I want to say Happy Birthday to two girls. First, Happy birthday for Alicia, wish Calvin always love you and happy ever after. second, to me... forget it :P alright, this is the story of Alicia's sweet seventeen. happy reading guys :D
Jam weker berbunyi sangat
nyaring. Suara itu benar-benar keras dan nyaring. Selain itu, mungkin dapat
membuat orang kesal karena mengganggu tidurnya, tapi bagi Alicia itu adalah
tanda bahwa ia harus bangun sekarang. Ia menekan tombol pada jam weker agar
berhenti berbunyi. Lalu ia bangun dan menggeliat. Ia ingin menikmati sinar
matahari yang hangat sehingga ia berjalan menuju jendela kamarnya lalu
membukanya. Tidak ada cahaya hangat dan terang yang masuk, melainkan cahaya
redup lampu jalanan. Ia menengok ke arah jam wekernya. Jam dua belas lebih satu
menit. Itu terlalu sangat pagi untuk dia bangun sekarang, tetapi ia menjadi
ingat sesuatu. Ia menutup jendela lalu berjalan dan berdiri di depan cerminnya.
Ia melihat bayangan wajahnya yang masih mengantuk di depan cermin dan
tersenyum.
“Happy birthday, Alicia. Wish you all the best and always lucky when you
meet Calvin.”, katanya senang.
Sepuasnya menatap dirinya, ia
berjalan keluar kamarnya. Saat ia memengang gagang pintu, suara gaduh terdengar
dari arah luar, tidak lain adalah dapur. Alicia tercekat. Dengan hati-hati ia
berlari membuka lemari dan mencari sesuatu yang dapat menjadi sebuah senjata
walaupun ia memiliki pistol, ia tidak ingin menggunakannya karena akan terlalu
berbahaya. Ia tidak menemukan apapun, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil
pistolnya yang berada di laci meja belajarnya. Benda hitam dan berat membuat
bahw pistol itu bukanlah pistol mainan yang sering dimainkan oleh anak kecil.
Alicia berjalan perlahan dan membuka pintu kamarnya perlahan pula. Ia tidak
ingin mengejutkan si pencuri tiba-tiba dengan membuka pintu kamarnya dan
langkahnya. Pintu terbuka dan gelap. Alicia berjalan perlahan menuju saklar
lampu dan dengan tiba-tiba ia menghidupkan lampu sambil menodongkan pistol
kemana-mana. Tidak ada seorang pun disana tapi pintu belakang terbuka sedikit.
Alicia berjalan perlahan dan mempersiapkan pistol itu di tangannya. Ia memegang
gagangnya lalu segera menutup rapat dan menguncinya. Itu membuatnya lebih
tenang. Ia kembali mengecek isi rumah yang berisi ruang tamu, dapur, kamar
mandi, dan dua ruang kamar. Tidak ada siapapun di semua sudut ruangan. Alicia
merasa lega lalu ia mengembalikan pistol itu ketempat semula. Ia berlari menuju
kamar mandi untuk buang air kecil dan mencuci mukanya. Selesai dengan itu, ia
meneguk segelas air karena dia memang benar-benar haus. Ia meletakan gelas di
atas meja lalu membuka lemari dinginnya dan mengambil kue tart kecil yang
berada di dalamnya. Ia memungutnya dan ia lihat-lihat dengan memutar-mutarnya
secara horisontal. Itulah adatnya yang ia ciptakan sendiri setiap ia berulang
tahun, bangun pagi-pagi lalu mengucapkan selamat ulang tahun kepada dirinya
sendiri di depan cermin kemudian ia mengambil kue tart mungil yang ia beli di
toko roti di hari sebelumnya. Ia bangkit berdiri dan menutup pintu dengan
kakinya. Meletakan diatas konkret lalu mengambil gelasnya tadi dan ia isi
dengan air putih. Ia membuka lemari dan mengambil lilin mungil di sebuah box
kecil, memungutnya satu yang berwarna putih. Ia memilih putih karena ia
berharap lebih beruntung dari tahun sebelumnya apalagi saat bertemu Calvin.
Dengan senang ia meletakan lilin itu di atas kue tart itu dan menyalakannya
sendiri. Sebelum meniup lilinya, ia berdoa dan di dalam doa membuatnya canggung
karena dia benar-benar sendirian. Ia ingin ulang tahunnya ini ditemani
seseorang walaupun itu hanya satu kali ini saja. Wajahnya yang semula gembira
dan penuh ceria tiba-tiba turun drastis karena ia menyadari betapa sendirian
dirinya itu. Ia berlari mengambil tabletnya dan menelpon seseorang untuk datang
ke rumahnya waktu itu juga. Tidak diangkat. Ia mencoba dan mencoba lagi tapi
tetap saja tidak ada jawaban. Ia mematikan lilin yang sudah setengah dengan
jari-jarinya yang lentik lalu mencabut lilin itu dari kue tartnya dan ia buang.
Ia meletakan kembali kue tartnya itu ke dalam lemari pendingin agar bertahan
hingga nanti malam, setidaknya nanti ia akan mengajaknya untuk makan malam di
rumahnya. Ia meneguk segelas air putih itu lagi lalu berlari mematikan lampu
dan kembali ke kamarnya. Ia kembali tidur, karena udara sangat dingin
membuatnya sedikit membeku di luar.
Pagi hari yang dingin membuat
Alicia sedikit malas untuk mandi karena airnya sangat dingin. Ia terpaksa
merebus air karena showernya tiba-tiba mati dan tidak berfungsi. Lain kali ia
akan memanggil tukang ledeng untuk memperbaikinya. Menunggu cukup lama, ia
mengutak-atik tabletnya menelpon seseorang dan masih saja tidak ada jawaban.
Apakah masih tidur? Jam segini?, pertanyaan itu melayang di otaknya.
Suara cerek berbunyi nyaring yang
menandakan airnya sudah panas. Alicia mengambilnya lalu ia tuangkan ke dalam
bathtub yang sudah diisi air dingin setinggi mata kakinya. Uap panas membuatnya
merasa lebih hangat dari sebelumnya. Ia mengembalikan cerek ke atas kompor lalu
ia berlari menuju kamar mandi. Membuka seluruh pakaiannya dan melompat ke dalam
bathtub walaupun airnya sedikit. Ia ingin menurunkan suhu di tubuhnya.
Selesai dengan mandi, Alicia
bergegas memakai seragam sekolahnya dan menyiapkan hati dan pikiran karena
sesampainya di sekolah pasti ia akan dihadang guru konselingnya karena selama
dua hari ia tidak masuk tanpa ada kabar, ia harap Calvin sudah mengatur itu
semuanya. Jika ia dihadang oleh gurunya terjadi, ia pasti akan menyebut ulang
tahunnya pada tahun ini adalah yang paling tersial. Ia memakai sepatu hitamnya
lalu meminum teh hangat yang ia buat dahulu. Selesai dengan itu, ia mencuci
cangkir kotor itu dan cerek yang ia gunakan untuk merebus air. Semua pekerjaan
rumah sudah beres dan waktunya untuk pergi sekolah. Alicia tersenyum membuka
pintu rumahnya. Udara segar layak di pegunungan menguasai penciumannya. Ia
menarik udara segar sekuatnya lalu ia lepaskan dengan leganya. Seandainya udara
seperti ini yang ia hirup selalu. Hingga puas ia menghirup panjang udara segar
itu, ia menutup pintu dan menguncinya. Ia berlari menuju sekolahnya yang
jaraknya hanya lima ratus meter.
Sesampainya di gerbang sekolah,
cuaca masih terlihat mendukung apalagi situasi juga mendukung. Alicia bisa
berjalan tenang dan santai menuju kelasnya tanpa ada gangguan. Sesampainya di
kelasnya, ia masih berjalan santai. Membuka pintu kelas yang sudah tertutup, ia
sedikit bingung mengapa pintu tertutup dan mendapati seorang guru telah berdiri
di depan kelas menatapnya dengan tatapan datar. Alicia terkejut melihat guru
muda itu. Saat ia hendak memanggil namanya, guru itu mendahuluinya.
“Lari dua puluh keliling
lapangan, anda terlambat dua puluh menit dipelajaran saya. Dan yang lain,
berganti pakaian dan menuju kolam renang karena cuaca sedang bersahabat.”, kata
guru muda itu sedikit ramah lalu berjalan pergi dari kelas.
Alicia terbengong melihat guru
itu lalu ia mengikuti teman-temannya yang berganti pakaian tetapi ia menyadari
bahwa ia sedang datang bulan. Ia membatalkannya dan berlari menuju kolam
renang, ia ingin menemui guru baru itu.
“Mengapa kau tidak berganti pakaian?”,
tanya guru muda itu.
“Aka sedang halangan. Dan mengapa
kau menjadi guru olah ragaku? Menyebalkan sekali bertemu denganmu di sini.”,
balas Alicia.
“Jangan sok akrab denganku di
sini, ingat kita dalam misi. Biasakan dirimu tidak mengenal baik aku dan larilah
dua puluh kali keliling kolam. Aku ingin menonton hiburan.”, kata guru itu
ketus.
“Apa kau membuatku menjadi
tontonanmu di pagi hari, jangan bercanda.”
“Lari! Atau kau selesai dalam
misi ini.”
Alicia langsung berlari setelah
mendengar ancaman dari guru muda itu. Ia berlari pelan-pelan seperti joging, ia
sudah lama tidak lari-lari seperti ini. Belum ada setengahnya, teman-temannya
sudah berada di kolam renang. Guru muda itu menyuruh semuanya untuk melakukan
pemanasan sendiri-sendiri lalu bermain air. Diawal semester ini siapa yang
ingin belajar dengan seriusnya, karena masa liburan masih terasa. Alicia
meneruskan larinya dan melirik ke arah guru muda itu yang berjalan mendekat ke
seorang murid laki-laki berkaca mata bulat karena ia tidak berganti baju.
Alicia menguping pembicaraan mereka saat berlari mendekati mereka. Ia tahu ini
kegiatan yang buruk tapi apa boleh buat, kepada guru itu saja.
Saat Alicia hampir mendekati guru
itu, guru itu bangkit berdiri dan menatapnya. Alicia mulai berlari dengan serius.
Lalu guru itu menjauh dari murid itu yang dikenal Alicia bernama Vincent. Guru
muda itu kembali ketempat semulanya, duduk santai pada tempat duduk yang telah
disediakan untuk mengawasi para murid.
Akhirnya Alicia selesai dengan
larinya lalu ia melapor.
“Aku sudah selesai, sir.”
“Bagus.”, kata guru itu lalu
berdiri. Ia menatap Alicia lekat-lekat lalu mengambi kalung Alicia di lehernya
dan membuangnya ke dalam kolam yang dalam.
“Apa yang kau lakulak, Denico?!”,
kata Alicia terkejut.
“Jika kau ingin mengambilnya, kau
bisa menyuruh orang itu untuk mengambilnya. Jika tidak mau, kau bisa
mendorongnya ke dalam agar dia mau basah-basahan di air.”, kata guru itu
berbisik di telinganya.
Alicia kesal dan tidak mendengar
saran sesat dari gurunya. Ia mencari sekitar kolam renang dan tidak menemukan
kalungnya. Ia terus mencari dengan bingung hingga berdiri kebingungan di dekat
dimana Vincent duduk.
“Ada apa Alicia?”, tanyanya.
“Kalungku jatuh.”, jawabnya
datar.
Vincent bangkit berdiri dan
mencoba membantu Alicia di pinggir kolam. Mereka mencari bersama dan posisi
mereka bersebelahan. Calvin tiba di kolam renang dan melihat mereka berdua. Ia
langsung cemberut melihat mereka. Ia berjalan perlahan dan mendorong Vincent
hingga tercebur ke dalam kolam, sedangkan Vincent memegang tangan Alicia
sehingga mereka berdua tercebur ke dalam kolam. Di sisi lain, Denico melihat
adegan itu ingin tertawa.
“Akhirnya kau menyebur,
sahabatku.”, katanya pelan.
Kacamata Vincent terjatuh ke
dasar kolam. Ia berenang ke dalam dan mengambilnya tapi ia melihat sesuatu yang
berkilau. Ia memungutnya lalu keluar ke permukaan. Mengembalikan kecamatanya di
atas hidungnya tapi ia tidak melihat Alicia. Ia mencari-cari Alicia tapi tidak
ketemu. Ia memanggil guru olah raga bahwa ia tidak menemukan Alicia. Tapi hanya
dibalas tertawaan oleh guru itu.
“Dia sudah berada di atas
Vincent. Ia sudah berlari entah kemana, kau pasti sudah melihat bekas tamparan
di wajah orang yang mendorongmu tadi, bukan?”, kata guru itu yang sudah
mendekat kepadanya.
“Kau harus tanggung jawab. Aku
tahu ini pasti rencanamu.”, kata Vincent datar.
“Okey, bro.”, balas Denico sambil
mengulurkan tangannya dan Vincent meraihnya.
Denico langsung menutupi Vincent
dengan jaketnya dan menyuruhnya untuk bergegas berganti baju olah raga. Semua
murid yang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi mulai terjawab karena Denico
menceritakan kepada mereka, tapi tetap saja Denico menipu mereka semua. Denico
tersenyum karena rencananya berhasil.
Pelajaran berganti. Hanya Alicia
dan Vincent yang mengenakan pakaian olah raga. Alicia kesal kepada orang di
sebelahnya. Mengapa dia harus berada di sampingnya, itu semakin membuatnya
semakin memanas.
Bel pulang berbunyi, Alicia tetap
di dalam kelas sedangkan semuanya berlari keluar kelas untuk pulang. Vincent
berhenti di depan mejanya dan meminta maaf karena menariknya hingga jatuh ke
dalam kolam dan memberikan sebuah kalung kepada Alicia. Alicia berterima kasih
kepada Vincent dan dia berjalan pulang. Alicia melirik ke arah laki-laki yang
duduk di sampingnya, dia menundukan kepalanya.
“Mengapa kau tidak dewasa-dewasa,
Calvin?”, tanya Alicia kesal.
“Aku cemburu.”
“Sudah ku bilang, kami mencari
kalungku yang di lempar oleh kakak sialanmu itu. Ya Tuhan mengapa aku sial
sekali. Mulai showerku mati, jam di rumahku kurang dari tiga puluh menit dari
semua, tercebur di dalam kolam disaat yang tidak tepat. Apa yang akan terjadi
kepadaku nanti? Apakah aku akan tertabrak mobil dan mati.”
Alicia mulai kesal dengan
semuanya apalagi dengan Calvin.
“Alicia, aku minta maaf atas
kejadian tadi. Aku benar-benar cemburu. Bisakah kau...”
“Tidak, dan ku bilang sekali lagi
tidak!”, jawab Alicia kesal lalu menggendong tasnya.
Gedebuk... suara buku-buku Alicia
terjatuh dari tasnya yang ia gendong termasuk tabletnya. Alicia terkejut dan
mengambil semua barang-barangnya yang terjatuh lalu ia letakan di atas meja. Ia
mengecek tas gendongnya yang sudah robek di bawahnya. Ia semakin kesal untuk
hari ini. Calvin membantunya mengambili buku-buku dan menawarkan untuk
mengantarkannya. Alicia hanya tersenyum pahit dan menerima tumpangan Calvin.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba
mobil Calvin mogok. Calvin meminta Alicia untuk mendorongnya sampai mesinnya
dapat menyala kembali. Dengan berat hati Alicia melakukannya. Alicia mendorong
dengan sekuat tenaga dan tiba-tiba mobil melaju sangat kecang dan meninggalkan
dirinya sendirian di tengah jalan. Ia kesal dan sangat lelah, apalagi cowok itu
tidak ingat ulang tahunnya hari ini. Ia berjalan tertatih menuju rumahnya.
Tingga jarak tidak ada lima puluh meter lagi, seseorang memanggilnya.
“Maaf Alicia. Tadi aku mencarimu
tapi kau menghilang.”, katanya meminta maaf.
“Kau keterlaluan jadi cowok. Kau
ingin aku mati, huh? Kau sangat kejam.”, kata Alicia marah kepada Calvin.
“Ayo naik, ku antar kau pulang.”,
tawar Calvin.
“Tidak terima kasih, bawakan saja
buku-bukuku.”, jawab Alicia ketus.
Alicia berjalan perlahan yang
diikuti Calvin dengan mobilnya berjalan perlahan. Mereka sampai di depan rumah.
Alicia berterima kasih dan mencoba untuk mengundang Calvin untuk makan malam di
rumahnya tapi Calvin menolaknya dengan mentah-mentah. Alicia menjadi murung,
Calvin mencium keningnya lalu pergi. Setidaknya Alicia memerlukan teman di
rumah mungilnya tapi Calvin tidak bisa dan menolaknya mentah-mentah. Ini
membuatnya ingin menangis karena sakit hati.
Alicia meletakan buku-bukunya
diatas meja belajarnya lalu berganti pakaian. Ia meletakan seragam basahnya ke
mesin cuci dan mengeringkannya. Ia menjemur seragamnya itu di dapur, takut
nanti sore hujan. Ia mulai makan siang dengan makanan instan karena di sekolah
ia tidak sempat makan. Tidak enak sendirian, gumamnya. Selesai makan siang, ia
mulai tidur siang. Berharap sesuatu yang indah terjadi.
Jam tujuh malam, Alicia terbangun
dan menyadari hari sudah gelap. Ia berlari menutupi korden dan memasak untuk
makan malam. Sialnya, gasnya habis dan ia terpaksa harus beli dahulu. Tapi
sebelumnya ia mandi terlebih dahulu. Ia mencari dompetnya tapi ia tidak
menemukannya. Ia mencari-cari keliling rumah tapi ia tetap tidak menemukannya.
Ia menepuk keningnya karena betapa sialnya hari ini. Seharusnya ini menjadi hal
yang spesial dan indah baginya tapi berubah menjadi hal yang ia benci. Ia duduk
di ruang tamu melamun akan nasib sialnya hari ini dengan perutnya melilit
kelaparan.
Suara bel berbunyi. Ia berjalan
tertatih membukanya dan Calvin dibaliknya sedang tersenyum kepadanya. Tadi
katanya tidak dapat, Alicia kebingungan.
“Bisakah aku masuk?”, tanya
Calvin.
Alicia mempersilahkannya dan
ingin membuatkan minuman dingin kepada Calvin yang minta soda. Alicia duduk di
depan Calvin dengan wajah sedih tidak karu-karuan. Calvin bertanya kepadanya.
“Ada apa, Alicia?”
“Tidak ada apa-apa.”, jawab
Alicia datar.
“Sudah cukup sial untuk hari
ini?”, tanya Calvin lalu tersenyum.
Alicia tersadar. Ia mengambil
bantal di atas sofanya dan memukul-mukulkan ke Calvin yang sudah minta maaf
kepadanya. Tidak lupa mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya.
“Happy birthday, Alicia. I
love you.”, katanya lalu tersenyum.
Alicia tersenyum masam dan
memukul Calvin lagi.
“Kau jahat, kau kejam.”, katanya
kesal.
“Aku minta maaf, okey. Setidaknya
aku bisa duduk di sini menemani malam ulang tahunmu.”
Alicia berhenti memukuli Calvin.
Ia memeluknya dengan sangat erat.
“Terima kasih.”, katanya, air
matanya hampir tumpah.
“Aku juga minta maaf ya. Aku sengaja
melakukan ini semua.”
Alicia melepaskan pelukannya dan
mengusap air matanya yang telah tumpah. Ia ingin tertawa karena betapa sialnya
hari ini karena laki-laki itu telah mengerjainya. Calvin merangkul Alicia dan
bersandar pada pundaknya. Calvin menceritakan bahwa ia datang malam-malam untuk
merusak shower Alicia, mengganti jam dinding dan wekernya, merusak tasnya,
sengaja meninggalkannya, lalu mengambil dompet Alicia disaat ia tidur serta
mengganti gas yang sudah habis. Tapi, kejadian di kolam renang ia memang secara
reflek melakukannya karena ia memang benar-benar cemburu. Alicia tertawa tapi
juga malu. Ia memukuli Calvin kembali dan memeluknya lagi. Pelukan mereka
berakhir dan Calvin memberikan sebuah kotak kecil yang berhias pita.
“Ini anggap saja mengganti
kalungmu yang di rusak Denico.”, kata Calvin.
Alicia menerimanya dan
mengucapkan terima kasih, Calvin menyuruhnya untuk membukanya. Dengan semangat
ia membukanya, dan menemukan sebuah kalung yang cantik dengan bandul berbentuk
salib yang berkilau. Di tengah salib itu terdapat sebuah permata yang berkilau
dan setiap ujung salib itu membentuk pola mahkota. Betapa senangnya ia
mendapatkan itu.
“Terima kasih banyak Calvin. I love you.”, kata Alicia senang.
“Dan sisanya di mobil. Akan ku
ambilkan.”, kata Calvin sambil bangkit berdiri dan berlari mengambil sisanya di
dalam mobil.
“Kotak besar adalah dari mamamu
yang menitipkan kepadaku, dan katanya happy
birthday. Ini dari mamaku dan ini dariku.”, kata Calvin sambil meletakan
kotak-kotak kado di atas meja ruang tamu.
Alicia tidak percaya akan ini
semua.
“Kau memberiku dua hadiah?”,
tanya Alicia.
“Sebelumnya aku ingin memberikan
ini kepadamu, tapi karena aku melakukan hal bodoh tadi sekolah, aku
memberikanmu itu sebagai ucapan maafku pula.”, jawab Calvin.
Alicia mengambil box paling besar
dan membukanya. Itu dari mamanya. Terdapat beberapa dress cantik di dalamnya
serta beberapa barang-barang cewek serta sebuah hendphone fullscreen dengan
boxnya, terdapat pula pesan kecil di dalamnya.
Dear Alicia
Happy birthday
sayang, maaf mama tidak dapat menemani ulang tahunmu kali ini. Mama hanya dapat
memberikan ini semua. Aku harap kau senang dengan ini. Handphonenya bisa
langsung diaktifkan, Calvin sudah mengaktifkan nomor dan mengisi semua aplikasi
yang akan kau butuhkan.
Love,
Mama
Alicia tersenyum. Ia membuka
kotak yang lain, itu adalah dari mamanya Calvin. Isinya adalah dua pasang
sepatu cantik yang bisa ia gunakan ke sekolah dan berjalan-jalan jika ia ingin
berkencan dengan Calvin. Sekali lagi ia tersenyum, menatap Calvin, matanya
berbinar-binar. Calvin menyuruh Alicia untuk membuka box lain yang lebih besar
dari kado mamanya. Alicia membukanya dan menemukan sebuah boneka teddy yang
besar berbulu coklat dan lembut. Alicia sangat menyukainya. Lalu ia merogoh ke
dalam box karena melihat sesuatu. Ia mendapatkan sebuah tas sekolah yang
cantik, ia pernah menginginkan tas itu untuk ke sekolah tetapi harganya terlalu
mahal untuk ia beli, bisa-bisa menghabiskan uang sakunya selama sebulan
walaupun ia digaji karena bekerja tapi ia ingin menyimpan uang itu untuk hal
yang lebih penting. Ia mengucapkan terima kasih kepada Calvin karena telah
memberikan tiga buah kado sekaligus.
“Aku hanya mengganti tasmu yang
kurusak itu, aku benar-benar minta maaf. Dan boneka itu, untuk menemanimu
disaat kau benar-benar kesepian.”
Alicia tersenyum, ia melompat ke
pangkuan Calvin. Memeluknya dengan sangat kuat dan mengucapkan terima kasih
beberapa kali. Ia tidak dapat menahan air matanya karena teharu. Ia mencium
Calvin dan mengucapkan terima kasih kembali. Ini adalah sweet seventeen yang menyenangkan baginya. Dan ini adalah ulang
tahun yang paling menyenangkan baginya.
Alicia teringat dengan kue tart
yang ia simpan. Ia tersenyum kepada Calvin dan berlari mengambil kue tartnya
dan juga dua bauh lilin yang berwarna putih. Ia meletakannya di atas telapak
tangannya dan duduk di samping Calvin. Alicia mengucapkan doa sebelum meniup
lilin. Ia meminta Calvin juga untuk meniupnya. Mereka meniup itu bersama.
Selesai dengan itu, Alicia mengambil
garpu untuk memakan kue itu, ia berbagi kepada Calvin. Mereka memakan
kue itu bersama dan saling suap. Alicia tersenyum sekali lagi, malam ini ia
tidak dapat berhenti tersenyum karena begitu senangnya.
“Aku yakin kau belum makan. Aku
sudah memesan pizza untuk kita berdua.”, kata Calvin.
“Benarkan?”, kata Alicia senang.
“Iya. Kita makan pizza sambil
bermain dengan handphone barumu. Setidaknya itu tidak rumit daripada
menggunakan tabletmu itu. Aku yakin itu rusak, sekali lagi aku minta maaf.”
Alicia menggelengkan kepalanya.
“Tidak apa-apa. Tabletku
baik-baik saja, dia sedang beristirahat. Sekarang ia tidak sendirian
sepertiku.”, kata Alicia lalu tersenyum.
Mereka berciuman lagi.
“Kau ingin memulainya sekarang?”,
tanya Calvin.
“Boleh.”, jawab Alicia lalu
mengambil ponse barunya. Mereka mengotak-atik bersama.
Keasikan mereka membuat mereka
tidak sadar bahwa tukang pengantar pizza datang. Mereka memakan bersama pizza
tersebut sambil bermain dengan ponsel baru Alicia. Selain itu, Alicia juga
mencoba semua dress yang diberikan oleh ibunya dan Calvin yang menilai, tidak
lupa dengan sepatu barunya.
Hari ulang tahunnya benar-benar
menyenangkan. Ia sangat bersyukur dapat merasakan hal ini. Walaupun kesialannya
sempat ingin mengutuk hari ulang tahunnya, tapi kehadiran Calvin membuatnya
membalik dan menjadi lebih baik. Alicia merasa doanya terkabul.
Komentar
Posting Komentar