Kenangan disaat aku dulu pernah ketik cerita ini. u,u aku ketik ini waktu aku SMP dulu. ini memori aku banget dan menunjukan bahwa aku dulu kebanyak ngetik dan beberapa kali ganti alur dan percobaan. tebak! cerita ini sudah lebih dari lima kali perubahan dan jadinya itu The Truth of Me itu... ini bab awal yang aku beri judul Right From the Start ... alasannya karena aku waktu itu seneng banget sama lagu yang awalannya kayak gituan, tebak sendiri apa lagunya. dan... ketikan ini itu belum begitu efektif dan juga menempatan tanda baca yang kurang dan tidak benar. namanya juga belajar, pasti ada kesalahan. tapi aku menyukainya. ini kenangan dan simpanan aku, membuatku makin terinspirasi akan segala hal. dan aku, juga bangga sama diri sendiri. ga banyak orang lho yang bisa bikin cerita ini. karena aku memiliki imajinasi yang besar dan mengapa aku banyak ketik pembukaan disini? jangan hiraukan tulisan tadi.
M
|
atahari muncul dari timur. Menyinari pondok di pinggir hutan. Tampak
seorang gadis sedang bersandar di teras belakang pondok itu. Ia tampak menikmati
cahaya matahari yang hangat. Ia ditemani secangkir teh hangat berwarna merah.
Ia mulai meminum teh hangat itu, “hmm... enak, sedap”, katanya.
“Noi... bisa bantu aku
di sini?”,kata seseorang di dalam pondok.
“Ya, aku datang”, kata
Noi sambil masuk ke dalam. “Ada apa sih
sebenarnya?”
“Well, aku butuh bantuanmu, tentang ini.”, jawabnya.
“Masak? kau memintaku
untuk memasakan sesuatu untuk mu? Dan aku bertaruh kalau kamu sudah lapar dan
kamu ingin sarapan. Coba aku tebak, kamu gak bisa masak.”
“Hehe...
sebenernya memang begitu adanya. Fakta”
“Oke, tapi kamu juga
harus bantuin aku masak, sekalian aku akan mengajari kamu masak, tapi Kak, apa
kita punya bahannya? Aku rasa kita tidak punya bahan makanan, karena kita
selalu memakan makanan instan. Sebaiknya kamu pergi ke rumah Desy, meminta
bahan makanan. Selanjutnya kita akan memasak bersama. Cepet sana pergi.”,
perintah Noi pada kakaknya.
“Iya bawel”,jawab
kakaknya dan segera pergi ke rumah Desy.
Desy adalah orang yang
bertanggung jawab atas kakak beradik ini. Ia berumur 24 tahun. Ia masih muda
dan mau meminggul beban demi mereka. Ia adalah keturunan orang yang sangat
kaya, dan ia lebih memilih tinggal sendiri di desa. Ia sangat suka menanam,
terutama sayuran dan buah-buahan. Pekerjaannya hanya membuat karangan-karangan
yang bagus untuk mengisi websidenya,
dan kadang-kadang karangannya itu dibeli oleh seseorang yang berminat. Dengan
menanam sayuran dan buah-buahan, hasilnya kadang-kadang ia berikan ke panti
asuhan atau kepada orang yang tidak mampu, selain itu juga kadang-kadang ia memakannya
sendiri dan berbagi ke Noi dan Noel.
“Oh, Noel, kamu
datang. Aku tebak makanan habis di pondok?”, kata Desy sebagai sambutan atas
kedatangan Noel.
“Ya Des, Noi meminta
ku untuk minta bahan makanan yang kamu punya, lalu kami akan memasaknya”
“Wow! Sejak kapan Noel
bisa memasak”, ejek Desy kepada Noel . “Oke, tunggu sebentar, dan hari ini
adalah hari panen, dan tadi ku perhatikan panennya banyak juga. Aku akan
memetikan beberapa buah dan beberapa sayuran untukmu.”
“Cepetan ya... laper
soalnya.”, keluh Noel
“Biar cepet bantuin
dong.”
Ia tidak menjawabnya,
tepapi ia hanya mengangguk dan terpaksa membantu Desy untuk memanen buah dan
sayuran. Di kebun buah Desy terasa bau aroma buah-buah yang segar-segar. Itu
membuat kenyang bagi yang menghirupnya.
“Noel, tolong bantuin
aku dong. Cepetan ke sini.”, pinta Desy.
Tanpa banyak kata Noel
melakukan apa yang Desy pinta. Selesai memanen beberapa buah dan sayuran Noel
ingin beristirahat sebentar di rumah Desy beberapa menit. Perut Noel protes
terus karena tidak diberi makan. Desy menyuguhinya sepotong roti berselai
stoberi. Dia memakan roti itu seperti ia tidak pernah memakan sepotong roti.
“Des, boleh aku
bertanya sesuatu?”
“Ya.
Apa itu? Ini minum dulu.”, tanya Desy sambil memberikannya secangkir teh hangat.
Segera ia meminumnya dan berkata, “Well,
kamu sudah cukup umur untuk... ya kamu pasti tau kan...”
“Apa?
Pacaran maksudmu? Mengapa kau tanyakan itu padaku? Apa jangan-jangan kamu
naksir sama aku?”
“Apa?
Uhuk uhuk uhuk”, Noel tersedak dengan rotinya. “Gak, gak, gak!”
“Haha... santai saja Noel, santai aja, aku
hanya bercanda. Sebenarnya gak ada yang cocok denganku. Tapi sebenarnya aku gak
menghina laki-laki, tapi bagiku laki-laki yang sukanya godain cewek-cewek itu
bagiku itu keterlaluan. Pasti kamu ingat kejadian 1 minggu yang lalu saat kamu
ninggalin aku sendiri di pinggir pasar karena kamu ingin buang air kecil. Waktu
itu banyak cowok-cowok biadap yang godain aku. Aku hajar saja mereka sampai
babak belur. Dan kamu pasti sudah melihat mereka kan? Mereka sebenernya preman
pasar yang suka begitu. Untungnya aku bisa bela diri walaupun bisa sedikit.”,
Desy menerangkan
“Well,
itu cukup membuatku takut padamu lama-lama di sini. Aku harus pergi dari sini
sebelum Noi marah padaku karena aku terlalu lama untuk pulang. Bye.”, katanya
sambil pergi pulang ke pondok.
Di
pondok, Noi menunggu Noel di pintu depan pondok. “Gila, lama amat nih Noel, ah!
Noel pasti ngrayu Desy dulu. Aneh-aneh banget tu anak! Apa dia gak sadar kalau
disini adiknya nungguin lamanya minta ampun.”, cerutu Noi. Di depan pondok itu
terdapat hutan yang cukup lebat. Noi memperhatikan hutan itu. Ia merasa ada
yang memperhatikannya dari dalam hutan itu.
“Cewek? Huh? Ngapain dia di dalam hutan yang
blantara gitu?”, gumamnya dalam hati. Perempuan itu tersenyum padanya. “Tunggu
dulu, dia kan, Vero!”. Lalu Noi mendekatinya, tapi perempuan itu semakin
menjauhinya. “Vero....!!”, teriak Noi dan mengejarnya. “Noel?”, ia teringat
Noel, iapun menghentikan langkahnya dan membalikan badannya. Jarinya ia ayunkan
yang tertuju pada meja ruang tamu. Dan tiba-tiba selembar kertas yang sudah ada
tulisannya itu terletak di atas meja itu. Lalu ia mengejar perempuan itu.
Sesampainya
Noel di pondok, ia terkejut karena ia tidak bisa menemukan adiknya di dalam
pondok. Ia pun segera keluar pondok dan segera mencari adiknya keluar. Tapi
percuma ia tidak bisa menemukannya. Ia pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke
pondok. Lalu ia duduk di ruang tamu. Tanpa ia sadari, ia menemukan selembar
kertas dan terdapat tulisan di kertas itu di meja ruang tamu. Ia segera
mengambil kertas itu dan membacanya.
Noel
aku
menemukannya. Sekarang aku mengejarnya masuk ke dalam hutan, segeralah ke sana,
aku pasti perlu bantuanmu. Cepat lah masuk ke dalam hutan sekarang, aku akan
ceritakan semuanya di sana.
Noi
Tanpa pikir panjang ia segera keluar dan
mencarinya.
“hei, gadis kecil, apa yang akan kamu perbuat
di sini? Kamu tau di sini di dalam hutan. Dan kamu tidak boleh masuk ke dalam
hutan.”, kata seseorang nenek-nenek tua.
“aku tau itu kamu Vero. Keluarlah ke wujud aslimu
sekarang juga.”, kata Noi lantang.
Nenek tua itu segera merubah dirinya menjadi
seorang remaja cantik dengan rambut merahnya yang panjang.
“kita bertemu lagi, Novily.”, katanya lalu
tersenyum.
“Dan, aku tidak menyangka kau semuda itu Noi.
Anak kecil berumur enam belasan tahun. Huh?”
“katakan di mana dia sekarang! Atau...”
“Atau apa? kamu ingin membunuhku? Tak mungkin
kamu bisa melakukan itu. Noi... kamu itu lemah, punya kekuatan yang tak pernah
digunakan dan dikendalikan dengan tidak baik, payah.”, selahnya.
“Vero, mungkin kamu akan kalah dengan kami
berdua. Kami berdua sekarang lebih kuat darimu.”, kata Noel yang tiba-tiba
datang, di belakang Noi.
“Oh kamu, hey sayang, apa kabar? Sudah lama
kita tidak bertemu. Mantan”, kata Vero dengan semangat. “Aku gak mau membuang
tenagaku untuk dua semut sebenarnya. Tapi aku hanya ingin berbicara kepada
kalian berdua.”
“katakan sekarang atau tidak selamanya”, kata
Noi dengan nada marah dan langsung menyerangnya. Dengan lincah Vero dapat menghindar
serangan Noi yang tiba-tiba itu.
“lumayan sekarang, lebih kuat, tapi tetap saja
lebih kuat diriku.”, kata Vero yang menghidar dari serangan Noi dan sekarang
berada di belakangnya.
“hentikan ini Vero!”, perintah Noel sambil menatap
tatapan tajam ke arahnya.
“aaaaaarrrrgggg...”, teriak Vero.
“Noi, segera ke sini, kau tidak sekuat dia.”,
perintah kakaknya. Tanpa pikir panjang ia melakukan perintah kakaknya.
“aaauww...!”
“kakak kenapa? Kekuatan kakak melemah.”, kata
Noi kawatir terhadap kakaknya itu.
“hahaha... kekuatannya untuk mengatur otak
seseorang itu masih terbatas. Ia belum bisa mengontrolnya dengan baik. Maka
jadinya ia akan melemah. Itu efek sampingnya. Dan aku hanya ingin bicara
tentang orang yang kau sayangi itu Noi.”, kata Vero yang segera menyembuhkan
luka dalamnya.
“Apa?”
“aku tau kamu pasti terkejut kalau ia masih
hidup. Ia sekarang bersama dengan seseorang yang memiliki salah satu lima
kekuatan natural yang paling berbahaya di dunia dan sebagai pimpinan kita,
Master John. Tapi kau sangat yakin bahwa dia itu jahat dan selalu ingin sesuatu
hal yang kuat. Ya, pimpinan kita menginginkan kekuatannya, untuk mengendalikan
alam. Tapi untungnya, dia tidak tau tentang kakakmu itu, jadi kamu harus
bersyukur oleh itu. Kekuatan kakakmu termasuk salah satu dari 5 kekuatan
natural yang paling berbahaya. Kamu pasti ingat di sekolah dulu, Valentine
menceritakan tentang 5 kekuatan natural yang paling berbahaya. Salah satunya
adalah orang yang kau sayangi itu, Master Jonh ,kakakmu, dan... aku.”
“Apa? bagaimana...”, tanya Noi dengan penasaran
yang amat.
“menurut legenda, kekuatan natural yang berbahaya
ada lima, dan sekarnang ada empat yang sudah aku temukan. Dan ini adalah
perintah Master Jonh untuk mencari orang-orang yang mempunyai kekuatan natural.
dan sebenarnya aku gak mau ambil kakakmu yang tercinta itu. Karena masih ada
yang lebih kuat dari pada kakakmu itu! Menurut legenda, kekuatan natural yang
paling kuat adalah pengendali kekuatan seseorang. Itu sangat menangjubkan. Oke
waktu ku habis. Segera bawa dia ke pondok kecilmu itu, karena sebentar lagi ada
manusia datang kemari.”, kata Vero sambil meninggalkan mereka berdua.
Noi
segera membawa kakaknya yang pingsan karena melemahnya kekuatannya itu. Ia mengangkat
kakaknya yang beratnya lebih dari dirinya sendiri dengan sihirnya. Di dalam
kamar kakaknya yang super duper berantakan itu, Noi mengayunkan jari telunjuk
tangan kanannya untuk mengeluarkan sihirnya agar kamar itu menjadi bersih dan
rapi. Lalu ia meletakan kakaknya di kasur yang empuk. Lalu ia melihat kakaknya
sejenak, wajah Noel lesu dan mulai pucat. Setelah itu, Noi segera keluar dari
kamar Noel dan melakukan apa yang harus ia kerjakan sekarang.
Noi
melihat keranjang yang berisi sayuran dan buah-buahan segar, berserakan di
lantai dapur. Ia berpikir, pasti Noel
terkejut tadi, karena ia tak dapat menemukanku. Segera Noi mengambil
belanjaannya Noel yang diambilnya gratis di tempat Desy tadi, lalu mengubahnya
menjadi makanan yang baunya sangat menggoda selera. Tapi, ia mengolahnyanya
dengan memasak tidak dengan sihirnya.
Makanan
sedap ia letakan di meja makan bertaplak hijau itu. Sederhana, tapi nikmat.
Lalu, ia ke kamar Noel untuk melihatnya. Saat pintu dibuka Noi, mata Noel telah
terbuka dengan tatapan kosong ke atap pondok. Noi mendekatinya, ia memperhatikan
kakaknya. Mata Noel yang semula biru, berubah menjadi merah, dan tatapannya
masih kosong. Noi melihat mata Noel yang menjadi merah itu. Kakak, kau seharusnya ke East School untuk
mengendalikan ini, dan ini tak akan terjadi jika kau mengikuti sarannya,
kata Noi dalam hati. Noi menatap dalam kakaknya. Perlahan-lahan, mata Noel
berubah menjadi biru kembali. Kemudian Noel mengambil nafas panjang dan
menghembuskannya perlahan lalu menatap adiknya yang sedih.
“Noel...”, kata Noi pelan.
“Nggak!”, jawab Noel yang sudah tau persis apa
yang akan Noi katakan.
“Kenapa?”, tanya Noi dengan penuh harapan.
“Apakah aku harus bertemu dengan mereka lagi?
Novily? Aku tak akan bertemu mereka, karena kau tau itu!”
“Kontrolkan itu dulu, lama-lama kau bisa mati
jika kau idiot begini.”
“Novily! Tatap aku.”, bentak Noel sambil
membangunkan diri dan duduk di depan Noi.
Noi
menatap matanya yang biru. Mata yang memiliki dendam dan kebencian terhadap
mereka yang telah mengakibatkan orang tua Noel terbunuh.
“Aku tak akan bertemu mereka, Adik. Jika aku
harus bertemu mereka, aku akan pasti membunuh mereka. dan aku tau, kau tak akan
biarkan aku.”, kata Noel yang langsung berdiri dan meninggalkan Noi duduk di
kamarnya sendirian.
Noi
terpaku. Ia mengharapkan yang terbaik bagi kakaknya itu. Ia juga tak ingin
dendam Noel kembali lagi.
“Kesedihan yang diterima Noel memanglah besar,
jika aku di posisi Noel waktu itu. Kebohongan yang dilakukan mereka memang
keterlaluan. Mungkin jika aku dapat merasakan dendam Noel, pasti aku juga akan
membunuh mereka. tapi juga percuma aku membunuh mereka. mereka lebih kuat dari
padaku, yang seharusnya mati itu mereka nanti malah aku yang mati. Aku tak
ingin mati meninggalkan Noel sendiri. Ia mungkin akan memiliki dendam yang
sangat-sangat besar. Dan akan terjadi perang pertama di bumi belahan timur.”,
batin Noi. Segera Noi berdiri dan menemui kakaknya.
“Noel?”, Noi mencarinya. Ia melihat Noel duduk
di ruang tamu dengan tatapan kosong. Noi mencoba mendekatinya.
“Kak, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu,
sekarang ada di meja makan. Ayo makan”, ajak Noi.
Noel masih terdiam dan masih menatap kosong.
“Kalau kamu nggak makan, ntar sakit. Trus aku
juga kan yang repot.”, kata Noi sekali lagi.
“Novily, kamu itu penyihir yang jago dalam
medis. Mengapa aku harus peduli dengan kesehatanku? Dengan kenyataan aku punya
adik yang jago dalam medis. Dia kan dapat menyembuhkan penyakitku.”, jawab Noel
pelan.
“Jangan manfaatin sihir, Noel! Kau tau diriku
yang sebenarnya tentang sihir.”, kata Noi dengan suara agak tinggi.
“Lalu, kau tidak bersyukur apa yang kamu miliki
sekarang?”
“Rese! Ku mau mandi dulu!”, kata Noi dengan
nada tinggi lalu pergi meninggalkan Noel sendiri.
“Noi, maafin aku ya... aku berbuat ini biar
kamu dapat melupakan kejadian tadi, aku tak ingin bayang-bayang Alex
mengganggumu, dan sebenarnya, aku sudah tau yang sebenarnya tentang orang tua
ku. Bukan mereka yang melakukannya, dan... sekali lagi maafin aku ya,” kata
Noel dalam hati sambil memandang adiknya berjalan menuju kamarnya.
Pintu dibuka Noi,
masuk lalu duduk di kasur empuknya. Noel
idiot!, kata Noi dalam hati dengan jengkel. Dia jarang baget begitu! Dia emang gitu! Selalu aja emosi jika dibahas
tentang orang tuanya! Rese banget tu anak! Tapi, dia juga sih yang slalu sama
aku sejak panti asuhan yang ku tempati dulu bangkrut. Dan dia akhirnya
menawarkan diriku untuk tinggal bersamanya dan akhirnya kita berada di sini
sekarang. Aku gak boleh begini, jadilah Noi yang lebih dewasa! Walaupun
sekarang tampangku, tampang remaja berumur 16an tahun, tapi kedewasaanku harus
seperti 24 tahun, seperti umurku sekarang, kata Noi dalam hati lagi. Ia
memandang dirinya di depan cermin riasnya. Betapa ia sungguh bersyukur ia masih
di dunia ini dengan tubuh yang indah ini. Mata cokelatnya yang gelap, kulitnya
yang sedikit gelap, tubuh yang sempurna. Ia sangat mensyukurinya. Sikap dan
perilaku Noi yang biasa-biasa saja (nggak centil, dan nggak tomboi). Ia jarang
banget melakukan ritual yang sering dilakukan para remaja cewek. Ia menurutnya
berlebihan. Lebih sederhana dan apa adanya, walaupun dunia cewek hinggap
sedikit di dirinya. Segera ia mengambil handuk putihnya yang menggantung di
belakang pintu lalu pergi ke kamar mandi pribadinya.
“Haha...”
“Tawaan itu?”
“Haha...”
“Mengingatkan aku padanya lagi...”
Mata Noi terbuka.
Cur... suara air dari sower yang semakin deras itu membangunkannya. Ia melihat
sekelilingnya. Tembok berkeramik putih, gak salah kalau dia di dalam kamar
mandi. Ia kembali tiduran di bathtub yang airnya sudah tumpah keluar karena air
sudah penuh. Di otaknya hanya ada Alex, Alex, dan Alex. Dia merasa kehilangan
waktu itu. Pujaan hatinya telah menghilang. Terbukalah lagi matanya.
Terduduklah ia dan melamun dengan bayangan wajah Alex di depannya. Ia memeluk
dirinya sendiri dalam kedinginan. Tangannya yang dingin, ia peluk lebih kuat
lagi, hingga ia meneteskan air mata.
Noel masih agak
bersalah karena mengungkit masalah keluarganya dengan Noi. Adik angkatnya
satu-satunya. Dia ingin mencoba agar Noi tidak ingat dengan Alex lagi. Karena
ia tau. Noi pasti akan sedih dan memurung. Dalam lamunan Noel, tak terasa air
mata melintasi pipinya yang menjadi basah. Ternyata ia juga merindukan sahabat
terbaiknya itu.
“Noel? Kamu menangis?”, Desy tiba-tiba datang.
“Hah?”, Noel terkejut.
“Nggak kok enggak”, katanya sambil mengusap air matanya.
“Jujur sama aku, Noel. Ada apa?”
“Enggak apa-apa Des. Kamu di sini ngapain?”, Noel mengganti topik.
“Mencari Noi, dimana dia?”
“Mandi, duduk dulu Des.”, kata Noel sambil mempersilahkan Desy duduk.
“Tidak terima kasih. Aku hanya titip pesen aja. Kalau dia sudah selesai
mandi, suruh dia ke rumahku boleh?”
“Oh, tentu.”
“Kamu baru galau ya? Datar amat suaramu.”, tanya Desy bingung dengan
Noel.
“Enggak kok, liat ni aku tersenyum.”, jawab Noel sambil mengeluarkan
senyumnya yang manis.
Deg... hati Desy berdetak lebih cepat saat melihat senyumannya Noel.
Desy pun juga membalas senyuman Noel yang manis itu dengan senyuman juga, dan
dia mulai melamun ngihatin Noel terus.
“Desy! Bengong aja nih, ngliat kakak.”, Noi mengagetkan Desy yang masih
melemun.
“Ah... Noi”, kata Desy kaget.
Noi curiga, ada apa dengan Desy yang ngliatin kakaknya itu dengan penuh
makna. Ia pun juga memperhatikan Noel juga akhirnya.
“Apa?”, tanya Noel bingung.
“Nggak apa-apa. ayo Des, ntar ada anak yang ke-pedean.”, ajak Noi, dan
keluar dari pondok.
“Kenapa tu mereka berdua, ngliatin aku begitu aneh. Apa jangan-jangan
Desy... Ah ngaco”, pikir Noel dalam hati, sambil senyam-senyum sendiri kayak
orang gila.
“Mikirin kakak?”, kata Noi yang mengagetkan Desy yang melamun.
“Apa? nggak. Enggaklah. Amit-amit.”
“Amit-amit apa amat-amat?”
“Bodo!”
“Kalo kamu naksir ya gak pa pa sih.”, Noi memancing Desy
“Masak sih? Gak percaya tuh.”
“Kalau misalnya Noel juga naksir sama kamu gimana Des? Dia juga pernah
bilang sama aku kalau dia juga baru naksir seseorang gitu.”, Noi berbohong.
“Beneran? Siapa?”, tanya Desy penuh gairah dan semangat.
“Ciiieee... katanya gak naksir. Kok nanyaknya frontal gitu?”,, kata Noi
sambil menaik-naikan alisnya.
“Malesi!”
Desy menjadi bingung dengan ini. Masak
aku naksir sama seseorang yang sudah aku anggap seperti adik ku sendiri? Dan
anehnya, tadi ngliat Noel tampang anak berumuran 26 tahunan gitu saat dia
senyum. Ah... mikir apa sih aku ini, pikir Desy dalam hati.
“Desy awas!!”, teriak Noi yang langsung membubarkan lamunan Desy.
Dengan cepat Noi memegang tangan Desy lalu menariknya.
“Fiuh... Untung gak jadi jatuh kamu.”
“Apa?”, Desy kebingungan.
“Lihat di depanmu.”, kata Noi sambil menunjuk ke depan.
“Hah?”, Desy penuh dengan kebingungan. “Sungai?”
“Ya sungai, tadi nglamun ya kamu? Sampai kamu salah jalan sendiri.”
“Apa?”
“Tadi sebelum kamu sampai di sini. Aku bingung nyariin kamu yang
tiba-tiba saja hilang. Trus mencoba kembali. Lalu aku melihatmu berjalan terus
menuju sungai. Bukannya harusnya berbelok sebelum sungai, Des?”, Noi
menerangkan dan merasa agak bingung.
“Hmm... ya, mungkin aku melamun.”
“Aneh?”, Noi semakin bingung.
“Aneh apanya?”
“Benerkan kata ku tadi, naksirkan kamu sama kakak?”
“Apa maksudmu itu? Ayo jalan.”
Noi agak jengkel dan bingung dengan ini. Lamunan yang membuat orang tak sadar sepenuhnya dan hanya melakukan
gerakan terus sebelumnya itu kan sihir yang menempel di diri Noel. Apakah Desy
terkena sihir itu? Aneh?. Noi makin kebingungan.
“Eh malah gantian bengong. Ayo jalan.”, Desy setengah berteriak.
Seperti biasa jika lamunan Noi buyar, Noi langsung mengambil nafas
panjang. Lalu ia mengejar Desy yang sudah kira-kira sepuluh meter di depannya.
“Noi, Noel kenapa sih? Tadi ia melamun trus menangis gitu.”, kata Desy
sebagai menghilangkan kesunyian setelah beberapa langkah menjauh dari sungai
itu.
“Oh... mungkin, dia... ehm...”
“Kenapa?”
“Sedih, mungkin kangen sama sahabatnya”, kata Noi yang langsung bengong
lagi. Alex, Alex, Alex, diotaknya
hanya ada nama Alex.
“Eh, malah gantian bengong lagi. Kenapa sih kamu Noi?”
“Eh, gak pa pa, Des. Badanku agak gak enak.”, alasan Noi.
“Kamu pulang aja sekarang, biar aku nanti yang akan mengantarkan”
Raut wajah Noi yang sangat terlihat oleh Desy, Desy langsung menyelanya
sebelum Noi berkata, “Kamu sakit, jangan paksakan. Kasihan kakakmu, dia kan
baru sedih”
Kata-kata Desy yang selalu singat, padat dan jelas itu mengingatkannya
pada kondisi Noel. Ia pun membuat keputusan, “Oke, kamu bener ya gak pa pa,
kamu harus janji, jangan mikirin Noel. Bukannya melarang, tapi untuk
keselamatanmu. Dan aku sebenernya gak melarang kamu suka sama Noel, sumpah! Dan
jangan mikirin Noel waktu kamu berjalan aja deh, ntar kamu jatuh, kecebur, atau
semacamnya. Pokoknya jangan mikirin Noel waktu kamu berjalan.”, kata Noi sambil
menjulurkan dua jarinya saat pada kata ‘sumpah’. Lalu Noi meninggalkan Desy
sendiri.
Desy bingung yang
dikatakan Noi. Ruwet, dia gak bisa memahaminya dengan baik. Memang aneh apa
yang dikatakan Noi tadi. Tapi dia juga tadi hampir kecebur ke dalam sungai
gara-gara ia mikirin Noel tadi. Ia pun pusing sendiri, dan melupakan semuanya.
“Well, gak jadi?”
“Gak, badanku gak enak”, kata Noi sambil duduk di sebelah kakaknya.
“Hm... gak panas”, kata Noel sambil memegang dahi adiknya.
“Apa-apaan sih. Emang gak panas. Tapi, badanku yang gak enak bukan suhu
tubuhku yang gak enak.”
“Haha...”
“Ada yang lucu?”
“Piss... sumpah, kamu tu lucu ya”, kata Noel sambil menjulurkan dua
jarinya saat ‘piss’.
“Gak mutu!”, Noi mulai ngambek.
“Kamu tu kan medis, adikku. Kau tu seharusnya lebih tau dari pada aku tentang
penyakit. Jika badanmu baru gak enak, pasti suhu tubuhmu naik.”, Noel
menerangkan dengan menahan tawanya.
“Oh, jadi begitu to kak. Baru tau aku.”, jawab Noi dengan jawaban lugu,
“Rese! Banget sih lo.”. Noi tambah ngambek.
“Ciiiee... bahasanya anak kota akhirnya dipake juga.”
“Whatever.”
“Noi, jangan gitu dong. Aku dah mulai laper nih, makan yuk.”, ajak Noel
sambil menarik tangan adiknya yang halus menuju meja makan.
Tudung saji dibuka,
harum makanan yang hangat menyentuh hidung mereka. Noel mulai duduk, sedangkan
adiknya masih berdiri karena masih ngambek. Noel langsung menyiapkan tempat
duduk untuk adiknya yang cantik ini. Dengan dorongan dikit, Noi pun mau duduk.
Kedua tangan Noel menggandeng kedua tangan Noi, lalu ia memimpin doa untuk
sarapan.
“Amin.”, kata mereka bersamaan setelah berdoa.
Noel mengambil nasi
yang masih hangat itu, lalu sayur bayem, lauk ikan goreng yang semuanya masih
hangat-hangat.
“Noi, enak begete. Hm...”, Noel mengomentari masakan Noi. Seperti
biasa, jika ada yang mengomentarinya sebagai pujian, ia hanya tersenyum polos,
bagaikan gadis desa yang memiliki senyum manis dan dekiknya yang lucu.
“Noel, aku mau minta maaf, tadi sudah membentakmu. Aku gak mau jadi
adik durhaka kepada kakaknya.”, kata Noi menyesal.
“Well... kurasa aku tau. Adik ku sayang,
aku tau apa yang terjadi pada adikku ini. Dan aku tadi dengar, nada suaramu
seperti ada penyesalan atau semacamnya. Jangan dipikirkan ya. Juga maapin
kakakmu ini ya, telah mengungkap masa lalu.”, jawab Noel sambil membuka
mulutnya untuk makan.
“Ya, tidak apa-apa. Tapi, aku bersalah karena
telah membuatmu...”
“sssttt... sudah, sudah. Jangan dipikirkan, ya.
Kamu juga harus makan, ini kakak suapin. Aaakk..”
Tanpa
banyak pikir ia membuka mulutnya dan menerima suapan dari kakaknya. Dia masih
sangat bersalah tentang kejadian tadi. Jika ia tidak menyuruhnya untuk tidak
masuk ke dalam hutan, dan membentak-bentak dirinya.
“Kak, aku mau pergi ke suatu tempat. Bolehkah
aku?”, Noi meminta izin karena teringat Desy.
“Kemana? Katanya gak jadi.”
“Aku kawatir dengan Desy, kak.”
“Kenapa dengan dia? Uhuk... uhuk...”, Noel
tersedak. Segera Noi memberikannya teh merahnya.
“Jangan ngomong waktu makan, kak. Kesedak tu.”
“ Kenapa dengan Desy?”, katanya tiba-tiba.
“Dia, dia tadi hampir kecebur ke sungai karena
melamun. Aneh gak tu kak?”
“Apa jangan-jangan!”
“Apa?”
“Lupakan saja Noi, itu gak penting. Apakah kamu
sudah memperingatkannya untuk tidak mikirin aku lagi?”
Mengangguk, Noi hanya membalas dengan anggukan.
“Oke. Noi, jika ada apa-apa aku di kamar.”, kata
Noel tiba-tiba dan singkat lalu menuju kamarnya. Noi langsung tertuju pada
piring kotor yang dipakai kakaknya tadi, segera ia mengambilnya dan mencucinya.
Di
kamar, Noel membuka buku legenda tentang Kekuatan Ilmu Sihir Putih dan Hitam
yang ia curi dari perpustakaan 3 tahun yang lalu. Ia masih penasaran dengan
kekuatannya sendiri. Ia hanya membuka bagian 5 kekuatan natural yang
membahayakan.
Yang ke-5 adalah kekuatan natural peningkatan kemampuan untuk menyerang
lawan. Ke-4 adalah kekuatan natural ilusi. Ke-3 adalah kekuatan natural untuk
mengendalikan alam. Yang ke-2 adalah kekuatan untuk mengendalikan otak. Dan
yang pertama adalah kekuatan natural untuk mengendalikan kemampuan/kekuatan
lawan.
Noel
terkejut setelah membaca kekuatan natural yang paling berbayaha. Ia malah
tertarik dengan kekuatan itu. Maka, ia langsung membaca buku itu pada bagian
Kekuatan Natural yang Paling Berbahaya.
Sudah diketahui kekuatan natural untuk
mengendalikan kemampuan/kekuatan lawan dapat melumpuhkan lawan, serta dapat membuatnya
mati. Seperti kekuatan sihir lainnya, kekuatan ini dapat terpental dengan air
suci, kekuatan ini tidak dapat menembus perisai milik lawannya. Kecuali ia
sudah membunuh kekuatan lawan itu Kekuatan ini mampu melindungi otak dari
kekuatan pengendalian otak lawan. Kekuatan ini dapat mematikan kekuatan natural
orang lain dengan sesukanya. Kekuatan ini terbilang berbahaya. Dan, kekuatan
ini terbilang paling mudah untuk dikontrol. Walaupun ada beberapa sedikit
masalah dalam mengontrolnya.
“Apa?”,
katanya dalam hati. “Kekuatan ini kan milik Noi”
Ngeeekk...
suara pintu yang dibuka. “Kak, aku ingat sesuatu, dan ini aku gak yakin ini
benar atau tidak.”, kata Noi yang ingin curhat pada kakaknya. “Kita harus
bilang yang sesungguhnya kepada Desy kalau kita itu bukan kakak beradik.”
“Lhoh...? kok tiba-tiba kamu ngomong gitu, aneh
banget sih kamu. Awalnya siapa yang punya ide ini, huh?”
“Bukannya gitu kak, masalahnya aku gak mau
bohong sama dia trus, karena dia sudah terlalu baik sama kita. Hidup kita aja
dia yang nanggung. Tapi sebenernya kita dapat hidup sendiri. Dan sebenernya
kita gak tinggal di sekitar manusia. Itu, itu sangat berbahaya.”, Noi
menjelaskan
“Gak, tetep gak. Kamu tu aneh ya lama kelamaan.
Aku tau kita itu sebenernya itu sahabat yang sudah sangat deket. Tapi kamu
sudah aku anggap sebagai adik aku. Sesungguhnya ya dik, aku ingin banget jadi
kakakmu yang bisa selalu jagain kamu...”
“Jika mau menjaga aku kenapa juga kamu gak
jadiin aku pacar kamu, huh?!”, bentak Noi
Noel
terkejut. Semua akting yang mereka lakukan adalah ide Noi. Kenapa Noi berubah? Batin Noel.
“Kamu bukan Noi ya!!”, kata Noel sedikit
membentak.
“Ini benar-benar Noi, sahabat Noel, dan
sekarang menjadi adiknya selamanya, dan sekarang Noi ingin bilang kalau...”,
Kata Noi sambil melemparkan kue ke muka Noel. “Happy Birthday to you.... hahaha...”
“Adek ini, kurang kerjaan, kenapa sih harus
nglempar roti tart ini? Ngomong-ngomong enak juga, aku makan ya? Dan kamu kok
ingat kalau aku ulang tahun sekarang, sesungguhnya aku gak ingat”
“Silahkan... cius?”
“Cius”
“Miapa?”
“Udah, nanti ku traktir deh mi spageti
faforitmu aja.”
“haha... Asik nih...”
“Yah asik. Hm.. enak banget nih dek, kamu buat
sendiri ni?”
“Enggak!”
“Trus?”
“Desy yang buat, tapi dia harus ke pasar
sekarang jadi dia tidak bisa kemari. Kak aku mau bertanya sesungguhnya.”
“Apa itu? Jangan main-main lagi ya?”
“Apakah kakak menyembunyikan sesuatu padaku?
Aku punya feeling kalau kakak
menyembunyikan sesuatu dariku? Apakah itu benar adanya?”, tanyanya dengan
penasaran.
“gak ada adik, gak ada. Kakak masih sedikit
pusing, kakak mau istirahat dulu, kamu bisa keluar dari kamar kakak sebentar
kan? Kakak ingin tidur.”, pinta Noel.
“ya”, jawabnya singkat lalu meninggalkannya
sendiri untuk tidur.
Tok
tok tok tok. Suara pintu diketok seorang gadis cantik. “Noi...”.
“Ya sebentar”, balas Noi sambil membuka pintu
itu.
Sesudah pintu dibuka tiba-tiba gadis itu segera
memeluknya setelah melihat Noi.
“Noi, aku senang karena aku sudah
menemukanmu.”.
“Wow, Jasmine, itu kamu?”
“Iya ini aku, aku kangen banget sama kamu.”,
kata Jasmine dengan memeluk Noi tambah kuat.
“Jasmine, aku sesak ni... bisa lepaskan gak?”
“Ouuuppsss, sori, kangen banget soalnya.
Hehe...”, kata Jasmine sambil melepaskan pelukannya ke Noi. Noi masih merasa
sesak, nafasnya seperti nafas orang yang asmanya kumat karena pelukan Jasmine
ini cukup kuat.
“Oh, Noi, aku minta maaf, sesak ya kamu? Lebih
baik kamu duduk.”, Jasmine membantunya duduk di ruang tamu.
“Sudah, gak pa pa, sekarang dah mending gak
sesak.”
Jasmine
merasa tenang dengan mendengar Noi tadi. Ia lalu melihat-lihat sekitaran ruang
tamu yang kecil itu. “Aku ambil minuman buat kamu dulu ya, aku tau kamu pasti
haus sudah sampai ke sini.”, saran Noi dan ia segera ke dapur. Jasmine tampak
kagum padanya. Ia berpikir bahwa temannya yang satu ini sangat mandiri, hidup
sendiri, tanpa ada orang lain di sini.
Sekitar
2 menit Noi sudah membawa nampan yang atasnya terdapat 2 cangkir teh hangat
berwarna merah. “Silahkan”, katanya sambil meletakan teh hangat itu ke atas
meja ruang tamu. Dengan segera Jasmine meminumnya.
“Noi, ini pasti teh buatanmu sendiri? Teh ini
enak banget, dan kau tau kan kalau aku suka banget dengan teh mu ini?”,
komentar Jasmine. Noi hanya menganggukan kepala dengan senyum kecilnya yang
manis.
“Ternyata ada Jasmine di sini.”, kata Noel yang
tiba-tiba duduk di sebelah Noi.
“Noel? Itu kamu? Bagaimana...”
“Kami sekarang tinggal bersama di sini.”, jelas
Noel.
“Tinggal bersama? Apa jangan-jangan kalian
ini...”
“Gak! Jangan pikiran begitu Jasmine. Kami
menyamar sebagai kakak beradik, itu membuat orang-orang sekitar percaya.”,
terang Noi. “Termasuk Desy.”
“Desy? Apakah dia tinggal di seberang sana yang
jaraknya kira-kira 100 meter dari pondok ini?”, tanya Jasmine sambil mengarah
ke timurlaut.
“Sesungguhnya dia yang merawat kami, ya sudahlah,
kami hanya menerima saja.”, Noel memperjelaskan.
“Gak disangka kalian mempermuda diri kalian
seperti kalian masih anak berumur enam belas tahun, padahal kalian rata-rata
lebih delapan sampai sembilan tahunan. Dan kalian akan seperti ini terus?”, tanyanya
dengan penuh tanda tanya.
“Serius amat tanyanya?”, ejek Noel. Jasmine
hanya bingung dan lalu ia tertawa. Kedua temannya pun ikut tertawa.
“Jasmine kau ingin menginap di sini? Kami akan
senang jika kamu akan menginap di sini.”, tawar Noi sebagai penghenti tawaan
mereka.
“Hm... gimana ya? Okelah, asalkan dia gak
macam-macam.”, jawabnya setuju sambil menunjuk Noel.
“Haha... itu pasti, ayo ke kamar ku.”, ajak
Noi.
Pintu
dibuka, terasa sejuk di dalam kamar Noi, kamar rapi, harum, dan dinding yang
berhadapan dengan pintu hanya terdapat mading dari sterofom. Dan yang
berhadapan dengan jendela kamarnya terdapat tempat tidur yang empuk, nyaman,
rapi, dan dekat dengan tembok. Di sebelah kanannya dengan jarak kurang lebih
satu meter terdapat almari yang berisi pakaiannya dan sebagian buku-buku novel
yang menjadi faforitnya. Lampu tidur yang tepat berada sebelah kanan tempat
tidur itu sangat menawan, ini sudah terlihat kamar seorang cewek. Noi
mengajaknya mengobrol sebagai obrolan cewek, dan mereka menghindar dari Noel.
“Bagaimana kamu bisa menemukan ku di sini?
Kenapa juga kau mencariku sejauh ini?”, tanya Noi sebagai pembukaan atas
obrolan mereka.
“Well,
aku ingin banget ketemu sama kamu, dan aku mencari-carimu kemana-mana. Asalkan
kamu tau, aku mencarimu sampai ke luar negeri. Ternyata kamu malah di sini. Di
kota seberang kota di mana kita bersekolah. Dan kota ini gak jauh banget dari
sekolah kita. Aku kan penasaran dengan rumahmu, yang kata teman-teman sih
bagus, indah, nyaman, dan rapi. Tapi kenyataannya ini hanya sebuah pondok yang
cukup luas, yang sederhana, mungkin simple,
dan itu benar, rapi dan nyaman. Menyenangkan.”, jelas Jasmine
“Haha... ini bukan pondokku, ini juga bukan
pondok Noel, kami hanya menemukannya, karena ini kosong, ya kami tinggalin
sampai yang punya datang. Dan akhirnya ada seseorang bernama Desy yang sangat
peduli dengan kita, dengan tampang kita seperti anak kecil berumur 14 tahun.
Yah, ini terjadi 2 tahun yang lalu.”, Noi memperjelas.
“Itu sangat keren...”, gumunnya. Lalu mereka
berdua tertawa kembali.
Waktu
menunjukan jam 6 petang tepat. Angin bertiup cukup kencang. Terdengar suara
pohon yang tertiup angin. Wuush wuuush, bunyinya.
“Noi...”, teriak Noel.
“Apa sih?”, jawab Noi.
“Ayo”, ajaknya.
“Kemana?”, tanya Noi.
“Alah, kita pergi ke kota sekarang, dan ajak tu
Jasmine, yang asik dandan dari tadi. Aku tunggu di depan.”
“Oke!”
“Noi,”
“Ada apa lagi sih Kak?”
“Pakai jaket dan mantelmu, di luar dingin”
“Ya,”, jawab Noi singkat sambil menganggukan
kepalanya dan menemui Jasmine
“Kita mau ke kota?”, tanya Jasmine.
“Cerewet, sudah ikut saja!”, kata Noel.
Merekapun segera berangkat. Udara dingin
semakin bertiup dengan kencang. Noi yang tidak kuat dingin itu mulai menggigil,
walaupun ia sudah memakai jaket dan mantel yang berlapis. Noel sebagai kakaknya
harus mengalah dengannya, ia memberikan jaket hangatnya dan membantunya untuk
memakainya. Noel hanya memakai jaket tipisnya.
Di
jalan setapak yang memasuki ke dalam kota, mereka melihat anak-anak berumuran
dua puluh sampai dua puluh tiga tahunan sedang mabok-mabokan. Noi yang sedikit
jengkel dengan sesuatu semacam itu, pun memilih meminggir dan berjalan agak
berjauhan dengan mereka. Karena jika ia berjalan melewati mereka dengan jarak
yang sangat dekat, pasti otaknya menyuruhnya untuk menghancurkan botol-botol
mereka. Noi sedang ingin kedamaian dihatinya, gak mau mencari masalah dulu
setelah kejadian tadi.
“Hei cewek, mampir di sini sebentar mau?”,
tanya salah satu anak nakal itu.
Mereka hanya diam, apalagi Noel yang mulai
geregetan dengan mereka.
“Ayolah cewek, mampir sebentar.”, tanyanya
lagi. Dengan berani ia memegang tangan Noi. Dengan kekuatan kecil, Noi
melepaskan pegangan yang kuat itu.
“Wow, berani juga ni cewek”, kata anak itu, dan
tiba-tiba ia menyandra Noi. Noel yang melihatnya langsung memukul wajah anak
itu.
“Noi, kamu sama Jasmine di belakang ku.”,
perintah Noel.
“Hei, siapa sih loe. Berani-beraninya kamu
memukul wajah teman gue.”, kata teman anak itu membela temannya.
Noel
hanya menatapnya dengan tatapan tajam, dan tiba-tiba matanya kembali menjadi
merah lagi, dan anak-anak itu merasa kesakitan. Noi yang sudah mengira ini
pasti Noel yang melakukannya, segera berlari menuju di depannya Noel. Dan
menggunakan kekuatannya untuk mengontrol Noel. Tapi, kekuatan Noi terlalu
lemah, jadi ia terpental dan terjatuh. “Noi..”, kata Jasmine dan langsung
mendekati Noi. Noel yang semula menatap anak-anak nakal yang sudah pingsan itu,
berganti arah menjadi menatap Noi. Badan Noi bergetar, ia merasa lemah dan merasa
akan pingsan. Saat matanya mulai tertutup, tiba-tiba terbuka kembali dengan
tatapan lesu ke Noel, dan matanya berubah menjadi merah muda. Angin semakin
kencang bertiup, Jasmine merasakan kekuatan besar sedang bertarung dan ia
segera mundur dari Noi, karena ia tau kekuatan itu berasal dari kedua temannya.
Perlahan-lahan mata Noel menjadi biru dan ia mulai melemah, dan tiba-tiba ia
berlutut dengan merasa lemah. Ternyata Noel sudah sadar, dan ia melihat Noi
yang matanya merah muda itu yang masih menatapnya lesu.
“Noi...”, kata Noel lemah dan mendekatinya. “Berhenti aku mohon”.
Noel pun memeluknya.
“Aku mohon, berhenti adik, kamu dapat
membunuhku.”. Noel tambah melemah akibat Noi mengontrol kekuatan otot
jantungnya.
Angin yang bertiup semakin kencang. Jasmine
hanya pasrah di belakang Noi.
“Aku hanya ingin melindungimu, aku hanya ingin
kau terlindung seumur hidupmu. Aku gak mau jika aku harus mati, jika kamu tidak
lagi terlindung. Noi.”, kata Noel yang semakin lemah.
“Aku tau, kakak. Tapi kamu mau membunuhku, itu
benar?”, kata Noi lantang.
“Tidak! Ku katakan lagi TIDAK!.”, teriak Noel
yang mulai terengah-engah.
“Sayangnya, ini sudah terlambat”, jawab Noi.
“Ku katakan padamu adik ku, aku tidak mau mati
jika kamu tidak terlindung!.”
“Aku dijaga oleh kekuatanku kakak, kekuatan
naturalku ini sudah melindungiku sampai sekarang ini. Dan maafkan aku jika aku
harus membunuhmu sekarang.”
Noel
yang masih memeluknya menutup matanya dan pasrah apa yang akan terjadi padanya
dan berkata pada Noi dengan suara kecil karena ia melemah, “Aku sayang kamu,
Noi.”. Dengan mendengar itu Noi langsung pingsan dipelukan Noel, dan angin yang
bertiup kencang tadi menjadi bertiup lambat. Noel yang merasa ia sudah tidak
lemah kembali, ia mengangkat adiknya, dan membawanya pulang, Jasmine pun
mengikutinya.
Sesampai
di pondok, Noel meletakan adiknya di atas kasur di kamar Noi. Lalu menuju
kamarnya, ia merasa bersalah dengan kejadian tadi. Jasmine yang penasaran
tentang kejadian tadi, memberanikan diri untuk bertanya pada Noel, “Noel, apa
yang sebenarnya terjadi tadi?”
“Bukan apa-apa, hanya kecelakaan.”
“Gak mungkin, ceritakan apa yang sebenarnya
terjadi, atau...”
“Atau apa?”, putus Noel lalu memegang tangan
Jasmine dan berlari menuju sebuah taman dengan kekuatannya.
“Mengapa kau bawa aku ke sini?”, tanya Jasmine
lantang.
“Lebih aman, Noi tidak akan mendengar kita.”
“Apa maksudmu itu?”
“Noi, mempunyai kekuatan natural mengontrol
kekuatan/kemampuan seseorang.”
“Noi? Mempunyai kekuata itu? Bagaimana dia
bisa? Dia dulu tinggal bersama manusia.”
“Aku juga tidak begitu mengerti, dia pernah
memperlihatkan kekuatan naturalnya padaku saat ia menemukan seekor kelinci, dan
ia membuatnya menari satu tahu yang lalu.”
“Ini semakin membingungkan.”
“Percayalah, dan aku pun juga punya kekuatan
natural.”
“Apa itu?”
“Mengontrol otak seseorang.”
“Apa? Itu, itu..”
“Ya, kekuatan natural yang paling sulit untuk
dikontrol. Dan asalkan kamu tahu, tadi kekuatan naturalku tak terkontrol. Dan
tadi aku hampir membunuh Noi. Tapi kekuatan natural Noi tidak terima dengan
kelakuanku tadi, maka ia murka dan keluar. Ia pun mengontrol otot jantungku
agar berhenti berdetak perlahan. Aku, aku sangat bersalah dengan kejadian
tadi.”, jelas Noel dengan menetes air matanya.
“Aku mengerti, maafkan aku.”
“Kita harus kembali ke pondok, dan kamu tidur
di kamarku saja, aku takut Noi bangun dan mengira kamu akan mencelakainya, dan
aku akan tidur di ruang tamu.”
“Baik”
“Pegang tanganku.”
“Buat apa?”
“Kita akan kembali ke pondokkan? Ayo!”
“Tunggu dulu, aku bisa ke sana sendirian.”
“Lama, kekuatanmu tidak sebanding denganku, dan
aku lebih cepat darimu.”, kata Noel sambil memegang tangan Jasmine lalu
berlari.
Komentar
Posting Komentar