Kedua matanya tertutup untuk
menikmati sesuatu yang sangat berharga baginya. Semuanya adalah berkat orang
itu, seorang laki-laki yang tampan dengan paras yang ceria itu. Semuanya terasa
sangat sempurna di hidupnya.
Tak disadari, ia mengingat
kata-kata orang itu. Kata-kata yang dimana dapat mengubah segalanya.
“Maukah kau menjadi temanku?”
kata-kata itu terdengar di telinganya.
Tangannya yang berwarna pucat
mulai mengusap air mata yang terus menetes karena ketakutan dengan orang itu. Ini
membuatnya merasa aneh. Orang itu ternyata sangat ramah dan baik. Ia tidak
mengetahuinya bahwa orang itu sangatlah baik dan ia juga sadar bahwa orang itu
telah menyelamatkannya dari sebuah bahaya.
Kedua tangannya yang bergetar
mulai untuk menegarkan diri dengan menenangkannya. Ia terus meyakinkan dirinya
di dalam hatinya bahwa orang itu tidak jahat. Orang itu telah menolongnya. Maka
dengan menatapnya dengan tatapan sayunya, ia mulai berkata, “kita baru saja
bertemu.” Suaranya terdengar bergetar karena merasa ragu dan sedikit takut.
Orang itu tersenyum dengan
manisnya sehingga memberikan keyakinan padanya. “memang kita baru saja bertemu.
Tapi, bukannya kita bisa berteman?” katanya ramah.
Air matanya menetes lagi. Ditiap tetesnya
mengandung sebuah makna yang intinya adalah ia terharu akan semuanya. Kata yang
jarang ia dengar kini ia dengar dari laki-laki itu. Kata ‘teman’ telah menyihirnya
untuk lebih percaya kepada laki-laki itu.
“Kitaa…” suaranya masih terdengar
bergetar “bisa berteman, tapi aku belum pernah berteman.” Terusnya malu.
“Benarkah? Kalau begitu kita
sama. Sebelumnya aku juga tidak memiliki teman.” Kata laki-laki itu takjub.
Ia menelan ludahnya dan memandang
orang itu dengan tatapan tidak percaya. Orang yang ramah dan baik seperti dia
tidak memiliki teman? Atau pendengarannya yang sedang bermasalah? Yang benar
saja, ini mirip sebuah lelucon baginya.
“Kau tidak memiliki teman?”
tanyanya untuk mengkoreksi pendengarannya.
“Iya,” Jawab laki-laki itu dengan
mantab “tidak ada yang mau berteman denganku.” Terusnya tapi nadanya tiba-tiba
terdengar murung.
“Mengapa?”
Wajah ceria milik laki-laki itu
lenyap seketika. Itu membuatnya menjadi bingung. Apakah ia sudah menyakiti
hatinya. Ia merasa bersalah karena telah menyakitinya, selain itu juga ia tidak
pernah memiliki teman sehingga ia juga tidak tahu bagaimana cara untuk
memperbaikinya. Mungkin ada satu,
“Maaf.” Katanya segera.
Laki-laki itu menatapnya dan
tersenyum ceria menandakan bahwa ia baik-baik saja. “Tenang saja, tidak
apa-apa. Aku baik-baik saja,” katanya “masalah mengapa aku tidak memiliki teman
memang seharusnya kuceritakan kepadamu agar kau mengetahui bagaimana aku.” Terusnya
lalu tersenyum lagi.
“…” ia tidak tahu harus berkata
apa.
“Alasan mengapa aku tidak
memiliki teman adalah, mereka takut kepadaku.” Jawab laki-laki pelan-pelan dan
hati-hati.
Takut, adalah perasaan yang ia
rasakan tadi setelah melihat laki-laki itu membunuh lima orang preman yang
hampir saja membuatnya menjadi bualan mereka. Preman-preman bejat yang ingin
merenggut sesuatu yang sangat berharga baginya, tapi laki-laki itu tiba disaat
yang tepat. Laki-laki itu menolongnya dan menghabisi preman-preman itu. kini,
laki-laki itu menemaninya sejak kejadian pembunuhan tadi dan mengantarkannya
sampai di depan rumahnya.
“Aku mengerti,” katanya kemudian.
Suaranya kini lebih tegar dari sebelumnya. “aku juga takut denganmu, tapi aku
tahu kamu itu sebenarnya orang yang baik. Kau telah menolongku tadi. Terima kasih
banyak.” Terusnya.
Laki-laki itu menatapnya dengan
kebingungan. Ia tahu apa alasannya mengapa seperti itu. tidak ada orang yang
mau berteman dengannya sehingga jawaban terima dalam pertemanan pasti jarang
terdengar.
“Sebagai manusia memang harus
saling menolong.” Kata laki-laki itu lalu tersenyum senang.
“Sekali lagi terima kasih.”
“Aku juga berterima kasih karena
mengataiku baik. Rata-rata orang menyebutku monster, termasuk aku sendiri.”
“Kau manusia, bukan sesuatu hal
yang mengerikan.” Katanya untuk mempertegas.
“Maaf, apa katamu?” tanya
laki-laki itu tidak yakin.
“Kau manusia, kau memiliki hati
yang baik. Monster tidak memiliki itu.” Jawabnya.
“Mengapa kau katakana hal itu?”
“Karena aku tidak menyukai orang
yang tidak menghargai dirinya sendiri.”
Keempat mata saling menatap. Sepasang
yang satunya menatap dengan penuh keyakinan, sedangkan sepasang yang lain
menatap dengan tidak percaya. Sekitar beberapa detik kemudian, laki-laki itu
memejamkan matanya dan setetes air keluar dari dalamnya.
“Maaf, apa kau baik-baik saja?”
tanyanya tiba-tiba menjadi khawatir karena teman barunya menangis.
Laki-laki itu mengusap air
matanya. “Aku terharu. Kau orang yang baik. Aku tak menyangka bisa berteman
denganmu.” Katanya.
Ia tersenyum manis. Lalu ia
mengambil sebuah sapu tangan di dalam tasnya dan ia berikan kepada laki-laki
itu untuk mengusap air mata kebahagiaan itu. Tapi, tangan laki-laki itu
mendorong sapu tangan itu hingga menempel di wajahnya. Diusapnya wajahnya yang
masih basah karena air mata ketakutan dan keharuannya.
“Maaf, telah membuatmu takut. Aku
tidak bermaksud seperti itu.” Kata laki-laki itu lembut.
Ia mencengkeram erat sapu
tangannya itu hingga jari-jarinya yang basah bersentuhan dengan jari-jari
laki-laki itu. Dengan cepat ia menarik sapu tangannya hingga terlepas dari
genggaman laki-laki itu dan menyimpannya. Tiba-tiba ia merasa malu sendiri.
“Kau bermaksud menolongku. Sekali
lagi terima kasih banyak.” Balasnya lalu tersenyum kecil karena malu. Laki-laki
itu membalasnya dengan senyumannya.
“Ngomong-ngomong, aku Calvin.”
kata laki-laki itu sambil mengulurkan tangan kanannya.
“Aku Alicia.” Balasnya sambil
menerima uluran tangan itu. Mereka saling berjabat tangan dan untuk kedua
kalinya kedua tangan mereka saling bersentuhan.
Itu adalah awal dimana sebuah
pertemanan yang selalu ia harap-harapkan sejak ia kecil. Teman. Seakan kata itu
sangatlah agung sehingga ia tidak bisa membanggakannya. Sebuah kata yang
sebelumnya tidak pernah ia dengar kini ia dengar selalu di kedua telinganya. Semua
penderitaan masa lalunya akan kesepian lenyaplah sudah karena sebuah teman yang
ia dapatkan.
Ia buka kedua matanya. Pemandangan
seorang teman sudah sering ia lihat sekarang. Semuanya kesepian dan kesendirian
telah berakhir sangat lama sekali. Terlebih, hubungannya yang sebenarnya adalah
lebih dari teman.
Komentar
Posting Komentar