aku kebingungan mau posting apaan u,u tapi setidaknya ini sedikit menghibur. bagiku, sesuatu yang menyenangkan adalah sesuatu yang harusnya menghiburku. ehm... *berpikir* aku masih saja berusaha melancarkan bahasa inggrisku biar esok bisa masuk sastra inggris dan setelah itu baru berani ke sastra jepang. amiin... well, I will post something, like ehm... I think it is pieces of my story, FADE .. happy reading guys :D
Ia memang tidak percaya tapi apa
yang harus ia lakukan. Hanya dia yang bersamanya dan ia tidak tahu harus
percaya kepada siapa lagi selain dia, yang sekarang tidur dengan pulasnya walaupun
cahaya matahari telah menyinari wajahnya yang tampan. Mimpinya membuatnya betah
tidur.
Ia membuka kantong plastik
belanjaan yang di beli tadi malam oleh temannya, mencari sesuatu yang enak
dimakan. Ia memang sudah menghabiskan beberapa makanan kecil karena ia memang
lapar dan sekarang hanya tersisa dua buah makanan kaleng. Sebenarnya isinya
tidak hanya makanan kaleng itu saja, melainkan sampah-sampah yang di buang ke
dalam kantong plastik itu, seperti bekas makanan ringan, botol-botol air
mineral. Ia dapat menghitung berapa banyak botol air mineral itu. Hanya dua
botol yang dipunya dan habis semuanya. Botol yang tersisa adalah botol bir
sebanyak lima botol. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya lalu melihat temannya
yang masih tertidur. Semalam, temannya pasti mabuk setelah dia membangunkannya
atau disaat perjalanan. Ia memang tidak memperhatikannya disaat ia menyetir, ia
kira dia tertidur.
Ia melepaskan nafasnya lalu
mencoba membangunkan temannya. Ia menggoyang-goyangkan tubuhnya dan dia tetap
saja tidak bangun. Ia turun dari jip dan mengambil botol bekas. Mengambil air
laut yang tidak jauh dari tempatnya sekarang hingga penuh lalu ia kembali
kepada temannya dan menuangkan air itu ke kepala temannya yang sedang menguap. Tentunya
temannya tersedak dan terbangun dengan sangat terkejut.
“Apa yang kau lakukan, Alicia?!”,
katanya terkejut sedikit berteriak kepada Alicia.
“Harusnya aku yang menanyakan itu
kepadamu.”, balas Alicia sambil membuang botol itu ke kantong plastik.
“Asin...”, desis Calvin pelan
yang didengar Alicia dengan jelas. “Apa yang kau berikan kepadaku?”
“Air laut.”, jawab Alicia datar
dan kesal. “Dan jelaskan aku tentang ini semua.”, terusnya sambil mengambil
banyak botol bir bekas di dalam kantong plastik lalu ia berikan kepada Calvin.
“Itu, aku menemukannya berserakan
di jalan.”, jawab Calvin.
“Bohong!”, bentak Alicia kepada Calvin
dengan sangat kesal.
“Kau tidak tahu apa-apa, lebih
baik kau diam saja.”
“Aku ingin kebenaran. Mengapa kau
mabuk tadi malam? Aku tidak percaya kepadamu melakukan ini, tetapi kau sudah
membuatku muak.”
“Itu bukan urusanmu, dan
janganlah ikut campur.”
Alicia menarik nafasnya perlahan.
Ia dan Calvin bertengkar lagi.
“Terserah padamu. Aku tidak ingin
kau lakukan itu lagi. Aku tahu kau tidak seperti ini.”, kata Alicia yang mulai
tenang.
“Aku mengakui kalau aku memang
mabuk tadi malam. Aku melakukannya karena tidak ingin berbuat sesuatu. Aku hanya
ingin minum saja.”
Alicia meliriknya tajam dan
kesal.
“Lebih baik kau tidak perlu
menjawabku daripada membohongiku.”, katanya sebal. “Cari air mineral yang dapat
diminum. Kau memang keterlaluan membeli banyak bir dari pada air mineral.”,
terusnya menyuruh Calvin.
Calvin membenarkan posisi
duduknya dan melepaskan kaos putih yang baru saja ia beli itu karena basah. Ia
mengambil kaos lain dan memakainya.
“Kita di pantai, Alicia?”, tanya
Calvin yang menyadari dimana dirinya sekarang.
“Benar. Lebih baik kau cepat dan
aku tidak ingin kita kehujanan.”, jawab Alicia.
“Cuaca cerah seperti ini, tidak
akan hu...”
Calvin berhenti melihat jari
Alicia menunjuk ke arah langit utara. Calvin menelan air ludahnya lalu bergegas
berlari menjadi sebuah toko yang terdekat. Alicia duduk santai di atas jipnya,
memandangi lautan yang luas. Angin berhembus membelai kulitnya yang putih dan
rambutnya yang panjang sehingga menari-nari bebas tidak jauh dari kepalanya. Ia
tersenyum kecil dan terpesona akan keindahan laut. Ombak menerjang pasir-pasir
pantai yang berwarna putih dan banyak anak kecil yang sudah bermain di sana. Entah
mereka bermain air atau bermain membuat istana pasir. Anak-anak itu pasti
tinggalnya tidak jauh dari pantai. Tidak banyak orang yang mengawasi mereka bermain
bebas di pantai. Ia memalingkan wajahnya dan terkejut karena di depannya
terdapat Calvin yang menatapnya dengan sangat dekat. Ia terjatuh dari jipnya
karena saking terkejutnya. Pasir putih mengotori hotpansnya dan kakinya yang putih.
“Apa yang kau lakukan?”, tanya
Alicia dengan wajah memerah.
“Ini.”, jawab Calvin sambil
memberikan Alicia sebuah botol air mineral dan ia menerimanya dan meminumnya.
“Terima kasih.”, kata Alicia
kepada Calvin karena membantunya untuk berdiri dan atas minuman itu. Ia
memberikan kembali kepada Calvin dan dia meminumnya pula hingga habis.
“Ingin bermain sebentar? Di toko
itu menyewakan bikini yang mungkin cocok untukmu, Alicia.”, tawar Calvin kepada
Alicia yang mendapat balasan pukulan ringan di perutnya.
“Aku ingin pergi dari sini.
Asalkan kau tahu Mr. Riicon, kau telah membuatku untuk membolos sekolah lagi. Kau
tahu, guru konselingku pasti akan mengintrogasiku lagi karena ia tidak percaya
semua ijin yang telah diberikan.”, balas Alicia kesal. Ia menghidupkan jipnya.
“Baiklah, terserah padamu. Bisakah
kau ikut denganku ke markas utama? Bisa dibilang ini penting.”
“Katakan sekarang.”
“Rumahku masih di kepung. Dan bantuan
dari markas utamapun belum tiba. Kau canggung akan hal ini, bukan?”, kata
Calvin lalu duduk di kursi penumpang. Ia memperlihatkan pesan dari Nico tadi
malam.
“Benar. Memang aku harus membolos
berapa hari?”
“Aku yang akan mengurus itu.
Ayolah ke rumah orang tuaku, please.”,
pinta Calvin sambil memohon.
“Okey. Akan ku laksanakan, Mr. Riicon.”, jawab Alicia lalu tersenyum
pahit. Ia menginjak pedal gas dan pergi dari pantai itu.
Tablet Alicia berbunyi kembali
dan Calvin membukanya. Ia mendapati pesan dari markas pusat.
Dimana kau
sekarang? Apakah Mr. Riicon bersamamu? Jika bersamamu sekarang, aku mohon
pintalah dia untuk pulang ke rumah. Maksudku di markas utama sesegera mungkin. Kami
baru saja mendapatkan kabar bahwa rumahnya sedang di serang dan kami sudah
melakukan tindakan akan hal ini. Tapi sekitar kota masih dalam keadaan bahaya
jika dia berada di sana. Lebih baik segeralah kemari. Lisa
Calvin melepaskan nafas lega
membaca itu lalu ia membacakan kepada Alicia yang diikuti senyum manis Alicia. Ia
memintanya membalasnya bahwa kami dalam perjalanan.
Kami baik-baik
saja, Ma. Aku dan Alicia dalam perjalan ke sana. Ngomong-ngomong, mengapa
semuanya terasa membingungkan. Nico telah mengirim bantuan ke pusat kemarin
siang dan mengapa baru di terima sekarang? Aku ingin penjelasan dan bukan
kebohongan. Love, Calvin.
Calvin menekan tanda kirim.
“Bagaimana? Ibumu benar-benar
khawatir kepadamu.”, tanya Alicia.
“Ya begitulah. Sebaiknya cepat ke
rumah.”, jawab lalu perintah Calvin kepada Alicia yang tersenyum kecil.
“Roger that.”
Cuaca semakin dingin. Langit yang
tadinya cerah dan sinar matahari menerangi bumi sekarang semuanya tertutup awan
abu-abu yang membuat langit menjadi mendung. Alicia asik menuetir jipnya sambil
memakan permen faforitnya, permen mint. Sedangkan Calvin asik bermain dengan
aplikasi di tablet Alicia. Ditengah-tengah keasikan mereka masing-masing,
Alicia tidak menyadari bahwa bensin jipnya sudah hampir habis sehingga jipnya
berhenti di tengah jalan.
“Ada apa?”, tanya Calvin lalu
mematikan tablet Alicia.
“Hehe... bensin habis. Bisa dorong
sampai pom bensin terdekat?”, jawab lalu pinta Alicia diikuti tawa kecilnya.
“Kau merepotkan saja.”, jawab Calvin
sambil turun dari jip.
“Siapa yang sebenarnya yang
merepotkan?”, balas Alicia yang siap dengan kemudinya.
Calvin hanya tersenyum pahit. Ia
memegang bemper jip Alicia lalu mendorongnya sekuat dia mampu hingga menemukan
pom bensin terdekat. Tapi sejauh hampir lima ratus meter, mereka tidak
menemukannya. Calvin terengah-engah kelelahan sedangkan Alicia terus tersenyum
dan menyemangati Calvin. Angin dingin menyapu semua keringatnya yang keluar
dari kulitnya.
“Semangat, Calvin. Aku yakin kita
pasti akan menemukan pom terdekat.”, kata Alicia memberikan semangat lagi
kepada Calvin.
“Kau enak, duduk dan memegang
kemudi. Kau tidak mencoba mendorong jipmu yang berat ini.”, balas Calvin lalu
terengah-engah.
“Kau seharusnya lebih berolah
raga, otot-ototmu saja tidak tidak muncul. Aku yakin, sepulang nanti ibumu
tidak akan mengenalmu karena kau bertambah besar. Ayo, Calvin semangat.”, kata
Alicia lalu memberikan semangat lagi dan tersenyum.
Calvin berjalan tertatih menuju
kursi penumpang di samping Alicia. Dia ingin beristirahat dahulu.
“Alicia, aku haus.”, kata Calvin.
“Jika kau berkata seperti itu,
air tidak akan datang kepadamu.”, balas Alicia.
“Kau kan wanita. Kau pasti menyediakan banyak air di dadamu.”, kata
Calvin sambil melirik ke arah dada Alicia yang sedikit besar,
Alicia melirik tajam ke arah
Calvin. Ia mencubit pipi Calvin dengan sangat kuat hingga pandangannya berganti
dengan wajah Alicia yang sangat kesal kepadanya. Ia mengangkat kedua tangannya
dan meminta maaf, tetapi Alicia makin kesal kepadanya. Alicia menendang Calvin
hingga jatuh dari jipnya. Alicia membentaknya untuk cari minuman sendiri dan ia
tidak peduli dengannya lagi. Calvin berlari ketakutan sekuat tenaganya yang
tersisa. Ia terengah-engah dan kebingungan. Segera ia mampir ke sebuah toko dan
membeli tiga botol air mineral. Saat ia keluar dari toko, hujan tiba-tiba saja
turun dengan derasnya. Ia berlari dengan tenaga yang tersisa ketempat dimana
Alicia sekarang. Tetapi ia tidak menemukan apa-apa. Ia mencoba mencari sekitar
tetapi tetap saja tidak menemukannya. Ia berlari entah kemana arahnya untuk
mencari temannya dan hasilnya tetap nihil. Ia terengah-engah di tengah jalan
dengan tubuh basah kuyup karena hujan-hujan. Ia melihat sekitar lagi dan tidak
menemukan apa-apa. Air hujan terus membasahi dirinya dan keputusasaan muncul di
hatinya. Ia bernafas pelan-pelan dan menenangkan dirinya.
Hujan tiba-tiba reda. Bukan, dia
masih dapat melihat hujan di depannya tapi mengapa dirinya tidak kehujanan. Ia melihat
sisi lain dan mendapati seorang gadis berdiri di dekatnya sambil membawa payung
besar yang cukup besar untuk dua orang.
“Alicia.”, kata Calvin senang
sambil melompat dan memeluk Alicia di depannya.
Alicia tidak dapat mempertahankan
keseimbangannya sekarang, sehingga ia terjatuh bersamaan Calvin menimpa
tubuhnya. Payung yang dia bawa terlepas dari tangannya sehingga ia basah kuyup.
Alicia mendorong tubuh Calvin dan mereka duduk berhadap-hadapan. Calvin tersenyum
senang, sedangkan Alicia masih kesal terhadapnya.
“Kau bisa lebih sopan terhadap
wanita tidak? Kau menyebalkan. Jika kau lakukan lagi, kepalamu akan kubuat
berlubang.”, kata Alicia kesal sambil mengambil payungnya.
“Aku minta maaf atas semua
perlakukanku tadi. Dimana dirimu yang tiba-tiba saja menghilang?”
“Aku meminta orang lain untuk
mendorong jipku ke pom bensin sebelah sana. Aku mencarimu setelah aku selesai
dengan jipku.”, jawab Alicia sambil berdiri. Tubuhnya basah kuyup.
Calvin sekali lagi tersenyum.
“Lebih baik kita berteduh di pom
bensin sekarang. Kau bisa menunggu hingga terang bukan?”, tanya Alicia kepada
Calvin yang sudah berdiri di depannya.
Calvin menganggukan kepala dan
mereka berjalan berduaan dengan satu payung besar yang dibawa Alicia. Tubuh mereka
sudah basah dan percuma memakai payung. Alicia melipat payung itu lalu berlari
yang diikuti Calvin dibelakangnya. Mereka seperti anak kecil. Bermain hujan
dengan hujan dan saling mencipratkan air hujan satu sama lain. Mereka tertawa dan
bersenang-senang bersama. Hujan semakin deras dan mereka makin asik dengan
mainan mereka.
Komentar
Posting Komentar