Cahaya putih yang sangat terang mengganggu
pandanganku setelah kubuka kedua mataku, aku menutup kedua mataku lalu
membukanya lagi. Cahaya itu sedikit menggangguku tapi tidak separah seperti sebelumnya.
Kulihat kesekitarku, rasanya tempat ini asing bagiku. Tidak ada sebuah pigura
foto di atas meja kecil samping tempat tidurku, tapi terdapat vas bunga dan ada
bunga juga di dalamnya. Bunganya benar-benar cantik.
Seperti biasa, setelah beberapa detik
pandanganku mulai membaik. Di tempat ini tidak ada orang lain selain aku yang
terbaring di tempat tidur. Kedua mataku terus menggeledah ke sekitar ruangan
sedangkan tubuhku masih lemas di tempat tidur. Semuanya yang ada serba putih.
Apakah aku berada di rumah sakit? Tidak ada selang infus di tangan kanan maupun
tangan kiriku, tapi ada alat pendeteksi detak jantung. Kulihat alat itu
mengeluarkan garis-garis zig-zag yang tak beraturan, tandanya jantungku
baik-baik saja.
Kemudian aku mencoba untuk duduk. Tiba-tiba
kepalaku terasa sangat pusing sekali maka aku kembali tiduran di tempat tidur.
Rasa sakit itu secara perlahan memudar lalu menghilang. Aku mengerti maksudnya
ini, aku harus tiduran dan beristirahat sampai aku benar-benar pulih. Menjadi
orang berbeda jika kondisi memang tidak memungkinkan untuk bergerak bebas pasti
ada tanda-tanda dari dalam tubuh untuk menyuruhmu untuk kembali tidur. Tapi ini
bukan waktunya untuk tidur.
Disaat seperti ini, tangan kananku tidak di
pasang infus karena itu hal yang percuma. Infus tidak mempan terhadap diriku.
Cairan infus itu untuk manusia biasa, bukan aku. Selain berbeda dalam kekuatan,
antara orang berbeda dan manusia biasa juga berbeda dalam kasus medis. Itulah
mengapa Calvin berkata bahwa dirinya tidak nyaman jika setiap hari harus
meminum obat khusus. Ini memang ada efek samping jika kami tidak banyak
melakukan aktivitas berat. Misalnya Calvin dalam pekerjaannya melakukan misi
lapangan. Karena pekerjaannya sekarang adalah menjagaku yang nyatanya diriku
dalam kondisi sehat-sehat saja, maka dia sering sakit perut atau merasakan hal
mengganjal lainnya. Katanya dia juga sering geregetan.
Ada yang membuka pintu ruangan dan Calvin
masuk. Dia merasakan pergerakanku saat hendak bangun tadi, makanya sekarang dia
masuk. Seperti dokter saja, dirinya langsung mengecek detak jantungku dan
memeriksaku lebih lanjut. Dalam urusan ini, Calvin memang bisa disebut sebagai
seorang dokter karena kemampuannya dan pengalamannya tentang tubuh orang yang
berbeda. Selain itu, kudengar dia juga sarjana S2 yang mengambil ilmu
kedokteran.
“Jantungmu normal dalam tiga jam ini,” katanya.
“semua sarafmu tidak ada yang rusak.”
“Separah itukah aku?” tanyaku. Aku ingin
tahu apa maksudnya. Mike tidak pernah berkata seperti itu kepadaku setelah aku sadar.
Dia duduk di kursi dan menatapku. “Kau tahu
apa yang terjadi padamu, bukan?” aku bingung mengapa dirinya tiba-tiba
membalasku dengan bertanya.
Aku mengangguk dan menjawab, “Aku
melepaskan tekanan tanpa sadar.” Jawabku.
“Lalu?” tanyanya lebih lanjut.
“Apa maksudmu?” balasku bertanya sekalian
menambahkan sedikit.
“Hanya memastikan ingatanmu. Aku
benar-benar terkejut mengetahui kondisimu yang seratus persen baik-baik saja
setelah mengeluarkan tekanan itu. Biasanya ada efek sampingnya.” Katanya lalu
tersenyum, takjub.
“Michael tidak pernah mengatakan itu
padaku.”
“Benarkah?” tampak dirinya sedikit
terkejut. “rasanya aku mulai mengerti dalam situasi ini. Pengontrolan dan
fokusmu benar-benar baik. Ah, aku ingat Mike mengirimiku tentang data-datamu.”
Dia mengeluarkan ponselnya dan mencari sesuatu yang ada di dalamnya.
Aku bangkit duduk dan juga penasaran dengan
apa yang dimaksudkan dirinya. Kepalaku memang terasa sakit tapi rasa
penasaranku ini tidak dapat kutahan lagi.
“Kau tidak keberatan jika kubacakan tentang
kondisi fisik dan segi kekuatanmu, bukan?” tanyanya meminta ijin.
“Silahkan saja, aku juga ingin tahu.”
Jawabku yang merasa diriku ini benar-benar payah karena tidak tahu bagaimana
kondisi fisik serta kekuatanku sendiri. Kulihat dirinya juga sedikit terkejut
setelah mendengar jawabanku. Aku tidak peduli dengannya dan yang kuinginkan itu
isi dari ponsel itu.
“Dalam kategori fisik, pertahananmu
sebenarnya baik tapi harus perlu dilatih agar bisa lebih sempurna. Akibatnya
kau tidak sadarkan diri seperti tadi. Lalu dari segi kekuatanmu… pengontrolan,
fokus, kecepatan, dan ketepatanmu sempurna. Rasanya kau lebih kuat dariku.”
Katanya.
“Bukannya ada ada sepuluh segi kekuatan?”
tanyaku kepadanya mengoreksi dari perkataannya. Mike pernah berkata kepadaku
bahwa Calvin memiliki tujuh segi kekuatan yang sempurna. Dia terlalu rendah
hati.
Dari sepuluh segi kekuatan atau skill yang
sudah ditemukan oleh Mike dan dirinya sendiri yang menyimpulkannya. Pertama
adalah skill kecepatan yang melibatkan kecepatan pergerakan tubuh dan mata,
misalnya berlari lebih cepat dari pada manusia normal.
Kedua adalah skill kekuatan dalam, ini
memang mirip dengan kondisi fisik dalam pertahanan tapi bedanya adalah ini
mengeluarkan kekuatan dalam diri, misalnya diriku ini yang awet muda.
Ketiga adalah skill ketepatan, hampir sama
dengan fokus tapi ini yang dapat dilihat dengan panca penglihatan. Misalnya
menembak sesuatu dan selalu tepat sasaran, melemparkan sesuatu yang juga tepat
sasaran.
Keempat adalah skill deteksi. Dengan
kekuatan ini, aku bisa diumpakan sebagai radar. Aku bisa mendeteksi sekitarku
dalam jarak tertentu dan aku tahu apa yang terjadi di sekitarku. Misalnya
Calvin yang selalu dengan mudah menemukanku yang selalu bersembunyi darinya di
kerumunan swalayan.
Kelima adalah skill fokus. Ini memerlukan
segi deteksi untuk melakukannya. Biasanya kalau deteksi sempurna dan juga fokus
juga, biasanya akan tahu pergerakan yang akan berubah dengan kecepatan
tertentu.
Keenam adalah skill kepintaran. Aku sempat
terkejut kakak menerangkan ini kepadaku pada waktu itu. Katanya IQ-nya sendiri
lebih dari seratus lima puluh, sedangkan milik Calvin hampir mendekati dirinya
tapi Calvin sendiri yang suka sekali membuat dirinya sendiri terlihat seperti
orang bodoh. Kalau diriku pastinya di bawah seratus tiga puluh, mungkin.
Ketujuh adalah skill penyamaran. Yang satu
ini aku memang sedikit bingung karena membingungkan. Kata kakak, skill ini bisa
dibilang sebuah act. Aku juga bisa
melihat dari sikap tertutup Mike maupun Calvin yang diam-diam ternyata
mematikan. Selain beracting bodoh mereka yang sempurna itu, skill ini sering
dikeluarkan tanpa seketahuan orang lain. Misalnya Calvin yang biasanya ceroboh
itu ternyata orangnya benar-benar berhati-hati.
Kedelapan adalah skill tekanan. Skill ini
adalah skill terkuat yang pernah ada. Dari dalam otak mengeluarkan gelombang
sekuat radioaktif untuk menghancurkan sesuatu. Skill ini memang terkuat tapi
ini juga efeknya yang juga paling parah. Misalnya aku setelah mengeluarkannya
dan menghancurkan bunga mawar itu, aku langsung tidak sadarkan diri. Skill ini
memerlukan skill fokus yang tinggi.
Kesembilan adalah skill pengontrolan. Dalam
skill ini menunjukan segala skill yang harus dikontrol apalagi emosi. Kedelapan
skill bisa lepas kendali jika tidak bisa mengontrolnya dengan baik.
Yang terakhir atau yang kesepuluh adalah
skill bakat masing-masing. Ini bakat yang dimiliki semua manusia namun bagi
orang yang berbeda adalah bakat yang lebih hebat dari itu. Misalnya kakakku
yang dapat menghancurkan barang-barang elektronik dalam tatapannya atau
deteksinya tanpa mengeluarkan skill tekanannya. Katanya Calvin juga memilikinya
tapi dia tidak memberitahuku apa itu.
Dari semua skill yang ada, seperti apa yang
dikatakan Calvin baru saja aku menguasai dengan sempurna empat skill secara
acak. Sedangkan Calvin mengusai skill kecepatan, kekuatan dalam, ketepatan,
deteksi, kepintaran, penyamaran, dan yang satunya diantara pemfokusan,
pengontrolan, tekanan, dan skill bakat. Tidak semuanya dapat mengendalikan
skill bakat itu. Semuanya perlu dilatih.
“Memang, tapi coba bayangkan. Dari sembilan
orang yang ada, hanya kaulah yang memiliki pengontrolan yang sempurna. Aku
yakin jika kau dilatih lagi, pasti kau tidak akan seperti ini lagi.” Kata
Calvin menjawab rasa penasaranku dengan senang
“Apa maksudmu dari semua perkataanmu baru
saja? Dari sembilan orang? Pengontrolan terbaik?” tanyaku penasaran dan juga
sedikit curiga.
Dia diam sebentar menatapku, bukan
menatapku tapi sedikit berkonsentrasi tentang sesuatu. Tidak lama kemudian dia
mulai berkata, “Ada organisasi kecil yang dibuat oleh kakakmu. Anggotanya ada
delapan, dan sebenarnya kau juga terlibat. Tapi karena mendapat pemberitahuan
bahwa kau hamil dan kau juga ingin meninggalkan dunia yang kau sebut suram itu,
Mike membiarkanmu dan terus mengurus organisasi kecil ini. Anggotanya adalah
orang-orang yang berbeda yang ditemukan oleh Mike di penjuru dunia. Jika
ditotal ada sembilan orang. Tapi, setelah kelahiran kedua anakmu, jumlahnya
bertambah menjadi sebelas orang. Sebagai peringatan saja, anak-anakmu juga
dalam bahaya. Tidak saat ini tapi entah kapan.” Dia berkata sedikit berbisik. Aku
tidak mengerti maksud dari perkataannya yang terakhir.
“Calvin, aku tidak mengerti apa maksudmu
yang terakhir.” Kataku.
“Kau tidak tahu siapa yang membuat kami
berdelapan. Kau orang yang beruntung yang belum masuk ke dalam daftar orang
itu—orang yang menciptakan kami. Tapi, bukannya dia akan lebih tertarik jika
orang-orang aneh ciptaannya itu memiliki anak yang dilahirkan dan memiliki
sesuatu yang lebih hebat dari ciptaannya? Suatu saat anak-anakmu menjadi
sasarannya.”
“Siapa orang itu, Calvin?” tanyaku.
“Dari keluargamu. Sepupu dari papamu.
Ayahnya yang membuat perusahaan dan juga organisasi rahasia yang kau pimpin
sekarang.”
“Dimana dirinya?”
“…”
Calvin tidak menjawabku dan dirinya diam
sambil tersenyum. Aku mencoba membaca apa maksudnya dan akhirnya tiba juga.
Kevin dan Vania membuka pintu lalu masuk. Kedua anakku, dalam bahaya.
“Bagaimana keadaanmu, Mom?” tanya langsung
Kevin sedikit cemas.
“Dia baik-baik saja, Mr. Bryant.” Kata
Calvin untuk mewakiliku. “Jam sembilan nanti kurasa kita bisa pergi.”
“Pergi kemana?” tanyaku langsung.
Tiba-tiba semuanya menatapku. Kulihat
satu-persatu dari mereka. Semuanya tampak kebingungan kecuali Calvin yang
tampak khawatir. Dirinya khawatir kalau memoriku bermasalah.
“Ke Alaska, benar?” tebakku sedikit takut.
“Tentu, memangnya kau ingin kemana lagi?”
tanya Calvin sedikit memberikan nada bercanda dan itu tidak lucu.
“Bukannya aku bilang bahwa kita akan
berangkat besok?” protesku.
“Mom, tenang dahulu.” Kata Kevin yang siap
untuk menerangkannya. “Menurut laporan cuaca, besok tidak disarankan ada
penerbangan kemana saja dari daerah sub tropis utara dan kebalikannya karena cuaca buruk. Ingat
cuaca tahun kemarin bagaimana mengerikannya?”
“Jangan bahas itu lagi.” Kataku tidak mau
mengingat itu lagi. Dia langsung menutup mulutnya rapat-rapat. “Bagaimana
dengan persiapan?” tanyaku yang mirip seperti menuduh kalau mereka belum
mempersiapkan segalanya.
Kini Vania yang angkat bicara. “Mr. Riicon
sudah mempersiapkan segalanya dengan sempurna, Mom. Hanya tinggal menunggu Mom
sadar dan pergi saja.” Katanya dengan nada sweetnya.
“Bagaimana dengan kalian berdua?” tanyaku
kepada kedua anakku. Mereka berdua saling lirik dan aku tahu apa jawaban
mereka.
“Kami belum, Mom. Tapi kami bisa mela—“
“Sekarang!” Perintahku. Dengan cepat mereka
berpamitan untuk kembali pulang untuk mempersiapkan barang-barang mereka.
Dilihat dari mereka berdua yang ceroboh mirip dengan ayah mereka, aku sedikit
geli melihatnya. Mungkin ayah mereka juga sama reaksinya denganku.
“Kau berlebihan menyuruh mereka yang sedang
khawatir denganmu. Padahal aku sudah menyuruh pelayan rumah untuk mempersiapkan
segalanya tentang barang-barangmu dan anak-anakmu.” Kata Calvin setelah itu.
Aku menatapnya. “Aku mengajari anak-anakku
untuk mandiri, aku tidak pernah menyuruh orang lain untuk mengurus mereka
kecuali diriku sendiri.” Balasku.
“Tapi kau tidak melihat kondisi dan
situasi. Mereka khawatir kepadamu.” Katanya.
“Setidaknya mereka sudah melihatku bahwa
aku baik-baik saja.” Balasku tidak mau kalah dengannya.
“Itu aku yang bilang, tapi aku yakin kau
masih merasakan sakit kepala saat ini.” Katanya mengingatkanku tentang sakit
kepalaku yang kurasakan tadi. Tapi sekarang aku tidak merasakannya.
“Sekarang tidak sakit.” Kataku.
“Obatnya bekerja sangat cepat.” Kata Calvin
memberitahuku.
Ini membuatku bingung. “Obat apa?”
Dia mengeluarkan sebuah suntikan dari
kantong jaketnya. Suntikan itu kosong dan kelihatan sekali kalau itu baru saja
selesai digunakan. Dia tersenyum sambil menunjukan suntikan itu kepadaku.
“Kapan kau berikan itu kepadaku?” Tiba-tiba
aku merasakan ngeri. Suntikan? Oh tidak! Aku tidak menyukai benda itu.
“Saat aku bercerita dan kau sangat serius
mendengarnya.” Jawabnya lalu membuang suntikan itu ke tempat sampah.
“Berarti kau berbohong kepadaku tentang
orang itu dan juga mengapa suntikan itu tadi kau simpan?” tanyaku masih merasa
ngeri.
“Soal cerita itu benar, aku tidak berbohong
kepadamu.” Jawabnya sambil mengacungkan dua jarinya. “Soal suntikan itu untuk
bukti kalau aku sudah menyuntikan obat kepadamu.”
“Dosis setiap orang itu berbeda.”
“Tapi kita sama, bukan. Lagipula waktu kita
diserang di pantai dua puluh tiga tahun yang lalu, obatnya juga cocok di
tubuhmu.” Katanya beralasan sampai-sampai masa lalu diungkapkan oleh dirinya.
Aku menghela nafasku karena teringat masa
itu. Disaat itu terjadi jauh sebelum aku hamil. Mengingat masa itu juga aku
tidak merasakan sakit hati seperti biasanya, melainkan rasa geli karena aku
ingat pernah memukul Calvin dengan dongkrak mobil. Kejadian itu kulakukan
karena juga dirinya sendiri yang seperti zombie,
wajahnya babak belur dan berdarah-darah, tentunya aku langsung terkejut lalu
memukulnya dengan dongkrak. Aku menahan tawaku karena itu.
Calvin melihatku yang menahan tawa geliku.
Wajahnya penuh pertanyaan mengapa diriku tiba-tiba merasa geli seperti ini.
Mungkin dirinya sadar kalau aku mentertawakan dirinya.
“Apa yang kau tertawakan?” tanyanya
kepadaku. Nadanya penuh nada penasaran dan juga sedikit tersinggung.
Aku menunjuknya dengan jari telunjukku.
“Kau hutang satu lengan kananmu kepadaku karena menghancurkan jipku.” Kataku
dengan nada menuduh-nuduh seperti anak kecil.
Kedua matanya melebar mendengar tuduhanku.
“Kau bilang tidak perlu menggantinya dengan apapun.” Balasnya.
“Kau lupa dengan perkataanku sebelumnya.”
kataku sambil menarik tanganku kembali.
Aku tidak mendengar balasan darinya tetapi
aku melihat senyuman darinya. Senyuman itu, rasanya mengandung sesuatu seperti
puas akan sesuatu. Aku langsung sadar akan itu, dia telah memancingku. Sial!
Aku benar-benar bodoh mengikuti arus pembicaraannya. Ini namanya rahasia besar
terungkap. Akhirnya dia tahu bahwa aku sudah mengingat masa laluku dengannya.
Ini membuatku merasa bodoh sekali. Percuma menarik itu semuanya.
“Jangan beritahu semua orang.” Kataku pelan
kepadanya.
“Mengapa?” tanyanya perlahan.
“Berbahaya, masalahku akan menjadi rumit.”
Jawabku. Aku menundukan kepalaku.
“Kau yang membuat masalahmu menjadi rumit,
Al. Jika kau benar-benar ingin merubah segalanya aku yakin semuanya akan
membaik.” Kata Calvin menyarankanku.
“Kau tidak tahu tentang—“
“Tentu saja aku tahu betul bagaimana
perasaanmu. Jangan berkata bahwa aku tidak memiliki perasaan…”
Setelah itu aku tidak mendengarkan apa yang
dia bicarakan kepadaku. Karena aku tidak mau mendengarnya. Percuma mendengarkan
orang yang banyak bicara seperti dirinya, intinya hanyalah berputar-putar
baling-baling bambu milik Doraemon. Lima detik kemudian dia berhenti berbicara,
dia sadar kalau aku tidak mendengarkan dirinya. Kelihatannya dia kesal karena
aku tidak mau mendengarkannya. Masa bodoh.
Sekitar pukul delapan malam, anak-anakku
sampai di rumah sakit. Setelah terjadi kebisuan yang sangat lama, akhirnya
Calvin angkat bicara kembali. Katanya dia akan mengurus tentang transportasi
yang akan dinaiki. Akan menyenangkan kalau menaiki mobil saja yang bisa memakan
waktu satu hari tanpa berhenti. Tapi ternyata, naik pesawat terbang. Sejujurnya
dan ini rahasia kecilku dari aku kecil sekali, aku takut naik pesawat sampai
saat ini. Aku tahu ini akan memakan hanya satu setengah jam saja tapi ini
menyiksaku. Goyangan dari sirip-sirip pesawat dan getaran pesawat saat menabrak
awan, membuatku ngeri. Apalagi ada orang itu—Calvin. Dia berbahaya jika satu
pesawat denganku. Aku bisa mati berkeringat karena dirinya.
Dengan tegang aku mengikuti kedua anakku
yang berada di depanku masuk ke bandara. Tiba-tiba aku ingin mual karena aku
masih tegang. Calvin terus di belakangku dan seperti biasanya wajahnya sangat
berhati-hati. Dia tahu perasaan tidak enakku ini. Aku ingin pergi naik mobil
saja.
Menunggu sekitar tiga puluh menit di kursi
tunggu terasa sangat cepat. Tubuhku bergetar karena ketakutanku naik pesawat.
Dan tebak, aku duduk di samping jendela tepat sekali aku bisa melihat sirip
pesawat sebelah kiri. Bulu kudukku langsung merinding seperti merasakan roh
halus di dekatku—jika itu Calvin, memang benar—mengerikan sekali.
Sampai di tempat dudukku saja terasa masih
sangat tegang sampai-sampai pergerakanku masih kaku. Tidak mungkin jika aku
harus berlari kabur lalu mencari taksi untuk pergi ke Alaska. Itu memalukan
apalagi aku memiliki harga diri yang tinggi di sini. Sialnya lagi, Calvin duduk
tepat di sampingku. Mengapa tidak Vania saja? Rasanya aku berada di alam lain
yang sangat menakutkan. Tuhan, tolong hamba-Mu ini. Amin.
***
Selama satu jam di pesawat, aku sudah
menyelesaikan sekitar lima baba dari buku novel yang cukup tebal ini. Buku ini
bercerita tentang seorang gadis kecil yang memiliki pengalaman asmara dengan
sahabatnya. Sedikit lucu dan juga kasihan saat memasuki bab ke empat. Dimana
orang tua sang gadis harus meninggalkan dirinya ke tempat teman mereka di kota
yang terisolasi, kedua orang tuanya pergi untuk berperang. Sang gadis
benar-benar kesepian dan lebih kasihan lagi bahwa dia akhinrya harus hidup
sendiri. Gadis itu kehilangan orang asuhnya saat kota yang aman itu terkena
dampak radioaktif yang diluncurkan oleh pasukan dari Rusia. Semua orang yang
berada disana banyak yang meninggal dunia tapi sang gadis dapat bertahan hidup
tetapi mengalami cidera yang sangat parah. Sayangnya baru segitu yang kubaca,
aku belum mengetahui apa lanjutannya. Sesuai dengan sinopsis yang kubaca, novel
ini menceritakan tentang romantisme, tapi mengapa aku membacanya isinya tentang
peperangan? Mungkinkah novel ini menggambarkan perang dunia ketiga yang di
dalamnya terdapat kisah romantisme dari tokoh utama? Yang membuatku terkejut
adalah nama tokoh utamanya, yaitu Alicia.
Kututup buku novel ini dan kuletakan di
atas pangkuanku. Aku tidak berani melihat keluar jendela yang bagiku
mengerikan, tapi aku melihat layar televisi yang kecil di depan Calvin. Dirinya
sedang menonton film perang yang menceritakan perang dunia ketiga. Aku sudah
pernah menonton film itu yang liris dua tahun yang lalu.
“Tidak ada yang menginginkan perang.”
Kataku mengomentari apa yang kubaca dan apa yang kulihat barusan.
Calvin langsung menatapku sebentar lalu
kembali asik menonton filmnya. “Memang tidak ada,” katanya. “tapi mengapa kita
diciptakan?”
“Tanya sendiri dengan orang yang
menciptakanmu.” Jawabku ketus kepadanya.
“Lalu mengapa kau diciptakan seperti ini?
Kau tidak termasuk yang diciptakan sebagai senjata perang.” Katanya. “Kau
seharusnya bersyukur dengan apa yang kau punya—“
“Hei, itu kata-kataku.” Protesku kepadanya
karena menggunakan kata-kataku.
Dia mematikan layar televisi. “Lebih baik
tidur di rumah daripada mengikuti perang. Lebih baik mati dalam tidurmu
daripada mati karena dibunuh. Dan kau memilih untuk ikut perang. Dari delapan
orang yang ada, tidak ada yang ingin mengikuti peperangan tapi semuanya
menerima apa yang sudah ditakdirkan.” Katanya.
Aku merasa dia mengejekku dan juga
mengajariku sesuatu. Sesuatu yang harus disyukuri, itu yang kuajarkan
kepadanya. Tapi maksud dari perkataannya adalah pilihanku salah. Aku memilih
jalan yang sulit dilalui, padahal aku bisa memilih jalan yang sangat mudah. Ada
jalan pintas untuk hidupku, tapi aku memilih jalan yang berkelok-kelok untuk
hidupku dan membawa anak-anakku melaluinya. Aku melindungi mereka dengan
segenap kekuatanku dari apapun yang dapat melukai mereka. Aku terus melindungi
mereka dari apapun itu, oleh sebab itu aku bertahan hidup.
Seseorang mengajarkanku untuk menjaga anak
yang kukandung demi ayah mereka. Jika aku masih mencintai ayah mereka dengan
segenap hati, maka cintai anak-anaknya dan jagalah walaupun ayah mereka tidak
memperdulikan mereka. Dengan seperti itu, rasa sakit karena ditinggalkan akan
berkurang. Selain itu, mencari cinta baru akan membuat hati terasa lebih damai.
Mencari seorang yang cinta kepadamu serta anak-anakmu. Itu jika kulakukan sulit
karena ada dua faktor. Satu, aku tidak mau merasakan sakit hati yang lebih
parah dari sebelumnya. Kedua, aku masih sangat mencintai ayah dari anak-anakku.
Seperti kata Calvin tadi. Jika aku memiliki
cinta baru, apakah hatiku akan damai? Aku terlibat dalam peperangan sekarang
dan hatiku tidak akan damai. Hatiku selalu berpusat pada cinta dan aku pastinya
tidak mau kehilangan. Ini tidak membuatku merasa damai tetapi makin merasa
gelisah. Jika aku gagal dalam peperangan itu, berarti aku mati dan meninggalkan
orang yang kucintai. Sama saja aku merasakan tidak ada kedamaian di dalam
hidupku. Tidak ada pilihan lain selain bertahan hidup bersama anak-anakku.
Walaupun aku tahu pasti suatu saat kami akan berpisah.
Inilah jalan hidupku yang kupilih, aku
memikirkan bagaimana jika aku memilih jalan hidupku yang sangat mudah. Aku
memang bisa tiduran di rumah dan mendapatkan kabar tentang peperangan, tetapi
hatiku tidak tenang. Orang yang sangat kucintai sampai sekarang ini terlibat
dalam peperangan. Bagaimana aku bisa tenang dan bersantai-santai di rumah
sedangkan dirinya mati-matian mengikuti perang agar semuanya selesai. Nyawa
yang dikorbankan untuk kedamaian dunia.
Akhirnya aku menemukan jawabannya mengapa
aku memilih jalan yang sulit ini. Bukan sebuah kebetulan tetapi ini yang
kupikirkan sejak dulu sekali. Aku berdebat dengan kakakku sampai-sampai dia
benar-benar marah kepadaku. Aku memilih ini, dan aku juga sudah merencanakan
ini semuanya. Dari awal hingga akhir tapi tidak berjalan dengan baik. Aku tahu
pasti suatu saat akhir dari rencanaku akan terwujud nantinya.
“Jalan sulitlah yang kupilih karena aku
memilih bersama orang yang aku cintai daripada menderita di rumah
mengkhawatirkannya. Biarkan aku mengandung anak-anaknya dan kuurus mereka
sampai mereka bisa hidup tanpaku, aku melakukannya karena kehendak hatiku sendiri.
Walaupun masa itu memang menyakitkan, tapi suatu saat rencanaku pasti terwujud
nantinya dengan jalan tersulit ini.” Jawabku dari pertanyaan Calvin.
Sepertinya Calvin merasa tidak percaya
kepadaku. Entah apa yang ada di dalam otaknya tetapi inilah aku nyatanya. Aku
tidak peduli apa yang akan dikatakannya nanti. Banyak alasan untuk membalasku
dan aku akan menerima dan menjawabnya. Intinya adalah, aku mencintai seseorang.
“Aku tak melarangmu untuk memilih jalan
hidup.” Katanya lalu tersenyum, tersanjung. “Kupegang kata-katamu, Al. Kutunggu
hasil dari rencanamu.” Terusnya.
Aku menatapnya yang masih menatap layar
televisi yang sudah mati itu. Kedua matanya masih tampak tersanjung dan juga
tidak percaya apa yang baru saja kukatakan. Bibirnya tersenyum lembut dan
bermakna bahwa dia senang dengan jawabanku. Dia menunggu hasil dari rencanaku.
Tanpa ada rasa takut aku menatap keluar
jendela. Kulihat tangan kiri dari pesawat yang bergoyang naik turun itu sambil
tersenyum. Aku menemukan jalan hidupku yang telah kulupakan karena rasa sakitku
yang terus menutupinya. Sebenarnya ada jalan yang amat sangat cerah di depanku,
tapi rasa sakit ini menghalangiku. Aku hidup demi rencanaku dan rasa sakit
inilah gangguannya. Setiap jalan pasti terdapat gangguan dari hal mudah sampai
hal yang sulit. Aku hampir melampaui hal yang tersulit ini, tunggu sampai hari
dimana rencanaku terlaksana dengan sempurna.
Tiba-tiba kurasakan pesawat bergetar. Ini
langsung membuatku sadar dan aku langsung terbayang bahwa pesawat ini akan
terjatuh. Dengan cepat aku memeluk lengan kiri Calvin dan membenamkan wajahku
ke lengannya. Aku tidak peduli dengan komentarnya karena aku masih dilanda
ketakutan kalau pesawat ini akan jatuh. Dengan sekuat tenaga aku tidak mau
melepaskan lengan Calvin.
“Kurasa rencanamu terhambat oleh pesawat,
Al.” Katanya.
“Diam!” kataku sambil tersenyum di balik
lengannya.
Thank’s
Calvin, kau mengembalikan jalan hidupku…, kataku di dalam hati dengan senyuman lebar merekah di
bibirku.
Komentar
Posting Komentar