Siapa yang sampai di sana dahulu
harus duduk di kursi kayu yang ada di taman untuk menunggu. Katanya dia akan
mengenakan baju berwarna putih, tapi dia tidak menjelaskan lebih rinci
bagaimana pakaiannya. Dan aku juga sama dengannya, aku tidak mengatakan dengan
rinci apa yang akan kukenakan. Aku hanya berkata bahwa aku akan mengenakan syal
berwarna merah. Kurasa itu cukup untuk sebagai pengenalan di luar sana.
Karena merasa tidak sabar, aku
langsung membuka lemari pakaianku dan mencari syal merahku. Syal itu
menggantung pada gantungan syal-syal pada tutup pintu bagian dalam. Dan syal
merah ini sangat berharaga bagiku.
Gerry memberikannya kepadaku pada
hari ulang tahunku yang ke tujuh belas. Hadiah ini membuatku menjadi teringat
dengannya. Bahkan dia tidak mencoba untuk menghancurkan persahabatan kami. Dia
mencoba untuk mempertahankannya, begitupun aku. Dan syal ini akan menjadi bukti
tambahan bagaimana perasaanku yang akan kuceritakan kepada Andien.
Tak terasa dua hari sudah
berlalu. Hari ini adalah hari dimana aku akan bertemu dengan teman dunia
mayaku, Andien. Aku sudah siap untuk berangkat pada jam delapan pagi.
Kakak perempuanku menggodaku
bahwa aku akan menemui pacarku. Dia selalu beranggapan bahwa Gerry itu pacarku,
bukan sahabatku. Padahal hari ini aku sedang tidak bertemu dengannya. Aku akan
bertemu dengan teman yang lainnya.
Karena rumahku berada jauh dari
pusat kota, aku harus berjalan kaki ke jalan raya untuk menaiki angkutan umum.
Ini akan menghabiskan waktu kurang lebih empat puluh menit, apalagi angkutan
umum akan berhenti lama sewaktu-waktu untuk mencari penumpang.
Tapi pada akhirnya aku bisa
sampai di taman kota dengan selamat. Pada hari ini, banyak orang berada di
taman untuk berjalan-jalan dan juga berwisata dengan bermain permainan yang ada
bersama dengan keluarga. Untungnya tempat yang dijanjikan sedang tidak ditempat
orang, jadi aku langsung duduk di bangku taman untuk menunggunya. Sekarang
sudah jam sembilan kurang lima menit. Aku tidak sabar untuk menunggunya.
Waktu terus berjalan, banyak
orang berjalan-jalan di sekitarku. Di antara mereka ada yang melihatku dengan
penasaran, tapi juga ada yang mengabaikanku. Di taman, rasanya semakin panas.
Cahaya matahari juga sudah tidak hangat lagi. Aku bisa menjadi ikan asin jika
aku terus-terusan duduk di bawah sinar matahari yang panas ini.
Jadi aku memutuskan untuk pindah
tempat duduk yang lebih teduh dan tidak jauh dari bangku taman yang panas itu.
Sekarang, aku duduk di sebuah bangku yang sangat teduh dan nyaman. Bangku ini
berada di samping pohon sehingga cahaya matahari yang panas tidak menyinariku.
Waktunya untuk menunggu lagi walaupun sudah lima belas menit berlalu.
Aku menengok ke kanan dan ke kiri
untuk mencari seorang perempuan yang memakai baju berwarna putih. Banyak sekali
yang memakai pakaian itu dan mereka semuanya rata-rata mengabaikan diriku. Itu
tandanya, mereka bukanlah Andien yang aku cari.
Syal yang aku kenakan kini
semakin panas diikuti hari ini. Aku terus mencoba untuk mencari perempuan
berbaju putih tapi tidak bisa kutemukan juga. Tapi saat aku menengok ke kanan,
ada sesuatu yang jatuh di depan mataku. Benda itu melayang-layang dengan pelan
dan akhirnya jatuh di samping tubuhku. Benda itu adalah sebuah amplop berwarna
putih yang indah.
Aku sangat tahu benda ini, tentu
saja. Aku pernah membuat amplop sendiri menggunakan kertas HVS dan kertas kado
yang indah. Dan hasilnya ada di depanku, maksudku hasilnya hampir sama dengan
apa yang ada di depanku. Dengan bingung aku mengambilnya dan memutar-mutarnya
untuk mencair petunjuk. Dan ada tulisan yang indah di depan amplop.
Untuk
sahabat terbaikku sepanjang masa,
Gerry
Ini adalah amplop yang kuberikan
kepada Gerry yang kuselipkan pada kotak kado ulang tahunnya seminggu yang lalu.
Bagaimana bisa benda ini berada di sini?
Aku mencoba untuk melihat ke
sekitar lagi dan mencari-cari. Kali ini bukan Andien yang aku cari. Dan dia
berada di belakangku. Berdiri menatapku dengan harapan. Aku terkejut dan
langsung berdiri sedikit menjauh. Sejak dua hari yang lalu aku berhasil
menghindar darinya, sekarang kami bertatap muka.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
aku bertanya kepadanya. Suaraku bisa sedikit bersahabat.
Dia menunjukku dengan jari
telunjuknya.
“Aku harus menemui seseorang yang
memakai syal merah di taman.” Jawabnya. Kedua matanya terus menatapku.
Aku melihat dirinya dari atas
sampai bawah. Sekarang dia memakai kemeja berwarna putih dan celana jins
berwarna biru. Dia selalu memakai sepatu ketnya yang berwarna merah itu. Dan
dia juga memakai sebuah topi berwarna merah putih yang saling menghias dan
keren.
“Bagaimana bisa?” aku bertanya,
hampir putus asa. Aku takut dugaanku benar.
“Aku kemari ingin mendengar apa
yang ingin kau ceritakan kepadaku, Daisy.” Jawabnya.
Jadi dugaanku ini benar. Gerry
adalah Andien. Dengan kata lain dia lah yang selalu mendengar semua curahan
hatiku, termasuk kemarahanku terhadapnya. Tapi mengapa dia lakukan ini
kepadaku?
“Mengapa kau menyamar sebagai
Andien?” aku bertanya. Suaraku bergetar.
“Untuk mencari tahu apakah kau
mencintaiku atau tidak.” Jawabnya.
“Mengapa kau lakukan ini
kepadaku?”
“Karena aku mencintaimu.”
Aku sebaiknya berhenti bertanya
atau aku semakin sakit hati. Dia adalah sahabatku yang baik sebelumnya, tapi
dia menghancurkannya setelah dia mengungkapkan kata itu di depanku sehingga
membuatku marah besar kepadanya. Tapi waktu itu aku tidak menyadari bahwa dia
juga terluka akan reaksiku kepadanya. Dia yang memberitahuku langsung lewat e-mail, bahwa dia terluka. Dia yang
menyadarkan aku, dan dia yang ingin memperbaiki ini semuanya. Inilah caranya
yang dia pilih.
Sekarang dia mengungkapkannya
lagi kepadaku. Ini akan memperburuk keadaan jika aku langsung marah kepadanya.
Aku harus menahan rasa marah walaupun sekarang aku kecewa kepadanya. Dan aku
juga harus mendukung usahanya untuk memperbaiki ini semuanya.
“Maafkan aku, Gerry. Aku tidak
bisa.” Jawabku dengan lemah.
“Ya, aku mengerti.” Katanya. Aku
menjadi membuang pandanganku darinya, ini membuatku takut untuk langsung
menatapnya. “Aku juga minta maaf karena mengecewakanmu selama ini. Kuharap kita
masih bisa bersahabat seperti sebelumnya.” Terusnya.
Aku mencoba memberanikan diri
untuk menatapnya.
“Kau bilang kau ingin mendengar
ceritaku.” Kataku.
“Ya itu benar, jika kau masih
ingin bercerita.” Balasnya.
Sekaranglah waktunya.
“Aku ingin menceritakan apa yang
ada di benakku selama ini untuk memikirkan jalan keluarnya. Sebenarnya aku
ingin berkata kepada Andien bahwa keputusanku adalah menjauh darimu. Melihatmu
membuatku merasakan kekecewaan karena dikhianati. Tapi aku ragu aku bisa
melakukan itu. Oleh sebab itu aku menginginkan saran darinya. Apa yang harus
kulakukan sekarang? Apalagi mantan sahabatku memintaku untuk kembali bersahabat
dengannya.”
“Kalau boleh tahu mengapa kau
ragu untuk menjauhiku?” dia bertanya. Seperti Andien yang sigap dalam bertanya
dalam e-mail.
“Aku tidak tahu. Mungkin karena
kita sudah bersahabat cukup lama. Dan mungkin karena kau lah orang yang bisa
mengerti aku. Atau mungkin karena aku mencintaimu.” Jawabku. Aku mengambil
nafas dalam-dalam untuk meneruskannya tapi dia malah mendekat.
“Kau mencintaiku?” dia bertanya
seolah ini bukanlah kenyataan.
“Iya. Aku mencintaimu karena kau
adalah sahabat aku, Gerry. Itu bukanlah sesuatu yang sangat spesial.” Balasku
sedikit kesal. Dia sudah salah menanggapi perasaanku.
Dia menjadi terlihat sangat putus
asa.
“Lalu apa gunanya aku menolakmu
tadi? Kau benar-benar bodoh.” Terusku. Oh ayolah Gerry, sadarkan dirimu.
Dia akhirnya tertawa sendiri. Itu
bagus, karena dia sudah sadar dengan dirinya sendiri. Banyak orang melihat ke
arah kami berdua dengan penasaran. Lebih tepatnya lagi, mereka semua sedang
menatap Gerry dengan bingung. Inilah Gerry yang sedang sedih karena diputus
cintanya oleh seorang gadis. Dia akan menertawai dirinya karena begitu bodoh.
Setelah tawa bodohnya usai, dia
berkata kepadaku.
“Kau benar. Aku yang terlalu
naif.” Dia menyeringai kepadaku. “Jadi, apa status kita berdua?”
“Aku memerlukan saran darimu.”
Kataku.
“Kalau begitu kita bersahabat
lagi. Sebagai perayaan dan ucapan maaf, akan kutraktir kau es krim. Dan sebagai
ucapan maafmu, kau harus menraktirku makan siang.”
“Hah? Apa kau masih bodoh? Aku
tidak punya uang yang cukup untuk itu.” Apalagi Gerry selalu mengajak makan di
tempat yang mahal. Dia kan anak orang kaya.
“Itu saranku.” Katanya.
Sekarang permainannya harus sudah
selesai.
“Baiklah. Aku terima persahabatan
kita yang baru. Tapi biarkan aku yang menraktirmu es krim dan kau yang
menraktirku makan siang.”
Dia tersenyum. “Biarkan aku yang
menraktirmu semuanya. Ini semuanya salahku.” Katanya lalu menarik tanganku.
Kami berjalan bersama keluar dari
taman. Tujuannya adalah untuk merayakan persahabatan kami yang diperbarui. Di dalam
hatiku tidak yakin apakah ini akan baik-baik saja ke depannya atau tidak. Tapi
melihat Gerry dapat tersenyum dari hatinya setelah kulukai hatinya, membuatku
menjadi lebih tenang.
Kubalas genggaman tangannya itu
dan aku mengejar langkahnya. Kuberikan senyuman terbaik milikku yang pernah
ada. Walaupun sekilas, aku tahu wajahnya memerah karena melihatku tersenyum dan
berdiri di sampingnya. Bergandengan tangan pula, pasti pikirannya aneh-aneh. Tapi
biarlah, yang penting hubungan kami masih sama seperti dulu lagi.
Komentar
Posting Komentar