Semuanya berubah, disaat mereka
sampai di rumah Calvin. Ia merasa sangat menyesal karena apa yang ia buat
sendiri. Ia membuat kekasihnya ketakutan setengah mati ditambah bahwa kekasihnya
sekarang marah kepadanya. Tidak ada kata takut lagi kali ini. Melainkan
kekesalan, emosi, dan penyesalan merajalela di dalam tubuh mereka. Kini, Calvin
sedang memperbaiki hubungannya.
“Aku benar-benar minta maaf soal
itu.” Kata Calvin meminta maaf.
“Kau ngomong memang enak,” kini
Alicia melipat kedua tangannya, “kau menghancurkan jipku di depan mataku. Ya
Tuhan… mengapa aku memiliki dia.”
“Aku akan—“
“Kau diam, Calvin!” Putus seorang
wanita yang sekarang duduk di depan mereka berdua. “Kau benar-benar memalukan
sekali.”
“Ma…”
“Diam kau sekarang!” Kini wanita
itu menatap gadis di depannya. “Maafkan kami, Alicia. Aku sungguh menyesali hal
ini.” Kata wanita itu lembut.
“Tidak apa-apa Mrs. Riicon, saya
tahu ini bukan salah anda.” Balas Alicia lalu tersenyum.
“Kami akan mengganti semua
kerugianmu setelah semua masalah telah selesai.” Kata Lisa lagi penuh
penyesalan yang besar.
“Tidak perlu, Mrs. Riicon. Anda
terlalu repot menangani masalah ini, tapi saya mohon tolong potongkan saja
lengan kanan Calvin sudah cukup.” Jawab Alicia sambil melirik ganas ke Calvin
yang tangannya sudah mulai menjalar merangkul kekasihnya.
“Akan kuberikan kepadamu.” Jawab
Lisa.
“Ma!” Calvin merengek sambil
menarik tangan kanannya.
“Kau itu memalukan tahu! Lihat
apa yang kau perbuat hari ini. Kau mengecewakan rekan kerjamu. Mama sudah tidak
mampu lagi mencari rekan kerja untukmu jikalau Alicia ingin keluar.” Kata Lisa
kesal.
“Ma, dia tidak akan pergi semudah
itu.”
“Apa maksudmu? Dia memiliki hak
mengundurkan diri walaupun terdapat kontrak yang masih berlaku. Dia memiliki
hak keluar karena ulahmu. Aku tidak masalah akan hal itu.”
“Tenang Mrs. Riicon. Saya akan
keluar besok saja.” Kata Alicia memotong pertengkaran antara anak dan ibu
Lisa dan Calvin menjawab hampir
bersamaan.
“Baiklah.” Kata Lisa tenang.
“Alicia, kau ingin
meninggalkanku?” kata Calvin.
“Terima kasih Mrs. Riicon,” kata
Alicia kepada Lisa, kemudian ia melirik Calvin, “maaf, tapi ini mengakhiri ini
semua. Kau membuatku muak akan hal ini.” Jawabnya enteng.
“Maafkan aku kalau begitu.”
Calvin merengek kepada Alicia.
Alicia menghela nafasnya perlahan
dan ia menatap Lisa.
“Mrs. Riicon, boleh saya
mengambil berkas-berkas it—“
“Tidak, Al!” Sela Calvin tidak
setuju. “Oh, Al. Jangan seperti itu. Aku mohon…”
Suara memohon itu sedikit membuat
hati Alicia luluh, karena memang ia tidak ingin kehilangan Calvin tapi kejadian
ini membuatnya ingin menenangkan diri dengan sendirian. Kejadian tadi
membuatnya takut dan lupa akan daratan. Hal yang ia permasalahkan adalah,
bagaimana ia dapat melewati ini semua dengan baik—dengan membiasakan
pandangannya menonton pembunuhan di depan kedua matanya sendiri. Dengan itu
semua mungkin dapat menerima apa yang akan ia lihat sendiri.
“Mrs. Riicon.” Alicia mulai
angkat bicara.
“Ya?”
“Anda tidak keberatan jika saya
tunda pengunduran diri saya?” pintanya.
“Mengapa berubah pikiran?”
Setelah pertimbangan yang ia buat
di dalam hatinya, akhirnya ia memutuskan untuk tetap. Dan siapa juga mau
sendirian. Calvin hanya satu-satunya teman yang ada baginya.
“Saya mempertimbangkan tentang
mental saya dan diri saya sendiri Mrs. Riicon. Saya memerlukan Calvin
sekarang.” Jawabnya.
Calvin mulai memancarkan
senyumannya
“Baiklah, jika kau mulai tidak
betah akan hal ini, mintalah surat pengunduran diri dari Nicolas. Dan abaikan
Calvin jika ia merengek memohon dirimu untuk tetap di sini.” Kata Lisa tegas.
“Tidak masalah.” Balas Alicia
lalu tersenyum.
“Begitu dong, Sayang.” Kata
Calvin senang sambil merangkul kekasihnya lagi.
Alicia melepaskan tangan Calvin
dari rangkulan itu tapi ia langsung menyerah saja. Karena Calvin tetap tidak
mau melepaskannya.
“Kalian berpacaran?” Tanya Lisa
penasaran.
“Iya, Ma.” Jawab Calvin
mendahului Alicia.
“Bagaimana bisa?”
“Ma, Calvin sangat mencintai
Alicia. Apa itu salah?”
“Tidak—“
“Alicia menerima cintaku tanpa
paksaan kok.”
“Itu benar, Alicia?” tanya Lisa
sambil menatap kekasih anaknya.
Alicia menganggukan malu
kepalanya dan ada rasa jengah. Ia tidak mau terlalu terbuka tentang masalah
ini—tentang hubungannya. Siapa sih yang ingin menyebarkan bahwa ia sedang
berpacaran dengan orang lain? Terlebih dirinya adalah seorang pendiam dan
pemalu seperti itu. Tidak bakalan deh.
“Baiklah kalau begitu. Aku tidak
melarang karena ini juga masanya Calvin untuk berpacaran, tapi apa boleh buat,”
kata Lisa sambil lalu, “dan, Alicia. Kau istirahatlah dahulu di sini. Dan kau
Calvin. Ikut Mama.”
Calvin langsung bangkit berdiri
bersamaan dengan ibunya. Tapi ibunya langsung pergi sedangkan dia mencium
kening kekasihnya terlebih dahulu.
“Thank’s,” katanya “istirahatlah,
Al. Nanti bisa dibahas.” Terusnya lalu mengecup bibir kekasihnya sebentar lalu
pergi.
Alicia melihat Calvin sampai ia
menghilang dibalik pintu besar yang terbuat dari kayu jati tersebut. Kemudian
ia bangkit berdiri dan ia juga ikut keluar ruangan besar itu. Tapi ia menuju ke
tempat yang berbeda. Dimana tempat itu adalah tempat faforitnya di rumah Calvin
yang besar ini. Dan langkahnya yang perlahan dan pasti itu mulai melewati
setiap koridor dan tangga yang ada.
Tapi Nicolas menghampirinya dan
dirinya meminta bantuan kepadanya karena ia sedang sangat sibuk. Ia akhirnya
memutuskan untuk membantu Nicolas sebentar ke reservasi. Sesampainya disana, ia
mendapati berkas-berkas yang menumpuk dan ia mengeluh karena ini bukan
pekerjaannya. Ia tidak bekerja kantoran. Kemudian dengan berat hati ia membawa
berkas-berkas yang bertumpuk itu ke ruang rapat. Ia tidak tahu bahwa Calvin
berada di sana.
Sesampainya dirinya di ruangan
rapat dan ia tidak melihat sosok memperhatikan dirinya dengan tatapan kesalnya.
Setelah ia meletakan berkas itu di kepala meja, baru ia menyadari Calvin
melototinya.
“Ada apa?” tanyanya kebingungan.
“Terima kasih Alicia. Bukannya
kau istirahat hari ini?” kata Lisa yang duduk di samping Calvin.
Alicia langsung mengganti arah
pandangannya. “Maaf, tapi Nicolas sangat sibuk jadi saya membantunya. Permisi.”
Jawab Alicia kemudian pergi dari ruang rapat.
Disaat ia hendak membukakan pintu
ruang rapat, tanpa sengaja pintu itu terbuka dan seorang wanita dengan seorang
pria muncul di baliknya. Wanita itu bertubuh tegap dan sempurna, tatapannya
ramah dan bersahabat. Selain itu, wanita itu memiliki paras yang hampir mirip
dengan Alicia. Dan memang itu membuat Alicia terpaku melihat wanita itu.
“Maaf, Lisa aku terlambat.” Kata
wanita itu sambil berjalan mendekat ke meja rapat mengabaikan Alicia yang
berdiri. Seorang pria mengikutinya dari belakang wanita itu.
“It’s okey, Alice. Aku tahu
kendalamu. Maaf merepotkan dirimu. Lagi pula rapatnya belum dimulai.” Jawab
Lisa ramah.
“Jadi belum dimulai. Oh… aku
terlalu tergesa-gesa hari ini.” Balas Alice ramah sambil duduk di hadapan
sahabatnya. Kemudian ia menyuruh pria yang mengikutinya itu duduk di
sampingnya.
“Sekali lagi maaf Alice.” Kata
Lisa kembali.
“Tak masalah. Masalah ini memang
masalah organisasi yang kurang pengawasan akan daerah ini.” Balas Alice lalu
tersenyum.
“Terima kasih.” Kata Lisa senang.
Tiba-tiba Calvin bangkit berdiri
dan membisikan kata-kata sebentar kepada ibunya. Kemudian ia berjalan
menghampiri Alicia yang masih berdiri di depan pintu dengan wajah yang tidak
yakin. Calvin mendorongnya hingga keluar dari ruangannya itu lalu menariknya.
“Calvin. Lepaskan!” kata Alicia.
Calvin melepaskannya. “Kau
istirahat, Al. Tak baik kau harus bekerja terus.”
“Yang seharusnya beristirahat itu
kau! Jangan pedulikan aku soal ini. Kau pedulikan dirimu sendiri.” Balas Alicia
kesal.
“Okay. Tapi setelah rapat ini.”
Jawab Calvin mengalah.
“Kau mengetahui siapa wanita yang
baru saja tiba itu?” tiba-tiba Alicia bertanya.
“Dia Alice Bryant.”
“Namanya Alice?”
“Iya. Ada apa?”
Alicia menatapnya dengan mata
yang mengembun. “Dia, ibuku.”
“Jangan bercanda, Al. Dia tidak
memiliki seorang anak perempuan.” Kata Calvin.
“Aku tidak bercanda Calvin. Dia
ibuku. Apakah aku harus berbohong soal ini? Tidak, bukan?”
“Apa kau yakin soal itu?”
“Dilihat dari wajahnya memang
mirip, tapi aku ragu akan dirinya. Tapi setelah kau menyebutkan namanya, aku
yakin bahwa itu dirinya.” Jawab Alicia mulai senang.
“Akan kucarikan cara agar kau
bisa berbicara dengannya.” Usul Calvin.
Alicia tersenyum senang.
“Setelah rapat.” Terus Calvin.
Senyuman Alicia langsung memudar
seketika.
“Tidak akan lama, kok. Satu jam
akan selesai.”
Wajah Alicia masih masam.
“Aku janji!” Calvin mengacungkan
dua jarinya tapi wajah kekasihnya masih masam. “Apapun itu…”
“Ajak aku ke rapat itu!” kata
Alicia akhirnya dengan garangnya.
“Apa? Tidak, Al. Bukannya aku
tidak mau tapi kau dilarang masuk ke dalam rapat khusus ini.” Kata Calvin.
“Mengapa?”
“Ini masalah tentang organisasi
pusat. Kau sebaiknya istirahat dan nanti akan kukabari kalau aku sudah selesai.
Setelah itu, kita ungkap ibumu.” Kata Calvin.
Alicia tersenyum tapi masam
karena usulan ini tidak begitu ia sukai tapi, bagaimana lagi? Inilah jalan
satu-satunya yang dengan terpaksa ia harus lalui dengan wajah yang masam.
“Kau istirahat, ya.” Kata Calvin
kemudian.
“Iya. Aku akan tidur jika itu
maumu.” Jawab Alicia dengan suara lemah.
“Kalau bisa kau makan juga. Aku
khawatir kau kenapa-kenapa karena aku.”
“Baiklah…” jawab Alicia kesal
karena Calvin sudah mulai untuk cerewet lagi.
“Iya. Aku ke ruang rapat dulu.”
Kata Calvin lalu meninggalkan sebuah kecupan di kening Alicia. Dia harap Alicia
tersenyum akan hal ini. Tapi tidak juga, karena Alicia masih bergalau
sendirian.
Akhirnya Calvin menghilang
setelah ia masuk ke dalam ruang rapat.
Kini perasaan Alicia antara
senang dan sedih. Ia sebenarnya senang jika benar bahwa orang tuanya bekerja di
tempat ini. Tapi ia merasa sedih karena harus menunggu rapat usai. Sebenarnya
ia ingin masuk ke ruang rapat itu lagi dan melihat ibunya yang tadi sempat
tidak melihatnya. Apa reaksi ibunya nanti? Apakah senang kalau ia bertemu
dengan anaknya? Atau malah malu memiliki anak seperti dirinya? Pikiran negatif
itu segera Alicia buang jauh-jauh agar tidak menyebabkan kegalauan yang
berlanjut semakin parah. Sekarang sebaiknya ia istirahat dan bersantai sambil
menunggu Calvin selesai dengan rapat itu dan ia akan dipertemukan dengan
ibunya. Betapa senangnya dirinya sekarang. Kemudian, dengan senyuman yang kini
sudah merekah, ia melangkahkan kakinya menuju ke sebuah tempat favoritnya di
rumah Calvin.
Rumah Calvin yang besar mirip
istana di daerah Eropa itu memiliki lima lantai dan satu lantai bawah tanah. Lantai
pertama adalah lantai untuk para pekerja kantoran dan juga ada beberapa kamar
milik para pegawai yang bekerja selama hidupnya di tempat itu. Selain itu, di lantai
itu juga dimana ruangan kerja Alicia bersama dengan Calvin dan Nicolas. Ngomong-ngomong
soal lelaki bernama Nicolas itu, dia adalah asisten pribadi Calvin yang selalu
melayaninya.
Selanjutnya adalah lantai dua,
isinya adalah sebuah café kecil buatan Denico—kakak laki-laki Calvin—yang menyukai
sebuah café. Sebelumnya adalah sebuah aula besar yang sering kosong dan kadang
dipakai untuk latihan Calvin bermain pedang. Tapi, Denico beranggap bahwa masih
ada ruangan luas lainnya yang cukup untuk berlatih pedang. Selain itu, lantai
dua itu juga terdapat sebuah rumah sakit kecil. Fungsinya adalah mirip rumah
sakit pada umumnya tapi lebih khusus dalam urusan anggota organisasi dan juga
korban-korban yang terbunuh dalam sebuah misi, selain itu juga para pegawai
yang tiba-tiba saja sakit atau pinsan karena kelelahan.
Lantai tiga berisi
ruangan-ruangan pribadi keluarga Riicon yang tidak pernah Alicia kunjungi. Setiap
lift yang ada pasti jarang menemukan tombol lift lantai tiga karena memang
tidak banyak orang bisa berada di lantai tiga kecuali para pegawi khusus untuk
keluarga. Menurut cerita Calvin yang ia dengar, isinya juga mirip dengan sebuah
hotel mewah dan tidak ada istimewanya.
Lalu, lantai empat adalah lantai
dimana kamar Alicia berada. Disana berisi ruangan-ruangan kamar para agen yang
berada di sana dan para pegawai lainnya sehingga lebih mirip seperti hotel. Ketimbang
sebuah istana.
Lantai lima. Lantai itu berisi
ruangan keamanan dan juga ruangan-ruangan penting lainnya.
Kemudian, lantai bawah tanah
adalah sebuah aula besar keluarga Riicon yang memang khusus di buat disana. Selain
itu disana juga adalah tempat dimana koleksi mobil-mobil sport milik Denico dan
Calvin. Di lantai itu juga terdapat gudang persenjataan lengkap dan
barang-barang para mata-mata yang ada.
Lalu, dimana tempat favorit Alicia?
Sayangnya, diantara lantai-lantai itu tidak termasuk tempat favoritnya. Tempat favoritnya
adalah berada di atas atap rumah itu. Di sana memang banyak sekali
parabola-parabola besar yang menangkap dan memancarkan sinyal ke satelit. Tapi,
masih ada tempat yang tidak begitu luas dan menyenangkan baginya. Karena di
sana, ia bisa menikmati indahnya alam di dunia ini.
Dari atas, kau bisa melihat pemandangan
hutan Kalimantan yang lebat dan padang rumput luas disekitar istana. Angin
selalu bertiup dan menyegarkan ditambah dengan sinar matahari apalagi disaat
matahari tenggelam atau terbit yang selalu memancarkan keindahannya. Hutan terasa
sunyi dan juga menenangkan. Ini tempat yang cocok untuk dirinya yang menyukai
ketenangan. Selain itu, tempat ini juga sangat cocok untuk dirinya melihat
bintang-bintang di malam hari. Ia rasa bahwa ia semakin dekat dengan para
bintang yang selalu menjadi temannya di malam hari.
Hari ini sudah sore dan cahaya
matahari tidak terlihat karena awan mendung menutupinya. Walaupun kurang
lengkap dengan sang surya, tapi bagi Alicia ini masih menyenangkan. Suasannya tetap
sama—sunyi—yang menenangkan hatinya dari setiap masalah yang ada dan pasti ia
temukan jalan keluarnya saat dia menyendiri di sini. Permasalahannya adalah
sering berhubungan dengan Calvin. Misalnya absennya yang akhir-akhir ini sering
membolos karena pekerjaannya. Ia menjalankan misinya yang terus berpindah
tempat termasuk ia pernah sekali ke luar negeri di saat hari natal. Itu adalah
pengalaman pertamanya melihat kristal salju.
Kini ia jalani hidup dengan
pekerjaannya sekarang. Tantangannya begitu banyak dan salah satu contohnya
adalah kejadian tadi. Dimana ia mengingkar janjinya kepada Calvin bahwa ia
tidak akan takut kepadanya sampai kapanpun. Ia merasa bersalah setelah ia sudah
merasa tenang dan sadar akan apa yang telah terjadi.
Kedua tangannya kini menggenggam
hatinya dan berjanji bahwa ia tidak akan membuat Calvin terus merasakan
bersalah karena dirinya sendiri takut dengannya. Calvin selalu mencoba berbagai
cara agar dirinya tidak takut dengannya dan baginya adalah Calvin mencoba untuk
menjalin hubungan lebih dengannya tanpa ada rasa takut di dalam hatinya karena
Calvin sendiri. Semua perasaannya kini antara senang karena Calvin sangat
peduli dengannya dan sedih karena ia mengingkar janji. Betapa bersalahnya ia
melihat wajah Calvin yang penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan kehilangan
dirinya. Semuanya itu tidak mudah dan ini semakin rumit. Perasaan ini,
membuatnya memang pusing. Tapi, ia terus menggenggam hatinya untuk
mengkokohkannya dan terus pada pendiriannya bahwa ia tidak akan takut dengan
Calvin untuk ketiga kalinya lagi.
Tanpa sadar ia memikirkan
kejadian yang baru saja ia alami, matahari sudah tenggelam dan hawa dingin
menyerbunya. Ia bangkit berdiri setelah duduk sore ini di pinggiran atap. Lalu ia
berjalan turun dari atap dan menunggu hal yang akan terjadi padanya. Ia akan
bertemu dengan ibunya yang sangat ia rindukan itu. Tentunya ia tak lupa untuk
menemui Calvin dahulu untuk membantunya. Ini bagaikan mimpi dimana ia bisa
bertemu dengan ibunya sekarang. Karena sekitar setahun sekali, ia melihat dan
merasakan kasih sayang ibunya.
Saat ia keluar dari lift di
lantai satu, ia melihat Calvin sedang berbicara dengan seorang pria yang sangat
ia kenal. Wajah orang yang tegas dengan kumis tipis di atas bibir atasnya,
rambut lurus berwarna hitam mirip dengan miliknya. Dengan cepat, dia berjalan
mendekati dua laki-laki yang saling mengobrol itu. Setelah sekitar sepuluh
langkah kemudian, ia berlari dan memeluk sosok pria itu.
“Papa!” katanya senang karena
bertemu dengan ayahnya.
Laki-laki itu sempat terkejut,
tapi karena mendengar suara dan mendapati pelukan dari putrinya, ia segera
memeluk balik anaknya dan membelai rambut anaknya yang lurus dan panjang itu. Ia
mengabaikan Calvin yang sedang berbicara.
“Hey, mengapa anak papa ini ada
di sini?” tanya laki-laki itu.
“I miss you, Pa!” kata Alicia
yang masih memedamkan wajahnya di dada ayahnya.
“I miss you too, Honey.” Balas laki-laki
itu.
Calvin melihatnya langsung
menutup bibirnya rapat-rapat dan tersenyum.
“Reuni keluarga, Mr. Bryant?”
tanya Calvin ditengah-tengah acara pelukan.
“Ini putriku yang lama sekali
tidak aku temui.” Jawab laki-laki itu.
Alicia melepaskan pelukannya tapi
tidak mau mengambil jarak dari ayahnya.
“Sebelumnya saya minta maaf, ia
sebagai rekan kerjaku disini, Mr. Bryant.” Kata Calvin.
“Jadi kau gadis yang dibicarakan
di rapat tadi?”
“Apa yang dibicarakan?” tanya Alicia
tiba-tiba merasa penasaran.
“Masalah kebakaran hutan tadi. Kau
melihatnya juga kan, Sayang? Kami membicarakanmu soal masalah ini dan tadi
Calvin begitu antusias untuk mempertahankanmu sebagai rekannya.” Mr. Bryant melirik
Calvin dengan tajam, “aku tak menyangaka bahwa yang dimaksud adalah putriku
sendiri. Tapi, sebagai rekan kerja tidak seharusnya mengalami cinta lokasi
seperti ini.” Terusnya sedikit mengkritik.
“Maaf, Mr. Bryant. Aku mencintainya.”
Jawab Calvin seperti itu untuk ke sepuluh kalinya.
“Aku sudah mendengarnya tadi di
rapat, Calvin.” Kara Mr. Bryant yang sudah merasa bosan mendengarnya.
“Papa,” panggil Alicia kepada
ayahnya.
“Iya Sayang?”
“Papa tidak masalah jika Alicia sudah
berpacaran?” tanya Alicia polos.
“Itu tergantung, Sayang. Papa harus
tahu siapa itu. Dan ternyata papa mengetahuinya, papa membebaskanmu berhubungan
dengannya. Tapi memang sebaiknya kau minta izin dengan ibumu. Siap-siap dengan
reaksinya.” Jawab Mr. Bryant lalu tersenyum.
“Mana Mama?” tanya Alicia yang
masih menggunakan nada monoton.
“Mama sedang bersama sahabatnya,
Sayang. Ia sedang mengurus masalah tadi.”
“Apakah belum selesai? Bukannya rapatnya
telah selesai?”
“Rapatnya memang telah selesai
tapi pekerjaan masih berlanjut.” Jawab Mr. Bryant lembut sekali. Ia membelai
rambut anaknya dan berkata, “kau bisa menemuinya jika kau mau. Ibumu pasti akan
senang karena melihatmu.”
Dengan senang Alicia menganggukan
kepalanya. Ia mengambil langkah sedikit mendekat ke Calvin dan menggandengan
tangan kekasihnya.
“I love you, Pa.” katanya lalu
menarik Calvin menuju ruang rapat.
“I love you too, Al.” balas Mr. Bryant
yang ditinggal sendirian sekarang. Lalu ia berjalan menuju sebuah ruangan kerja
di dekatnya.
Alicia dengan semangat masih
menarik Calvin menuju ruang rapat. Wajahnya memerah karena hatinya sedang berbunga-bunga.
Senyumannya tampak lebar di wajahnya yang merah.
“Kau senang sekali.” Kata Calvin.
“Tentu saja. Dia papaku, Calvin.
Kami sudah tidak saling bertemu dalam satu tahun ini.” Balas Alicia masih
polos.
“Sekarang kau polos sekali.” Kata
Calvin sedikit menggoda.
“Siapa yang polos?” tanya Alicia garang
dan kepolosannya lenyap seketika.
“Tadi kau saat bertemu dengan
papamu.” Jawab Calvin.
“Aku tidak sepolos itu! Aku tak
akan seperti itu kepadamu.” Kata Alicia yang mengerti apa maksud Calvin.
“Yang benar?” tanya Calvin masih
menggoda.
Alicia melepaskan genggamannya
dan ia berhenti berjalan. Ditatapnya Calvin dengan kesal. Ia terlihat sangat
garang.
“Jangan mengada-ada, Calvin.”
Katanya tidak senang.
“Iya deh, tapi kau jangan marah
seperti sini.” Calvin menggodanya lagi.
Sedikit sebuah senyuman muncul di
bibir Alicia.
“Begitu baru cantik.” Kata Calvin
ikut tersenyum.
“Gombal!” ejek Alicia lalu ia
berjalan menuju ruang rapat. Calvin mengikutinya di belakang.
Sampai di ruang rapat, mereka
berdua hanya menemukan seorang wanita duduk di kepala meja rapat. Wanita itu
adalah ibu Calvin yang sedang membaca berkas-berkas laporan yang ia terima. Melihat
itu, Alicia tampak kecewa karena ibunya tidak berada di sana.
“Ma, dimana Mrs. Bryant?” tanya
Calvin yang melihat ekspresi wajah kekasihnya.
Lisa menatap anaknya lalu melepaskan
kacamatanya.
“Alice? Dia baru saja pergi. Katanya
ia akan kembali besok. Memang ada apa, Calvin? Apakah ada hal penting?”
“Iya, Ma.” Jawab Calvin sambil
berjalan mendekati ibunya. Dia membisikan kata-kata kepada ibunya di telinga
ibunya. Lalu mereka berdua melihat Alicia yang berdiri di ambang pintu ruang
rapat.
Kemudian,
“Alicia.” Panggil Lisa.
“Yes, Mrs. Riicon.” Alicia mendekat
dengan wajah yang muram.
“Calvin menceritakan semuanya
kepadaku. Kau yang sabar, ya. Ibumu akan kembali besok. Kau tahu ibumu sangat
sibuk.”
“Aku tahu soal itu, Mrs. Riicon.”
Jawab Alicia yang masih muram.
“Duduklah, dan akan kuberikan
pekerjaan kepadamu.” Kata Lisa.
Alicia duduk di dekat Lisa dan
wajahnya masih muram. Sementara itu, Calvin mengambil kursi lain dan duduk di
samping Alicia.
“Jangan muram seperti itu,
Alicia.” Kata Lisa lalu tersenyum.
“Hanya sedikit kecewa, Mrs. Riicon.”
Jawab Alicia.
“Aku tahu perasaanmu, Sayang. Dan
kini, aku ingin kau fokus soal ini.” Lisa memberikan beberapa gambar dan
data-data. “Dua orang ini adalah guru di sekolahmu, Alicia. Dan yang ini,
adalah seorang pelajar di sekolahmu juga. Aku ingin kau mencari informasi dari
mereka tentang menyerbuang tempat ini. Menurut laporan adalah, mereka terlibat.”
Kata Lisa sambil menunjukan data-data itu.
“Mr. Hendrick.” Kata Alicia menebak
gambar yang tampak buram itu.
“Kau mengenalnya?” tanya Calvin
yang langsung tanggap.
“Dia adalah wali kelasku,” jawab Alicia.
“aku tak begitu yakin tapi ini mirip sekali dengannya.”
“Ma, mungkinkah aku membantu
dalam misi ini?” tanya Calvin mengajukan diri.
“Kemungkinan adalah tidak dahulu.
Ini tidak seperti yang kau bayangkan, Calvin.” Jawab Lisa.
“Ma, mereka tidak melihatku dan
mereka tidak mengetahuiku.”
“Memang benar, tapi diantara
mereka juga ada yang sudah melihatmu, bukan?”
“Aku sudah membun—“ Calvin
tiba-tiba diam karena hampir keceplosan mengucapkan hal yang sebenarnya yang terjadi
di pantai di malam hari waktu itu. Ia mengingat bahwa Alicia berada di
sampingnya
“Tanya kakakmu, kalau begitu. Aku
menyerahkan urusan itu kepadanya, dan aku hanya memberikan informasi kepada
Alicia.” Kata Lisa menutupi kecanggungan Alicia. “Dan, Alicia. Kau boleh
memulainya besok atau lusa. Seharusnya aku harus lebih hormat kepada putri dari
ketua organisasi.” Terusnya.
“Apa maksudnya?” tanya Alicia ling-lung.
“Ayahmu adalah ketua organisasi,
Al.” jawab Calvin menerangkan.
“Bagaimana bisa? kurasa
jabatannya tidak setinggi itu.” Kata Alicia tidak percaya.
“Itu urusanmu untuk percaya atau
tidak, Alicia.” Balas Lisa sebelum Calvin dapat membalas. “Kau bisa temui
Denico sekarang untuk informasi lanjutnya. Dan jangan lupa katakan bahwa kau
mengenal laki-laki ini.” Perintah Lisa kepada Alicia.
“Baik, Mrs. Riicon.” Kata Alicia sambil
menerima berkas-berkas yang tidak banyak itu. Kemudian ia permisi untuk menuju
ke ruangan Denico yang jaraknya cukup jauh dari rapat. Calvin mengikutinya tapi
wajahnya tampak tidak senang.
“Biar kubawa.” Kata Calvin
menawarkan diri untuk membantu Alicia.
“Kau carilah Nicolas untuk
membantumu mendapatkan misi ini dan membantuku.” Balas Alicia yang tidak mau
memberikan berkas yang ia bawa.
“Aku bisa urus itu sendiri. Lagi pula
Denico tidak ada di sini.” Kata Calvin.
“Apa maksudmu?”
“Dia sudah pergi disaat kita
berjalan menuju ruang rapat.” Jawab Calvin dengan nada tidak sukanya.
“Mengapa kau baru bicara?”
“Oleh sebab itu, aku bawakan
berkas ini dan kita ke ruangan kerja kita. Kau boleh memaki-makiku di sana.” Kata
Calvin masih dengan nada yang sama. Ia mengambil berkas-berkas yang dibawa Alicia
dengan paksa. Lalu ia berjalan meninggalkan Alicia di belakangnya. Wajahnya masih
menampakan bahwa ia tidak menyukai ini karena melibatkan seorang yang sangat ia
benci.
Alicia mengikutinya dari belakang
dan ia tidak melarang Calvin lagi untuk membawa berkas-berkas yang ia bawa
tadi. Ia memberikan kebebasan Calvin untuk melakukan apa saja yang ia mau
karena ia mengerti perasaan Calvin yang membenci kakaknya itu. Kedua saudara
ini memang tidak saling akur dan bisa menyebabkan perang saudara di tempat ini
jika mereka disatukan. Sejarahnya sangat panjang mengapa mereka dapat
bermusuhan dan saling membenci seperti itu. Alicia mengetahui sejarah itu tapi
Calvin tidak mengetahui kalau Alicia mengetahuinya serta Calvin tidak
mengetahui hubungan Alicia dengan Denico yang bisa dibilang sangat dekat.
Untuk mengurangi rasa tidak
senang Calvin, Alicia menyaingi langkah kaki Calvin yang lebar itu dan kini ia
berjalan di sebelahnya. Wajah Calvin tertutup dengan rambut-rambutnya sehingga
ia tidak tahu ekspresi Calvin sekarang. Namun, ia tahu apa yang harus ia
perbuat. Ia genggam tangan Calvin dengan sangat erat setelah mereka sampai di
ruangan kerja mereka. Lalu meletakan berkas di atas meja Nicolas dan
meninggalkan ruangan itu. Alicia membawanya ke tempat favoritnya untuk menghibur
Calvin.
Komentar
Posting Komentar