Flashback
1
Ada yang bilang bahwa aku ini adalah orang
yang benar-benar menyebalkan untuk seseorang. Padahal aku bersikap bahwa aku
seorang gadis yang berhati-hati. Inilah nasib menjadi seorang teman dari
seorang laki-laki yang bagiku juga menyebalkan. Memangnya enak diperlakukan
bahwa aku ini sebagai bualan mesum milikku. Tentunya aku kesal dengan itu
terlebih aku memiliki harga diri.
Aku hidup sendiri sejak nenekku meninggal.
Sekarang aku tinggal di sebuah pulau yang terkenal dengan binatang langkanya,
yaitu orang hutan. Aku suka melihat mereka yang jujur saja mirip denganku.
Hehe… aku suka berbau alami seperti itu terlebih aku menyukai petualangan. Aku
pernah melihat iklan berbunyi seperti ini “My life is my adventure”. Mungkin
itu juga membuatku semakin menyukai petualangan.
Petualangan hidupku mulai berjalan dengan
tidak biasanya. Biasanya aku jalani dengan kesendirian tetapi kini aku memiliki
seorang teman laki-laki—bukan pacar. Bagiku dirinya orangnya benar-benar mesum
dan menyebalkan karena terlalu banyak berbicara. Menurutku dia seperti itu
karena dia tidak memiliki banyak teman sepertiku sehingga sesuatu hal yang
baginya menarik pasti suatu saat dia ceritakan kepada temannya—termasuk aku—dan
kebanyakan isinya hanyalah omong kosong. Tidak bisa percaya akan imajinasinya.
Selain itu, dirinya orangnya baik dan penyayang,
serta kuat. Entah dari mana pemikiran ini tapi aku melihatnya bagaikan baja
yang sangat kuat sehingga macam apapun dirinya tidak akan rubuh. Bisa kulihat
dari kesehariannya bersamaku. Dirinya juga orang yang sangat perhatian, pintar
bergaul, dan juga suka bercanda. Dia adalah teman yang sempurna. Sayangnya dan
anehnya dia tidak memiliki teman satupun.
“Karena mereka semua takut kepadaku.”
Itulah katanya kepadaku. Rasanya saat aku berteman dengannya, aku tidak merasa
takut ataupun merasa ingin menjauhi dirinya karena suasana menjadi berbahaya
jika didekatnya (kecuali suara pengganggu miliknya, itu kasus yang berbeda
lagi). Itu tidak kumengerti sampai satu tahun berteman dengannya. Mungkin
mustahil jika aku akan mengetahuinya, tapi dengan yakin dia katakana bahwa
suatu saat aku akan tahu dengan cara yang tidak menentu. Ada yang lewat
langsung maupun tidak langsung. Bagiku, dia hanya omong kosong soal itu tapi
tidak alasan mengapa dirinya tidak memiliki teman.
Tapi, lama-kelamaan semuanya itu hanyalah tinggal kenangan. aku kehilangan temanku. Mengapa harus seperti ini? Temanku lenyap dan aku harus tinggal di dalam kegelapan.
Komentar
Posting Komentar