Bukan apa-apa
melainkan sesuatu hal yang menakutkan muncul di sekolahku. Mereka takut, tetapi
mereka yang mengajar tidak percaya akan hal bodoh itu karena itu memang benar-benar
tidak masuk akal. Walaupun begitu yang sebenarnya mereka takutkan adalah seorang
gadis berkaca mata yang gagangnya berwarna ungu itu. Jika ia ditanya tentang
siapa sebenarnya ia, ia hanya menjawabnya dengan datarnya. Entah seperti
terhipnotis karena mereka percaya begitu saja dan membiarkannya untuk keluar.
Dia adalah seorang gadis yang memiliki rambut sepanjang bahunya, berkaca mata,
dan memiliki kepribadian pendiam, penyendiri dan juga cerdas. Diam-diam ia
telah menjuarai tingkat nasional dan ia adalah kebanggaan sekolah. Tapi, bagi
mereka yang takut dengannya dan dengan lain kata adalah mereka yang seumuran
denganku percaya akan hal bodoh itu. Apalagi diantara mereka pernah melihatnya
melakukan hal yang tidak dapat dilakukan manusia seperti halnya dapat membantai
orang hanya dengan mengayunkan tangannya saja. Rumor tidak masuk akal itu pun
mereka percaya dan mereka anggap sebagai bukti kalau dia memang orang yang
berbeda dari yang lain dan dapat membunuh manusia kapan saja yang dia mau.
Kalau aku adalah salah satu yang tidak percaya itu. Hal bodoh seperti itu
hanyalah imajinatif belaka dan mana mungkin itu terjadi di dunia ini? Tapi jika
kau membayangkannya atau mungkin melihat dengan mata kepalamu sendiri, itu akan
menjadi hal mudah kau percaya dan mengerikan. Apa kau percaya itu?
***
Semua siswa
kelas 2-B melepaskan nafas lega setelah bel pulang telah berbunyi dan juga
gadis itu sudah pergi keluar kelas dengan langkahnya yang tidak terdengar seperti
hantu. Walaupun begitu, ada yang sial karena bisa bertemunya di tengah
perjalanan mereka atau mungkin malah rumah mereka searah dengannya. Aku pasti
akan ketawa melihat reaksi mereka. Aku merapikan buku-buku ku yang berserakan
di atas mejaku lalu memasukannya ke dalam tasku. Kemudian aku menggendongnya
dan berjalan menuju temanku yang duduk di depanku. Aku melihatnya baru saja
masukan buku-bukunya dan mulai berdiri serta menggendong tasnya.
"Oh, kau
di sana Noel? Aku ada janji dengan pelatihku. Maaf sepertinya kita tidak bisa
pulang bersama.", katanya setelah ia melihatku berdiri di belakangnya.
"Tidak
masalah, aku juga harus belanja dahulu karena orang tuaku sibuk hari
ini.", jawabku lalu tersenyum.
"Baiklah,
sampai nanti. Akan ku sampaikan pesanmu kepada Vero.", balasnya sambil
berlari keluar.
"Apa?!
Apa yang kau maksudkan itu? Hei Alex!" Ia tidak membalasku karena ia telah
menghilang dari kelas dan pastinya ia tidak memperhatikanku. Aku mengeluarkan
nafasku dan mulai mengambil langkah untuk keluar dari kelas yang isinya hanya
ada aku.
Telepon
genggamku berbunyi karena orang tuaku mengirimi e-mail kepadaku. Isinya biasa
sih, seperti orang tua yang selalu saja mengkhawatirkan anaknya. Aku pun
membalasnya kalau aku baru saja keluar dari mini market membeli makanan untuk
makan malam. Selesai dengan itu, aku memasukan telepon itu ke kantongku lalu
berjalan pulang. Pikiranku sekarang adalah pulang lalu makan malam sendirian di
rumah. Kedua orang tuaku akan pulang dua hari ke depan sehingga aku harus di
rumah sendirian. Aku tidak memiliki kakak maupun adik jadinya aku sangat
kesepian di rumah.
Aku
kebanyakan melamun saat aku berjalan menuju rumah dan sampai-sampai aku
menabrak seseorang yang berjalan dari arah timur yang lebih tepatnya lagi dari
arah depanku. Aku menjatuhkan semua barang belanjaanku serta orang yang ku
tabrak juga menjatuhkan barang-barangnya yang terdengar berat saat mereka
jatuh. Aku pun mulai berdiri dari jatuhku ke tanah dan melihat siapa yang aku
tabrak. Kata-kata minta maaf yang ingin kuucapkan tiba-tiba saja berhenti di
tenggorokanku karena yang ku tabrak adalah gadis itu, gadis berkaca mata yang
banyak ditakuti oleh teman-temanku. Aku ternganga karena aku melihatnya secara
langsung dirinya tanpa menggunakan kacamatanya karena itu terlepas dan
terjatuh. Dia menatapku dengan matanya yang lebar dan sangat jelas aku melihat
matanya yang berwarna ungu itu. Apa dia menggunakan kontak lensa sehingga warna
matanya ungu yang sedikit kenila-nilaan begitu? Warna mata yang cantik dan
menarik perhatian.
"Bisakah
kau berhati-hati, Noel? Dan jangan tatap aku seperti itu.", katanya datar
yang mengejutkanku.
"Ka-kau
tahu namaku?"
"Bukannya
kita satu kelas? Atau aku salah?", balasnya dengan suara datarnya sambil
mengambil kacamatanya yang terjatuh itu lalu memakainya.
"Tidak,
jangan kau pakai kacamata itu duhulu.", kataku langsung setelah ia memakai
kacamata itu.
"Apa
masalahmu?", katanya datar sambil memasang wajah yang sulit ditebak.
"Tidak
ada.", jawabku terkaku-kaku.
"Ambilah
itu dan jangan menatapku seperti orang bodoh.", balasnya datar sambil
berjalan melewatiku.
Segera aku
mengambil barang belanjaanku yang terjatuh itu. Tapi, aku juga melihat sebuah
benda yang bersinar jika terkena sinar matahari. Benda itu adalah sebuah kalung
perak dengan bandulnya berbentuk pola bintang yang setiap ujungnya terdapat
permatanya. Kalung itu sungguh indah dan juga anggun jika dikenakan oleh
seorang gadis yang cantik. Apa jangan-jangan itu adalah miliknya?! Aku
mengambilnya lalu membalikan badanku. Aku kehilangan dia, aku tidak dapat
menemukannya karena ia menghilanh dengan cepatnya. Aku tidak mengetahui
rumahnya apalagi daerahnya. Akhirnya aku memutuskan untuk memberikannya besok
saat di sekolah.
***
Esoknya, ia
tidak datang ke sekolah. Entah mengapa ia tidak masuk sekolah. Tentunya siswa
kelas 2-B dapat bernafas lega karena tidak ada dia. Tapi, aku ingin bertemu
dengannya lalu kuberikan dia ini, kalung bintang miliknya yang terjatuh kemarin
dan kutemukan. Tetapi sayangnya ia tidak datang hari ini. Apa aku harus mencari
informasi untuk mencari dimana rumahnya untuk mengembalikan ini? Aku
menggenggam erat bandul bintang itu sambil berharap aku dapat bertemu
dengannya, mengobrol dengannya walaupun sebentar, dan juga aku ingin melihatnya
lagi dan lagi. Entah mengapa aku selalu membayangkan dirinya saat tidak
menggukan kacamatanya. Matanya sungguh indah dan juga menarik perhatian. Ia
seperti sempurna. Asik berharap bodoh sambil menggenggam erat bandul bintang
itu tiba-tiba seseorang menepuk punggungku dan mengejutkanku.
"Bengong
aja nih, Noel. Ada apa sih? Bel pulang telah berbunyi.", katanya.
"Ah. Kau
ternyata, Alex. Kau mengejutkanku.", balasku sambil mengantongi kalung
itu. Alex yang ingin tahu itu melirik ke arah saku bajuku tetapi ia tidak
bertanya apa itu.
"Ayo
pulang.", ajakku sambil menggendong tasku. Alex menggangguk dengan
semangatnya tetapi pandangannya tidak lepas dari saku bajuku. Dan akhirnya aku
memberi tahunya saat perjalanan pulang
"Ini adalah kalung milik Novily, kemarin
aku bertemu dengannya dan tidak sengaja menabraknya. Kemudian ia menjatuhkan
ini tanpa sengaja lalu aku temukan.", kataku menerangkan sambil
mengeluarkan kalung itu dari sakuku.
Alex
mengambilnya lalu mengamatinya dengan serius. Lalu ia bergumam pelan sehingga
aku tidak mensengarnya dengan jelas. Kemudian ia mengembalikan itu padaku.
"Sebaiknya
kau berikan kalung itu padanya. Mungkin itu alasannya ia tidak masuk sekolah
hari ini.", katanya.
"Apa
maksudmu?", tanyaku tidak mengerti.
Alex hanya
menggelengkan kepala sambil tersenyum padaku. Aku masih bingung dan bingung.
Mengapa hanya sebuah kalung ia tidak masuk sekolah? Itu adalah alasan yang tidak
masuk akal. Kalung adalah sebuah aksesoris yang mungkin berharga baginya, tapi
mengapa si cerdas mempermasalahkan itu? Sungguh membingungkan.
"Kau
harus mengembalikan itu segera, Noel.", kata Alex yang membuyarkan lamunan
kecilku.
"Apa
maksudmu?", tanyaku tidak mengerti sambil mengantongkan kalung itu
kembali.
"Aku
tidak dapat menjelaskan tetapi bagaimanapun kau harus mengembalikan itu.
Pergilah ke arah barat kota, dengar-dengar ia tinggal di sana.", jawabnya.
Aku masih tidak mengerti dengan itu jadinya aku hanya menganga lebar.
"Jangan
seperti orang bodoh. Kau harus mengembalikan itu secepatnya dan kalau bisa hari
ini.", lanjutnya karena melihatku seperti orang yang benar-benar bodoh.
"Mengapa
tidak kau saja yang mengembalikannya, huh?", balasku karena tersinggung.
"Aku
tidak dapat, dia tidak akan mempercayaiku.", jawabnya yang semakin
membuatku tidak mengerti dengan keadaan sekarang.
Kami melewati
sebuah jalan sempit dan sangat sepi yang mengarah ke utara, Alex menyuruhku
untuk berbelok ke kiri dan jangan kembali ke rumah saat kau sudah mengembalikan
kalung itu. Memang membingungkan tetapi harus bagaimana lagi akan ku lakukan.
Sebelum kami berpisah, seseorang berlari dari arah utara dengan sedikit
tertatih. Ia berlari ke arah kami berdua. Aku tidak dapat melihat dengan jelas
dengan jarak yang cukup jauh itu tetapi Alex yang sepertinya memiliki pandangan
yang cukup jauh dapat menebak siapa yang berlari itu. Segera ia berlari
kepadanya dan aku mengikutinya. Orang itu berlari dan hampir jatuh tetapi Alex
berlari terlalu cepat sehingga ia dapat menyangganya. Aku masih jauh dan
sepertinya lariku sudah paling cepat yang aku bisa dan aku tidak yakin Alex
dapat melakukan lari secepat kilat itu padahal kecepatan lari kami rata-rata
sama. Entah apa yang membuatku untuk lebih ingin berlari dan berdiri di sana.
Tetapi sesampai di sana, aku tidak dapat mempercayai pandanganku sendiri. Orang
itu adalah gadis berkaca mata itu. Gadis yang ingin aku temui dan pemilik
kalung ini. Hal yang ingin aku lihat sepertinya terwujud, ia tidak memakai
kacamata itu sehingga mata indahnya terlihat dengan jelas tetapi ia memiliki
luka memar di bagian-bagian tubuhnya seperti di wajahnya, tangan dan kakinya.
Ada apa dengannya? Apa dia sedang dikejar-kejar sekelompok perampok? Aku tidak
dapat berkata apa-apa sedangkan Alex selalu bertanya kepada gadis itu tetapi ia
tidak menjawabnya.
"Ada apa
denganmu?! Ada apa denganmu, Noi?!", tanya Alex dengan khawatirnya. Entah
mengapa sepertinya pandangan gadis itu kosong dan tidak memperhatikan Alex yang
khawatirkan dirinya. Alex segera menyentuh pipi gadis itu dan seperti sihir,
gadis itu langsung sadar dan mengedipkan beberapa kali matanya lalu memeluk
Alex.
Mengapa?
Mengapa ini terjadi? Apakah mereka sudah saling kenal? Atau hanya kebetulan?
Aku tidak mengerti, aku memang benar-benar tidak mengerti. Suasana yang
membingungkan diriku ini tiba-tiba saja mencengangkan. Langit di atasku
tiba-tiba saja menjadi gelap dan angin berhembus kencang. Alex segera berdiri
sambil menggendong gadis itu yang sepertinya sudah pinsan. Tetapi hal janggal
akhirnya aku temui. Warna matanya berubah menjadi warna hijau yang semula
adalah warna cokelat yang sama denganku. Apa dia telah menggunakan kontak lensa
sebelum pulang dan juga apa aku tidak memperhatikan matanya betul-betul tadi
matanya. Ini semakin tidak masuk akal.
Orang
berjubah hitam dan kuno tiba-tiba muncul dari kejauhan. Ia memakai pakaian yang
aneh bagiku karena zaman sekarang masih saja menggunakan jubah macam seperti
itu. Langsung saja orang itu mengacungkan tangannya ke depan dan anehnya
seketika api muncul dari tangannya dan mengarah kepada kami. Aku memang panik,
apalagi aku yang tidak percaya akan hal ini tiba-tiba saja muncul di depan
mataku. Aku ingin berlari tetapi Alex yang masih berdiri dengan tenangnya itu
langsung mengacungkan tangannya ke depan saat api itu sudah sangat dekat dengan
kami. Seperti sihir, tiba-tiba saja api itu lenyap dari pandangan tapi api itu
sepertinya telah dikembalikan oleh Alex tetapi api itu berubah menjadi seperti
bola api yang luar biasa besar dan ia lemparkan kepada orang berjubah itu.
Aku terkagum
serta sebenarnya kebingungan. Aku tidak mengerti mengapa semua ini terjadi.
Tapi tiba-tiba saja Alex menggengam erat tanganku dan aku tidak dapat melihat
dunia itu lagi tetpi dunia dengan bayangan putih. Sepertinya aku telah pergi
dari tempat kejadian.
***
"Aduh..!!"
Aku seperti
jatuh dari langit dan mendarat dengan tidak mulus sehingga punggungku sakit
sekarang. Aku akan senang jika yang kulihat tadi adalah mimpi dan kucoba untuk
membuka mataku. Aku berada di tengah-tengah hutan. Mengapa aku dapat berada di
sini? Pohon-pohon besar ini, dimana aku sekarang? Aku terkejut lalu aku mulai
bangun tapi punggungku terasa sakit sekali.
"Pendaratan
buruk, maafkan aku Noel.", kata seseorang yang benar-benar aku kenal dan
benar ia adalah Alex yang masih menggendong gadis itu di tangannya.
"Apa
arti semuanya ini! Dan dimana diriku?!", tanyaku sedikit membentaknya.
"Tenanglah
dan nanti akan ku ceritakan padamu semuanya.", jawabnya kesal. Ia masih
menggendong gadis yang tiba-tiba saja pinsan itu. Aku tentunya tidak mengerti
kenapa tapi aku harus sabar untuk mengetahuinya. Alex menepuk-nepuk pelan pipi
gadis itu dan seraya gadis itu langsung membuka matanya. Tetapi matanya tidak
seindah tadi dan kemarin. Warna matanya hitam gelap tapi bersinar terkena sinar
matahari. Walaupun sedikit kecewa karena tidak dapat melihat mata indah itu
sekali lagi, aku hanya bisa diam duduk dan bersandar pada pohon.
"Apa
yang sebenarnya terjadi?", tanyaku karena aku tidak kuat lagi. Gadis itu
turun sambil menatapku dengan sebalnya dan tiba-tiba saja berjalan ke arahku
sambil mengacungkan telunjuk tangan kanannya kepadaku. Aku melihat telunjuk itu
mengeluarkan cahaya putih ke merah-merahan serta mencolok sekali. Aku hampir
saja kehilangan pandanganku setelah melihat itu.
"Dimana
kalungku!", bentaknya kepadaku. Aku segera mengeluarkan kalung itu dari
sakuku lalu memberikan itu kepadanya. Gadis itu mengambil paksa kalung itu
sebelum aku berikan kepadanya. Lalu ia menjauh dariku sambil mengenakan kalung
itu dan dalam sekejap tubuhnya yang memar itu kembali pulih serta rambutnya
menjadi lebih panjang sampai melebihi pantatnya, selain itu pakaiannya yang
sedikit compang-camping menjadi pakaian simpel dress dengan warna ungu
kenila-nilaan seperti warna matanya yang sebelumnya. Aku terkejut melihat itu.
Apakah kalung itu ajaib sehingga dapat menyembuhkan dirinya serta menyihir
dirinya sehingga ia dapat berubah seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan tak logis
pun menguasai pikiranku.
"Jangan
tatap aku dengan seperti itu, Noel.", katanya sambil membalikan tubuhnya
ke arah ku.
Deg...
jantungku langsung berdetak dengan kencangnya saat melihatnya. Dia memiliki
wajah yang sempurna serta warna matanya yang indah itu memancarkan sinar. Aku
tidak pernah melihat gadis semacam dia, semacam putri kerajaan dan...
"Janganlah
kau begitu sobat.", kata Alex sambil menepuk-nepuk punggungku. Ia
menggangguku untuk menenerangkan bagaimana dirinya berdiri di depanku. Aku
menatapnya kesal dan aku juga masih melihat matanya masih berwarna hijau. Aku
penasaran dan ingin bertanya tetapi seakan dapat membaca pikiranku ia menjawabku
dengan nada yang tidak biasanya.
"Ini
bukan kontak lensa."
Aku memang
terkejut bukan main dan perasaan aku sering terkejut hari ini serta kebingungan
yang benar-benar melandaku.
"Apa
maksudmu itu, Alex?"
Pertanyaan
itu tidak muncul dariku tetapi gadis itu.
"Dia
tidak mengetahui hal itu, Noi.", jawab Alex.
Aku semakin
tidak mengerti. Apa yang mereka katakan tadi? Apa hanya aku yang terlalu bodoh
untuk hal itu sehingga aku tidak dapat mengerti apa yang mereka katakan? Gadis
itu langsung menatapku dengan tajamnya sehingga membuatku terkejut.
"Lebih
baik kau lupakan semua ini dan jangan beri tahu kepada siapapun.", katanya
datar lalu berjalan meninggalkan aku dan Alex yang masih duduk di dekat pohon
besar. Ia berjalan entah kemana dan sepertinya ia mengetahui tempat ini.
Ngomong-ngomong tempat ini, aku tidak pernah kesini apalagi mengetahuinya. Aku
langsung menatap Alex yang ternyata sudah tersenyum padaku.
"Jangan
berkata kalau kau tidak mengetahui tempat ini juga, Alex. Ini tidak
lucu.", kataku yang sudah menduga-duga dirinya.
"Dan
kebetulan itu benar. Jika kau tidak ingin semalaman disini, lebih baik sekarang
kita mengikutinya sekarang mumpung ia masih memiliki mood bagus.", katanya
sambil berdiri. Ia membersihkan celana sekolahnya lalu membantuku berdiri. Aku
mengeluh karena kesakitan. Punggungku masih terasa sakit sekali. Alex yang
melihatku kesakitan lalu membantuku berjalan mengikuti gadis yang bernama
Novily itu. Tapi Alex memanggilnya dengan sebutan Noi. Entah apapun nama
panggilannya yang terpenting sekarang adalah aku tergantung padanya sekarang.
***
Gadis itu
berjalan dan terus berjalan dan akhirnya ia berhenti di pinggiran sungai. Ia
membalikan badannya dan meilhat aku dan Alex yang berjalan perlahan
mengikutinya. Langkah kami memang pelan karena punggungku benar-benar sakit
saat aku berjalan. Tapi gadis itu sepertinya kesal menunggu kami berdua. Kami
telah sampai di depannya tetapi sepertinya ia tidak senang. Alex membantuku
untuk duduk.
"Bisakah
kau obati dia?", pintanya kepada Noi.
Gadis itu
dengan enggan menganggukan kepalanya lalu menyentuh punggungku. Aku tidak suka
kalau orang melalukan untukku dengan enggannya lalu aku memberanikan diriku
untuk menolak.
"Jika
kau tidak ingin melakukan itu. Tidak masalah jika kau lakukan sesuai dengan apa
yang kau inginkan. Aku tidak keberatan."
"Tapi
jika kau terus begitu kau akan semakin merepotkanku, dasar bodoh! Tutup mulutmu
dan biarkan aku memulihkanmu.", balasnya semakin kesal.
Aku
meninginkan melawannya tetapi tiba-tiba saja aku tidak dapat membuka mulutku
dan tidak dapat berkata apa-apa. Tubuhku kaku sehingga aku tidak dapat
menggerakan tubuhku. Aku hanya merasa kalau ada sesuatu yang memasuki diriku
melalui punggungku. Rasanya sedikit dingin tapi aku tidak mengetahui apa itu.
Setelah beberapa detik aku mulai dapat menggerakan tubuhku dan aku dapat
membuka mulutku dan kemudian aku mulai mengomel.
"Apa
yang kau lakukan padaku!"
"Cobalah
kau berdiri sekarang!", perintah Noi datar sambil berdiri. Ia
mengkibas-kibaskan roknya karena sedikit kotor. Ia menatapku dengan tajamnya
karena aku tidak melakukan apa yang ia suruh kepadaku. Aku mulai berdiri dengan
hati-hati dan juga pelan-pelan karena takut jika punggungku sakit lagi. Tapi
bagaikan kejaiban tiba-tiba saja punggungku tidak sakit lagi tetapi terasa
lebih ringan. Aku tidak percaya akan ini tetapi ini adalah nyata.
"Walaupun
aku tidak mengerti apa-apa tentang ini semua dan apa yang kau lakukan padaku
ini, aku hanya dapat mengucapkan terima kasih banyak.", kataku kepada Noi.
Noi hanya mengganggukan kecil kepalanya tapi raut wajahnya masih datar. Aku
selalu melihatnya wajahnya datar dan kesal tetapi aku tidak pernah melihatnya
tersenyum ataupun melihatnya sedih. Walaupun wajahnya sempurna tetapi aku tidak
dapat melihat itu yang ingin aku lihat darinya.
"Sudah
merasa lebih baik, bukan? Dia memang dokter yang handal.", kata Alex
sambil menepuk bahuku.
"Aku
tidak mengerti apa maksudmu. Tapi apa yang dibicarakan oleh teman-teman itu ada
benarnya?", balasku pelan kepada Alex.
"Nanti
akan ku ceritakan kepadamu nanti. Jika ku ceritakan sekarang, akan ada yang
marah.", jawabnya sambil berbisik dan melirik ke arah Noi.
"Apa
yang kau katakan tadi? Aku tidak mendengarnya.", tanyaku kepadanya karena
aku tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang dikatakannya.
"Kau
tidak mendengarku?", kata Alex terkejut. Aku tahu jika ia terkejut mungkin
karena aku tidak dapat mendengarkannya dengan jelas. Maka setiap obrolan kami
tidak menyambung sama sekali.
"Haha...",
suara tawa seorang gadis terdengar jelas olehku dan mungkin Alex juga mendengar
suara tawaan itu. Kami menengok ke arah dimana Noi berdiri dan benar ia
tertawa. Tawanya terhenti lalu tersenyum kepada kami berdua. Ah... senyuman
yang dapat membuatku terpaku saking terkesannya. Senyumannya tidak dapat
diungkapkan dengan kata-kata tetapi itu indah, melebihi keindahan yang ada di
bumi ini. Dia adalah keindahan bumi yang sebenarnya. Aku terbengong karena
senyuman itu sedangkan Alex, ia malah sedikit kesal terhadapnya.
"Sudah
ku duga itu adalah ulahmu. Itu tidak lucu."
"Hei,
maafkan aku, Alex. Aku hanya iseng-iseng saja karena aku tahu kalau kalian sedang
membicarakanku.", balasnya.
Aku masih
terbengong seperti orang yang benar-benar bodoh sampai-sampai aku tidak dapat
menutup mulutku yang ternganga lebar. Mata ungunya menatapku yang masih
terbengong itu. Ia mengayunkan jarinya kearahku dan seketika mulutku tertutup
sendiri serta lamunanku terbuyarkan.
"Alex.",
katanya sedikit manja memanggil Alex. "Kau membawa kita dimana? Aku tidak
tahu tempat ini.", lanjutnya dengan suara manjanya.
"Aku
juga tidak tahu.", balas Alex.
Apa?! Mereka
berdua tidak mengetahui dimana kita sekarang. Aku terkejut bukan main karena
dengan kata lain aku dan mereka telah tersesat di tengah-tengah hutan yang
entah dimana apalagi hari sudah semakin menggelap. Kedua kakiku tiba-tiba saja
melemas dan aku mulai berlutut dengan kedua kakiku. Pandanganku kosong sekarang
dan aku hanya bisa pasrah dengan keadaan.
"Dasar
orang yang putus asa!", kata Noi tidak senang. Aku menatap wajahnya lalu
pandanganku turun dan mendapati tangannya menggandeng tangan Alex. Apa mereka
memiliki hubungan khusus? Memang membingungkan tentang hubungan mereka. Mereka
seperti tak saling kenal di sekolah tetapi sekarang, sepertinya mereka sudah
akrab malah sepertinya memiliki hubungan. Aku tidak mengerti dan jika aku
mengerti, aku tidak ingin mengetahuinya.
"Jangan
berpikiran aneh tentang aku dan dirinya, Noel.", kata Alex berbisik
kepadaku. Ia lalu mengulurkan tangannya kepadaku. Karena aku tidak mencapainya
malah bengong karena tidak mengerti maksudnya, ia segera menggenggam erat
tanganku lalu seketika pandanganku menjadi buram.
***
Bug!!!!
Tubuhku seperti jatuh diatas lantai. Aku meraba permukaannya dan benar itu adalah
permukaan lantai keramik. Aku membuka mataku dan mendapati kalau aku sedang
berada di kamarku. Aku mengerti sekarang. Hal-hal aneh tadi adalah mimpi
burukku dan aku baru saja terbangun dari mimpi burukku karena jatuh di tempat
tidurku. Aku merasa senang sekarang dan aku segera membangunkan diriku sendiri
dengan senangnya lalu menari-menari seperti anak kecil karena saking senangnya.
Sekilas aku melihat tempat tidurku yang ternyata di atasnya terdapat dua
manusia aneh yang memiliki kekuatan lebih itu sedang menatapku dengan anehnya.
Aku segera menghentikan tarian bodohku itu.
"Apa
yang kalian lakukan di sini?", tanyaku.
"Apa kau
melupakan kejadian yang tidak ada satu menit secepat itu? Kau itu aneh.",
jawab Noi sambil berdiri dari duduknya di samping tempat tidurku. Aku bingung
dan mulai tersadar bahwa itu bukanlah mimpi. Aku benar-benar kecewa dengan ini.
“Sepertinya
kau sedang sial, Noel. Dari tadi kau mendarat dengan tidak mulus sehingga kau
jatuh ke lantai tidak sepertiku dan Noi yang jatuh tepat di tempat
tidurmu.", kata Alex sambil duduk dari tidurnya. Aku terdiam dan
terbengong. Aku tidak mengerti apa maksud dari mendarat itu. Apa aku terbang
sehingga jatuh di sini? Aku sedang memikirkan hal-hal yang bisa ku pikirkan
waktu itu.
"Kau
sudah berjanji untuk menceritakan apa yang telah terjadi pada hari ini, Alex.
Dan sekarang aku akan menagihnya darimu.", itulah keputusanku. Alex
menganggukan kecil kepalanya lalu menatap Noi yang berdiri dengan tegapnya di
samping tempat tidur. Sepertinya ia sedang memina ijin kepadanya untuk
menerangkan sesuatu yang sepertinya sangat rahasia kepadaku. Noi pun
mengganggukan kepalanya sambil duduk di samping Alex. Ia memeluk lengan Alex
sambil bersandar pada pundaknya tapi Alex tidak keberatan dengan itu.
"Jangan
seperti orang bodoh jika aku menerangkan hal ini kepadamu.", kata Alex
memperingatkan. Aku menganggukan kepalaku dengan mantap dan Alex mulai
bercerita.
"Apa
yang dikatakan orang-orang di sekolah tentang dirinya membantai orang dengan
kekuatan anehnya itu adalah benar. Sebenarnya yang ia bantai adalah seorang
penyihir yang ingin membunuhnya, jadi ia melakukan perlawanan. Selain itu,
usahanya sekarang hanyalah bersembunyi dan menyamar seperti yang kau lihat
disekolah. Ia sebenarnya orangnya ceria tetapi mungkin kebanyakan penyihir yang
ingin membunuhnya, teman-teman yang lain tidak menerimanya. Ia menjadi seperti
ini." Alex berhenti berbicara sambil menatap Noi yang memeluk lengannya
dengan kuatnya sambil bersandar di pundaknya. Ia sepertinya tidak menginginkan
mendengarnya.
"Tapi
baagaimana lagi, kau telah melihatku melakukan hal yang tidak dapat manusia
biasa lakukan." Ia menelan ludahnya dan memikirkan kata-kata yang tepat
untuk dikatakannya.
"Aku
sama seperti dirinya, aku adalah penyihir yang hidup di dunia ini. Dia juga
sama sepertiku, hidup di dunia ini.", lanjutnya. Aku harus menerima
keadaan ini walaupun ini memang diluar batas pikir manusia. Penyihir itu nyata
dan contohnya adalah mereka berdua. Aku harus berpikir kalau aku harus menerima
keadaan ini.
"Jadi,
apa guna kalung bintang itu?", tanyaku langsung dari mulutku.
"Penyihir
seperti kami dianugerahi kekuatan yang tidak dimiliki oleh penyihir lain yang
disebut kekuatan natural. Kekuatan itulah yang paling sulit untuk dikontrol
dibandingkan macam-macam sihir yang lain. Ini adalah pemberian dan tugas yang
menerimanya adalah mengontrolnya agar dunia ini tidak hancur. Tapi, kekuatan
natural milik Noi adalah kekuatan natural yang paling mudah untuk dikontrol
tetapi kadang-kadang kekuatan itu dapat mengontrol dirinya tiba-tiba walaupun
ia dapat mengontrolnya sekarang. Jika ia sudah terlewat batas dan ia tidak
kuat, ia dapat mati.", jawab Alex lalu menatap ke arah gadis yang semakin
erat memeluk lengannya.
"Jadi
apa hubungannya dengan kalung itu?"
"Kalung
itu adalah kalung khusus untuk dirinya. Kalung itu adalah penolongnya untuk
mengambil alih seluruh kekuatannya sehingga kekuatannya tidak dapat
mengontrolnya. Kalung itu adalah kalung penyihir yang banyak diincar penyihir
lain karena kekuatannya yang luar biasa. Selain itu, kalung itu hanya muncul
untuk kekuatan-kekuatan natural yang paling berbahaya seperti miliknya dan itu
akan menghilang ketika pemiliknya mati.", jawab Alex.
"Jadi
sangat penting kalung itu untuknya. Aku mulai mengerti semua ini.", kataku
pelan dan didengar oleh Alex lalu ia menganggukan pelan kepalanya. Kekuatan
yang luar biasa di kalung itu ya... aku berpikir kalau aku dapat melihatnya
begitu mungkin gara-gara kalung itu. Aku mengingat kalau aku pernah berharap
sambil menggenggam erat bandul bintang itu.
"Bagaimana
denganmu?", tanyaku langsung karena mengingatnya kalau ia adalah penyihir
juga.
"Aku?
Kau tidak perlu khawatir tentang itu. Aku sudah sepenuhnya mengontrol kekuatan
naturalku, jadi jangan takutkan hal itu.", jawabnya lalu tersenyum kecil.
Aku mengangguk mengerti. Lalu aku mengganti arah pandanganku ke arah Noi yang
memeluk lengan Alex dengan eratnya.
"Tapi,
apa maksud dari warna matamu itu? Dan aku lihat itu masih hijau."
"Warna
mataku berubah karena aku mengaktifkan kekuatan naturalku.", jawabnya.
"Bisakah
kau beri tahu aku apa itu?", pintaku yang ku tahu kalau ini tidak sopan.
"Memanipulasi
alam.", jawabnya singkat. Mulutku langsung menganga lebar karena terkejut
dan tidak begitu percaya.
"Itu
masih mending ketimbang dia, dia bisa mengotrol semua kekuatanmu.",
lanjutnya sambil mengelus-elus pipi Noi. Apa maksudnya? Dan mengapa ia
mengelus-elus pipinya sedangkan dia tidak marah? Aku bingung..!!!
"Maafkan
aku jika aku bersikap sedikit romantis terhadapnya di depanmu, Noel. Aku tahu
kau pasti bingung dan juga tidak nyaman, bukan?", kata Alex lalu
menatapku. Aku masih saja tidak mengerti apa yang ia katakan tetapi aku
berpura-pura mengerti.
"Sepertinya
aku terlalu banyak berbicara rahasia para penyihir. Jangan bilang kepada
siapapun, oke! Aku harus pulang sekarang..."
"Aku
belum puas! Ceritakan yang lebih rinci terhadapku.", putusku sambil
sedikit membentaknya.
"Kau
manusia tidak diuntung! Bukannya kau harus berterima kasih padanya karena telah
membantumu dan menolongmu!", kata Noi memberontak kepadaku sambil
melepaskan pelukannya lalu bangkit berdiri di depanku. Ia marah kepadaku
mungkin karena aku membentak tadi. Aku juga tidak tahu kalau ini akan terjadi.
Alex hanya menenangkan diri Noi yang sudah emosi itu kepadaku.
"Baiklah
akan ku lakukan. Terima kasih, Alex.", kataku untuk membantunya agar
emosinya turun. Noi masih menatapku dengan tajamnya mungkin karena perkataan
terima kasihku kurang terhadapnya. Tapi apa yang harus ku lakukan sekarang?
Jika ku lihat Noi, ia semakin mengerikan. Mata indahnya sangat tajam kepadaku
serta terdapat cahaya kecil tepat di pupilnya. Cahaya itu bukan berasal dari
cahaya lampu kamarku melainkan pupil itu mengeluarkan cahaya sendiri. Aku takut
saat melihat mata indah tapi menakutkan itu. Ia mengacungkan tangan kanannya ke
arahku dan seketika tubuhku lemas dan aku terjatuh ke lantai. Aku masih dapat
melihat tetapi lama kelamaan pandanganku menjadi buram dan akhirnya aku tidak
dapat melihat apa-apa.
***
Terkejut
serta tidak percaya apa yang telah dilakukannya. Ia ingin melangkahkan kakinya
tetapi sepertinya kakinya telah membatu sehingga ia tidak dapat menggerakannya.
Ia menatap ke arah gadis yang berdiri memunggunginya tapi tiba-tiba ia
membalikan tubuhnya dan balik menatap dirinya. Tentu saja itu membuatnya
sedikit terkejut tapi terkejutan itu hilang saat gadis itu memeluk tubuhnya
dengan eratnya. Saking eratnya tubuhnya jatuh di atas tempat tidur. Gadis itu
lalu mengangkat tubuhnya dan menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya. Ia
terlihat tersenyun kecil serta ia terlihat lebih baik dari tadi. Walaupun itu
membuatnya lebih tenang juga tetapi tanpa ia sadari mata hijaunya bertemu
dengan mata ungu kenila-nilaan milik gadis itu. Dan seketika itu dirinya dan
gadis itu menghilang secepat angin berhembus kencang di ruangan itu.
***
Aku membuka
mataku dan mendapati diriku terbaring di atas lantai. Aku segera membangunkan
diriku dan melihat jam dinding yang menempel di dinding kamarku. Jam 06.30,
ternyata masih pagi. Aku mulai berjalan ke kamar mandi dan membersihkan diriku.
Selesai dengan itu semua aku segera membuat sarapan untuk diriku sendiri.
Membuka kulkas dan melihat apakah ada yang dapat dimakan di dalamnya. Hanya
terdapat beberapa bawang bombay, empat buah telur ayam, potongan daging sapi,
beberapa seledri, kubis, dan yang terakhir adalah mie instan. Karena aku tidak
dapat memasak dengan menggunakan rempah-rempah yang banyak, aku hanya mengambil
satu mie instan, satu telur ayam, bawang bombay, kubis, dan beberapa potong
kecil daging sapi. Selain itu, ada bumbu sederhana yang aku gunakan seperti
saos cabai dan tomat, bawang bombay, merica bubuk, dan garam yang dapat ku
gunakan untuk membuat saos untuk mie ku. Rencana saos itu kuisi dengan daging
sapi dan pasti rasanya tambah enak. Memikirkan saja aku sudah lapar apalagi
memakannya.
Akhirnya aku
selesai memasak dan saatnya sarapan pagi dengan ditemani segelas susu sapi
berwarna putih. Sambil menghabiskan makananku, aku berpikir apa yang terjadi
kemarin. Aku masih dapat mengingatnya tetapi aku tidak yakin apakah itu mimpi
atau tidak. Yang membuatku bimbang adalah ketika aku bangun tadi yang membuatku
ragu-ragu tentang kejadian kemarin. Aku benar-benar tidak mengerti tapi jika
itu benar, aku harus tanyakan kepada Alex karena ia yang telah menerangkan
kepadaku. Aku segera menghabiskannya lalu aku cuci gelas dan piring kotorku.
Selesai itu aku menambil tasku dan segera berangkat sekolah.
Di perjalanan
yang tepatnya adalah jalanan sepi dan kosong itu karena tempat itu terkenal
angker, aku menemukan hal janggal pada diriku. Ada seseorang yang telah
mengikutiku tapi saat aku membalikan badanku aku tidak menemukan siapa-siapa.
Lalu aku melanjutkan perjalananku yang tiba-tiba saja dihadang oleh seseorang
yang pernah ku lihat sebelumnya. Ia berjubah hitam yang menyerang aku, Alex,
dan Noi kemarin. Setelah aku sadar akan hal itu, aku segera kabur tapi
tiba-tiba saja kakiku tidak dapat aku gerakan. Kakiku seperti beku ditempat
tapi setelah ku lihat ke bawah, kakiku tampak seperti es batu yang berwarna
transparan seperti kristal. Aku menjerit karena terkejutnya aku. Aku tidak
percaya kalau kakiku berubah menjadi batangan es batu. Aku ingin berlari dan
mengubah ini semua tapi dengan apa? Aku bukan seperti Alex dan Noi yang dapat
melakukan hal seperti sihir. Tunggu dulu, berarti kemarin adalah benar. Aku
mulai meningat semuanya dan benar itu bukanlah mimpi. Yang ku lihat adalah
benar dan itu benar-benar nyata. Aku menatap orang berjubah itu masuk ke
matanya. Seketika tubuhku terasa membeku dan aku tidak dapat menggerakan
seluruh tubuhku. Apakah tubuhku sudah menjadi es batu? Aku melirik dan ternyata
itu benar. Aku tidak dapat berteriak minta tolong karena tenggorokanku membeku
apalagi nafasku semakin sulit untuk aku tarik dan lepaskan karena udara yang
masuk mulai membeku dan menutupi hidungku. Aku tidak dapat bernafas dan aku
sudah tidak kuat lagi. Apa yang diinginkan oleh orang itu? Dan mengapa aku
dibekukan semacam ini? Apa tidak ada larangan penyihir membunuh manusia
sepertiku? Atau ia ingin memanfaatkanku? Aku tidak dapat berpikir jernih karena
aku sudah tidak kuat lagi sehingga aku membeku di tempat.
Ada yang
menyentuh pundakku dan aku mulai sadar tetapi nafasku sedikit sesak. Aku
melihat siapa yang menyentuhku adalah gadis berkaca mata, Noi. Ia menarikku
mundur lalu menepuk-nepuk pipiku untuk memastikan kalau aku masih sadar. Aku
mendorongnya karena ia terlalu dekat denganku lalu ia tersenyum kepadaku. Aneh,
mengapa ia tersenyum kepadaku? Dan mengapa aku sekarang sudah dapat bergerak
dan bernafas seperti biasanya? Aku mulai sadar bahwa ia telah menolongku dan ia
tersenyum karena aku masih hidup. Apa aku terkena ilusi tadi sehingga aku tidak
menyangka akan hal ini? Tapi pertanyaan-pertanyaanku yang ingin ku jawab
sendiri harus putus sekarang juga karena ia mendorong tubuhku ke belakang
sehingga aku terjatuh. Mengapa disaat aku bersamanya aku selalu terjatuh? Jujur
saja rasanya itu tidak menyenangkan karena badan terasa sakit.
Sekarang yang
harus ku pikirkan adalah orang yang berada di depanku. Dia telah
menyelamatkanku dan sekarang mungkin ia akan bertarung dengan orang berjubah
itu. Ngomong-ngomong orang berjubah itu, aku juga melihatnya telah terpental
dan terjatuh akibat serangan Noi sebelum ia menyelamatkanku. Dan sekarang aku
mendukung Noi untuk bertarung. Orang berjubah itu bangkit dan mulai mengarahkan
kedua tangannya ke arah Noi dan keluar beberapa jarum es besar mengarah
padanya. Aku sangat panik karena aku berada di belakang Noi tapi Noi yang
sepertinya santai seperti Alex sebelumnya. Noi mengajukan tangan kanannya
kedepan dan jarum-jarum itu seperti menabrak sesuatu yang tidak terlihat atau
dapat di bilang kaca transparan yang tidak terlihat. Noi tersenyum pahit kepada
orang berjubah itu.
"My turn.", katanya sambil
mengacungkan jari telunjuk kanannya ke arah orang itu.
Jari itu
mengeluarkan beberapa jarum es tapi lebih kecil dari pada yang dikeluarkan oleh
orang berjubah tetapi jumlahnya lebih banyak. Saat es itu hampir mengenai orang
berjubah itu, ternyata orang itu telah membuat perisai dari dinding es yang
tebal dan tinggi. Karena merasa ia sudah aman dan waktunya serangan balasan, ia
menendang dinding itu dan dinding itu terpisah menjadi bongkahan-bongkahan es
yang besar-besar dan itu semua terarahkan kepada Noi dan aku. Noi yang dari
tadi masih santai itu marenggangan telapak tangan kanannya dan
bongkahan-bongkahan itu berhenti mengambang di depan tangan kanannya. Noi lalu
mengepalkan tanannya dan bongkahan itu menjadi air dan mulai jatuh ke tanah.
Aku terciprat air dingin itu dan tubuhku sedikit membeku. Noi melirik ke arahku
sebentar karena ingin memastikan kalau aku baik-baik saja. Lalu ia melepaskan
kacamatanya dan ia lempar ke arahku. Kaca mata itu terjatuh di atas tanah di
depanku dan seketika air dingin itu diserap oleh kacamata itu sehingga aku tidak
membeku akibat air es itu.
Kembali ke
Noi yang sudah merubah penampilannya seperti terakhir aku bertemu dengannya.
Rambutnya panjang, simpel dress cantik yang ia kenakan serta mata indahnya
mulai terpancar di matanya. Lawannya terkejut dan mulai sedikit takut. Entah
mengapa ia tiba-tiba saja takut melihat Noi berevolusi seperti itu.
"Apa kau
tidak apa-apa, Noi? Lebih baik kita pergi saja dari sini.", kataku sedikit
berteriak kepada Noi yang masih berdiri di depanku. Ia langsung menatapku
setelah mendengar itu. Ia seperti sedang memproses permintaanku padanya.
Walaupun akhirnya memutuskan untuk menghiraukan permintaanku. Entah apa yang ia
rencanakan tetapi aku percaya padanya.
Aku mengambil
langkah mundur yang ternyata adalah salah. Aku terjebak oleh entah apa itu. Aku
ditodong oleh orang lain yang ternyata adalah teman orang berjubah itu dengan
jari telunjuknya yang mengeluarkan cahaya terang dan gelap itu. Aku tidak
melakukan apa-apa dan hanya diam. Noi tidak mengetahui kalau aku terjebak.
Sekitar lima orang muncul dari belakangku dan menyerang Noi dari belakang. Hal
yang mustahil jika Noi dapat merespon sihir-sihir itu dari belakang tetapi hal
itu tidak terduga, ia dapat menangkisnya entah dengan cara apa. Aku tentunya
tidak mengerti cara mengeluarkan sihir karena aku bukanlah sepertinya. Aku
hanya manusia biasa yang baru saja mengetahui kalau penyihir itu nyata.
Masih diam
dan tidak melakukan apa-apa itulah yang harus aku lakukan karena itu adalah
cara aman saat ini. Selain itu, aku juga mendapatkan tontonan yang luar biasa
mengagumkan. Gadis itu masih berdiri dengan tenangnya dan entah apa yang ia
lakukan sekarang. Perisai tidak terlihatnya sepertinya masih melindunginya. Dan
beberapa detik kemudian, ia tiba-tiba saja berlari ke arahku secepat angin. Ia
seperti melempar semua orang dibelakangku. Melihat itu, orang berjubah itu
sepertinya mengarahkan tangannya ke Noi dan sepertinya ia mengeluarkan sihir
yang sama saat pertama kali tetapi dari tangannya tidak muncul apa-apa. Orang
itu mengulanginya dan tidak muncul apa-apa.
Noi menatapku
dengan datarnya lalu menyentuh pundakku dengan lembut. Ia seperti sedang
memasukan sesuatu di pundakku dan rasanya sama saat ia menyembuhkan punggungku.
Dan akhirnya kusadari pundakku telah terluka dan banyak darah telah bertumpahan
keluar tanpa ku sadari dan ku rasakan.
"Tenang,
dirimulah yang telah membuatmu tidak dapat merasakan sakit ini. Dan tapi itu
adalah tindakan bodoh karena kau akan kehilangan banyak darah.", katanya
kepadaku yang membuatku tidak mengerti.
Ia melihatku
seakan ia tahu alasan aku tidak mengerti tetapi ia tidak menjelaskan kepadaku
malah ia tersenyum kepadaku. Eh? Apakah itu? Dia tersenyum kepadaku dan itu
membuatku seakan ingin menghentikan dunia yang terus berputar. Membiarkan ia
terus tersenyum seperti itu tidak untuk datar lagi kepadaku. Ia benar-benar
seperti seorang bidadari cantik yang turun ke bumi untuk menolongku. Ah...
senyuman itu seperti menaikan nafsuku tetapi aku harus menahannya demi kebaikan
untuk semuanya.
Akhirnya aku
memutuskan untuk menatap langsung matanya yang sebelumnya telah menatap
kepadaku langsung. Mata kami bertemu dan waktu seakan berhenti berputar. Mata
indah itu telah membuatku terpesona hingga aku dapat merasakan degupan
jantungku yang semakin kencang. Ya Tuhan... sepertinya aku telah jatuh cinta
kepadanya. Aku tidak kuat dengan ini. Aku segera membuang pandanganku dan tidak
menatapnya secara langsung dan sedekat ini lagi.
"Sepertinya
pendarahannya telah berhenti. Aku akan menutup lukamu dengan sihirku, maka
jangan lakukan hal-hal yang berlebihan yang mendapat merobeknya kembali dan
jangan melihatnya jika kau tidak kuat.", kata Noi.
Aku hanya
dapat berkata iya dan ku rasa itu cukup. Jawaban singkat serta jelas itu
membuat Noi mulai melakukannya. Aku tidak tahu apa itu tetapi rasanya
benar-benar sakit. Aku menahan sakit itu dengan sekuat tenaga tapi akhirnya
selesai juga. Aku dapat menghelaikan nafas panjang dan lega.
"Sakitkah?
Bukannya kau dapat mengurangi rasa sakit dari ini seperti saat kau terluka
tadi? Mengapa tidak kau gunakan itu dan kulihat kau mulai menyegelnya
kembali.", kata sekaligus tanya Noi sambil menatapku tepat di kedua
mataku.
Aku
benar-benar tidak mengerti apa maksudnya. Aku dapat tidak merasakan kesakitan
seperti tadi? Apa maksudnya itu? Apa aku ini terlalu bodoh atau memang gadis
itu membuatku kebingungan begini. Tapi hanya ada satu jawaban yang dapat ku
katakan kepadanya dan itu bukanlah pertanyaan.
"Aku
tidak mengerti. Dan ku harap jangan permainkan aku, Noi."
Noi langsung
tertawa setelah mendengarkan itu. Ia segera bangkit berdiri dan menghentikan
tawanya itu. Dia tersenyum kepadaku lagi. Aku segera membuang pandanganku dan
ku yakin wajah milikku ini pastinya berwarna merah padam. Huft... hampir saja.
"Biarkan
Alex yang menceritakan kepadamu dan kau sudah terlambat, apakah kau ingin ke
sekolah?", itulah balasannya.
"Apa?"
Aku teringat dengan sekolahku pagi ini dan benar aku sudah terlambat lima menit
karena kejadian ini. Aduh, aku juga ceroboh harus meladeninya dan menuruti
gadis ini sehingga aku melupakan sekolahku.
"Jika
iya, akan ku antar kau sekarang. Tapi pergerakanku tidak secepat Alex yang
telah mengantarkanmu kemarin, dan ku harap kau gunakan alasan dengan pundakmu
itu. Ada berkas darah di seragam sekolahmu.", katanya membuat tawaran
kepadaku.
"Jika
aku tinggal?"
Bodoh!
Mengapa aku mempertanyakan tawaran lain? Dan tiba-tiba saja itu keluar dari
mulutku tanpa ku sadari sendiri. Aku sepertinya ingin menangis di tempat itu
juga.
"Kau harus
membantuku untuk melawan mereka. Walaupun mereka tidak sebandibg denganku,
bagaimana juga aku sudah kalah jumlah dengan perbandingan besar. Jika kau
membantuku, aku mungkin mendapatkan keringanan.", jawabnya dengan serius.
"Dengan
apa aku dapat membantumu melawan?"
Sial! Mengapa
aku pertanyakan hal itu seperti aku tertarik untuk membantunya. Bodoh bodoh
bodoh. Aku tidak dapat mengontrol mulutku sendiri.
"Apa kau
berbicara sendiri? Sepertinya itu telah mengontrol dirimu dan pemusatanku
sekarang tidak padamu tapi kepada orang itu.", kata Noi yang sudah
mengerti kondisiku yang sebenarnya sambil melirik ke arah orang berjubah itu
yang masih saja mencoba untuk mengeluarkan sihirnya.
"Kekuatan
naturalnya termasuk salah satu kekuatan mematikan dan itu harus dimatikan atau
jika terkena, sulit untuk kembali.", lanjutnya yang semakin membingungkanku.
Tiba-tiba
saja kepalaku terasa sakit sekali sampai-sampai aku berteriak kesakitan serta
itu mengejutkan Noi yang berdiri itu. Ia segera menyentuh pundakku dan sekarang
rasa sakit itu tiba-tiba saja menghilang tetapi hal buruk terjadi. Di hadapanku
sekarang bukan hanya Noi yang mengkhawatirkanku tetapi terdapat juga
bongkahan-bongkahan jarum es yang besar-besar terbang mengarah ke Noi. Selain
itu, mata Noi melebar karena di hadapannya atau di belakangku juga terdapat
bongkahan-bongkahan jarus es besar dan jumlahnya lebih banyak. Noi segera
bangkit dan menghindar dari bongkahan es tersebut sedangkan aku, tergores
serangan itu. Pastinya tubuhku mengeluarkan darah kembali dan juga kepalaku
semakin memanas. Ada sesuatu di kepalaku ingin keluar tapi aku tidak tahu itu
apa. Itu sepertinya ingin keluar untuk melindungi diriku tetapi ia tidak dapat
keluar. Aku memeluk diriku sendiri dan berharap ini berakhir.
Tiba-tiba
pandanganku kosong ke depan. Terasa ada sesuatu yang sedang keluar dari tubuhku
secara halus serta itu membuat lawan kami kesakitan tepat di kepala mereka. Aku
terpaku dengan mataku terbuka dengan lebarnya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa,
aku seperti sebuah boneka tali yang sedang tidak digunakan jadinya diam terpaku
tidak melakukan apa-apa.
Tali-tali
mulai menarikku ke atas sehingga seperti aku terbang. Wajahku memang
benar-benar lemas dan tak bertenaga. Selain itu, aku sepertinya ditatapkan langsung
oleh seseorang. Aku bertatapan langsung kepada Noi yang sekarang memiliki
pandangan sangat tajam sehingga dapat memotong apa saja yang ia tatap, tetapi
seperti beruntung aku tidak terpotong oleh tatapan itu. Mata ungunya bersinar
terang dari pupilnya yang mengarah ke aku. Aku hanya dapat memandangannya
dengan lemasnya karena aku tidak bertenaga. Ia menyentuh pipi kiriku lalu
mendekatkan mulutnya ke telinga kananku lalu berkata sambil berbisik pelan.
"Aku
dapat membunuh mereka dengan kekuatanku tetapi aku tertarik dengan kekuatanmu,
jadi dengan kekuatanmu yang aku kontrol dapat membunuh mereka berenam."
Apa? Aku
tidak menyangka kalau ia sudah membunuh lawannya seperti apa yang ia katakan.
Aku memang tidak percaya tapi aku tidak dapat mengekspresikan itu di wajahku
karena aku benar-benar tidak bertenaga.
"Aku
dapat membunuh mereka dengan kedipan mata manusia dan ternyata kekuatanmu juga
tetapi lebih lamban. Kau tahu, aku dapat mengontol kekuatan seseorang entah itu
penyihir atau itu manusia. Selain itu aku juga dapat menyegel dan mematikan
kekuatan itu.", lanjutnya masih berbisik.
Aku masih
saja tidak dapat berbuat apa-apa dan itu adalah hal yang ku benci sekarang. Ia
menarik wajahnya dan sekarang ia di depanku, tepat di depan wajahku. Tangan
kanannya masih di pipi kiriku, ia mengelus-elus pipiku dengan lembutnya yang
dapat membuatku merasa sedikit geli. Aku tatap tepat dimatanya dan ia masih
memiliki pandangan tajam tetapi jika dilihat betul-betul wajahnya tidak setajam
matanya. Wajahnya tampak seperti wajah seorang gadis yang benar-benar sedih.
Aku sepertinya pernah melihat wajah itu, tetapi kapan? Aku mulai sadar kalau ia
pernah melakukan itu kepadaku saat ia berada di kamarku, disaat ia terakhir aku
melihatnya kemarin. Benar juga, aku mulai sadar kalau dia telah membuatku
pinsan hingga terbangun di pagi hari selanjutnya. Aku mulai sadar akan hal itu.
***
"Sepertinya
jika aku terus bicara sedangkan kau mendengarkan tanpa ekspresi. Lebih baik
mempulihkanmu sekarang.", kata Noi yang sekarang hanya jaraknya kurang dari
lima centi meter di depanku.
Apa sih yang
ia inginkan dariku. Jika ia ingin kekuatan entah apa itu ambil saja, itu tidak
berharga bagiku. Dia menepuk pelan pipi kiriku dan aku merasa semua tenagaku
pulih. Aku terjatuh dia atas tanah lalu aku menatapnya. Ia berdiri di depanku
dengan senyuman yang sangat indah itu. Aku langsung saja membuang pandanganku.
Anehnya mengapa ia dapat memasang senyuman bagaikan bidadari itu disaat
wajahnya sedanh sedih seperti tadi? Aku tidak mengerti mengerti mengapa itu
terjadi tetapi ada hal yang harus kulakukan sekarang.
"Apa
maumu dariku?"
"Membunuhmu.",
jawabnya singkat.
Aku tidak
percaya apa yang barusan ia katakan tetapi terasa seperti itu akan benar
terjadi entah kapan.
"Mengapa?",
tanyaku pelan.
Saat aku
pertanyakan hal itu, tiba-tiba saja tubuhnya jatuh membebani tubuhku. Aku tidak
mengerti mengapa ia menjatuhkan dirinya bukannya menjawab pertanyaanku tetapi
saat aku lihat baik-baik, sepertinya ia sudah pinsan. Ada apa dengannya?
Mengapa ini terjadi seperti kemarin? Aku tidak tahu apa-apa melainkan aku harus
membawanya ke rumahku, karena itu saja pilihanku.
Sesampainya
di rumah, aku langsung menidurkan tubuhnya di atas tempat tidurku. Wajahnya
sangat benar-benar polos disaat dia seperti itu dan juga ia memiliki keindahan
secara alami. Jika aku melihatnya keseluruh tubuhnya, ia bagaikan manusia
paling sempurna di muka bumi ini. Ia indah sekali, ia menarik perhatianku, dan
ia telah membuatku ingin menyentuhnya. Aku putuskan untuk menyentuh tangannya
saja dan tidak lebih dari itu. Tapi, aku masih saja menatap terus wajahnya yang
tertidur polos. Tidak ada tanda-tanda ia akan bangun, dan saat itu juga aku
mulai tersadar. Aku segera mengambil telepon genggamku lalu menelpon Alex. Aku
memintanya datang ke rumahku secepat ia bisa saja dan aku akan menceritakan
kepadanya semua yang telah terjadi hari ini. Tapi seperti kilat saja, ia sudah
tiba di rumahku tepat berdiri di sampingku. Cepat sekali ia datang ke sini?
"Apa
yang sebenarnya terjadi? Apakah dia kehilangan kontrol?", tanya langsung
Alex setelah ia melihat Noi tertidur di atas tempat tidurku.
Aku mulai
menceritakannya dari awal hingga ia pinsan membebaniku. Dan memang raut wajah
Alex terkejut serta tidak percaya.
"Bagitu
ceritanya ya. Untungnya kau masih hidup.", kata Alex.
"Mengapa
kau tidak datang menolongnya?", balas tanyaku.
"Ada
kejadian di sekolah. Kau pasti tidak percaya tapi ya bagaimana lagi, kalung Noi
terjatuh lagi di sekolah lalu ditemukan oleh siswa lain. Ia memakainya lalu ia
mendapat kekuatan dari kalung itu serta membuat keributan di sekolah. Aku
mencari Noi tapi aku tidak dapat menemukannya dan akhirnya aku melawannya dan
identitasku sudah terbongkar. Sekarang, mungkin aku dilarang Noi untuk
berangkat kembali.", jawab Alex sambil membunggkukan badannya condonh ke
arah Noi.
"Apakah
dia menarik sensasimu keluar, Noel? Sepertinya begitu, karena ia benar-benar gadis
yang sempurna.", lanjutnya sambil mengelus-elus pipi Noi.
"Iya.",
jawabku singkat dan apa adanya.
Alex
sepertinya ia tersenyum kecil. Lalu ia menepuk-nepuk pelan pipi Noi itu dan apa
yang terjadi? Noi membuka matanya lansung dan mulutnya terbukan karena nafasnya
seperti tersendat-sendat. Di saat itu juga sepertinya Alex langsung mencium
keningnya yang juga sesaat membuat Noi lebih tenang kembali. Setelah melepaskan
kecupannya, Noi langsung memeluknya erat dan membuat Alex kehilangan
keseimbangan dan akhirnya ia terjatuh di atas tempat tidurku, di pelukan Noi.
Jujur aku sedikit cemburu tapi aku langsung cuek saja.
Selain itu,
aku jua melihat Alex menyuruhku untuk keluar sebentar dari kamarku dan aku
menaatinya. Aku berjalan keluar lalu menutup pintu rapat-rapat. Aku tidak
peduli apa yang akan mereka lakukan dan aku tidak berharap tahu itu. Terdengar
jelas suara pintu rumahku di ketok oleh seseorang. Aku segera berjalan ke
arahnya lalu membukakan pintu. Aku mendapat dua orang tamu, yang satu laki-laki
tinggi dan kurus, yang satunya lagi seorang wanita cantik. Aku tidak mengetahui
mereka semua tetapi laki-laki itu langsung bertanya, "Apakah anda
Noel?"
"I-iya
betul. Ada yang saya bisa bantu?"
"Bisakah
kita bicaranya di dalam saja?"
"Tentu
silahkan masuk." Aku mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa yang berada
di ruang tamu rumahku. Laki-laki itu sepertinya tidak suka basa-basi sehingga
ia langsung menuju ke topik.
"Nama
saya Tino, dan saya ada urusan dengan anda Noel. Apa kau tahu kalau kau adalah
seorang penyihir?", itulah katanya.
"Apa?!
Apa maksud anda? Saya tahu penyihir itu ada tetapi saa bukanlah mereka. Saya
adalah manusia.", jawabku.
"Tapi
sebenarnya anda itu bukanlah manusia biasa. Anda memiliki kekuaan besar yang
harus dikontrol jika tidak anda akan kehilangan kesadaran dan kekuatan anda
akan menguasai tubuh anda.", balas wanita itu.
"Tidak.
Itu tidak mungkin. Jika aku mempunyai itu pastinya aku sudah menggunakan itu
dari dulu.", kataku mengelak.
"Memang
tapi kekuatan anda itu besar dan harus disegel tetapi sepertinya segelnya sudah
terlepas saat anda berada dalam bahaya."
"Aku
tidak peduli apa iti tetapi..."
"Mereka
benar, Noel.", putus seseorang yang aku kenal. Suara lembut itu muncul
dari kamarku yang ternyata pintunya sudah terbuka dan Alex serta Noi telah
berdiri di sana. Mereka berdua berjalan bersama mendekati kami lalu duduk di
sofa yang masih kosong.
"Itu
sebabnya aku kehilangan kontrol. Kekuatanku menginginkan kau.", lanjut Noi
pelan sambil tertunduk lemas.
"Soal
itu ada waktunya nanti. Anda harus ikut dengan kami.", kata laki-laki
bernama Tino itu sambil menggenggam tanganku. Tentunya aku sangat terkejut dan
seketika pula aku tidak mengerti apa yanh telah terjadi. Waktu seperti telah
berjalan denan cepatnya seakan aku sudah melaluinya. Aku sekarang berada di
ruangan besar entah apa itu. Ruangan itu terdapat beberap meja, kursi serta
lemari buku yang besar-besar.
"Selamat
datang di ruanganku, Noel. Maaf membuatmu kebingungan dan juga memaksamu untuk
kesini.", kata Tino yang duduk di depanku.
Benar juga,
sekarang aku berada di ruangan besar ini dan aku sedang duduk di atas kursi
besar mirip sofa kecil dan empuk itu. Sedangkan Tino duduk di kursi kayu tua
yang hampir keropos.
"Aku
memaksamu kesini karena aku takut dengan amarahmu yang membuat kau tidak terkontrol
kembali.", lanjutnya.
"Apa maksud
anda?", tanyaku langsung.
"Bukannya
anda telah membunuh enam penyihir di dunia dengan kekuatanmu?"
"Itu
bukan aku. Aku dikontrol..."
"Aku
yang membunuh mereka semua Tino.", putus seseorang yang membuka pintu
ruangan besar itu tiba-tiba dan membuat suara keras bergema. Ia adalah seorang
gadis yang aku dikenal penyendiri, dan juga ditakuti oleh seluruh sekolahku.
Memang ia adalah Noi, gadis cantik yang benar-benar sempurna. Sekarang ia
menggunakan dress ungu yang dipadukan dengan warna nila yang indah. Gaun itu
sampai menutupi hampir seluruh kakinya dan diujung gaun itu terdapat pola-pola
bintang yang ukurannya sedang.
“Aku yang mengontrol kekuatannya sehingga ia tidak melakukan apa-apa.”,
lanjutnya sambil terus berjalan mendekat.
Tino mencoba berpikir dan memproses itu.
“Aku percaya, tetapi.” Berhenti bicara lalu menatap Noel. “Anda harus
mengontrolnya sekarang.”
“Tunggu saya sudah berkata jika saya itu bukan...”
“Tutup mulutmu Noel. Apa kau tidak sadar akan hal itu? Pertama kau
telah membuatmu tidak dapat merasakan sakit saat kau terluka di pundakmu dan
waktu itu aku melihat warna matamu berubah. Kedua, kau kesakitan akibat
kekuatanmu sendiri dengan kata lain kau hampir saja kehilangan kontrol jika aku
tidak langsung menolongmu. Dan ketiga adalah aku menggunakan kekuaanmu untuk
membunuh mereka berenam dan disaat itu aku melumpuhkanmu sehingga kau tidak
berdaya.”, putus Noi menerangkan hal semua yang ia lihat.
Aku masih saja tidak percaya akan hal itu tetapi apa yang dikatakan Noi
itu ada benarnya juga. Aku tidak tahu mengapa aku bisa memiliki kekuatan itu
tapi bagaimana bisa? Aku kebingungan serta tidak dapat menerima ini dengan
mudahnya.
“Apa kau menginginkan bukti, Noel? Ikutlah denganku jika kau ingin melihat
dirimu yang sesungguhnya.”, kata Noi sambil berjalan keluar.
Keputusan sekarang ada di tanganku. Aku tidak tahu lagi apa yang harus
aku lakukan sekarang. Hanya ada satu jalan yaitu membuktikannya dengan mata dan
kepalaku sendiri. Aku memutuskan untuk bangkit berdiri dan mengikuti Noi
sedangkan Tino mengikutiku dari belakang. Selain itu secara tiba-tiba aku
melihat Alex berjalan di samping Noi dengan pakaian berjubah hijau miliknya.
Dapat terlihat dari belakang bahwa ciri-cirinya mirip dengan Alex makanya aku
simpulkan itu. Tunggu dulu, mereka juga sedang bergandengan tangan, berjalan
bersama, sambil mengobrol dengan satu sama lain. Aku ingin menanyakan hubungan
mereka dengan Tino yang berjalan di belakangku. Ia seperti dapat membaca
pikiranku ia langsung mempercepat langkahnya dan sekarang di sampingku lalu
menjawabku.
“Kau tahu, mereka sebenarnya sudah menikah secara sihir. Jadi biarkan
mereka tetap bersama dan tanyakan hal yang sama lagi dengan mereka.”
“Menikah?”, kataku tidak percaya.
“Iya, janganlah seperti orang bodoh. Kau tahu, hanya Alex yang mau
merelakan dirinya untuk menjaga dan bertanggung jawab atas Noi. Ia telah
memberikan kalung bintang yang dapat membantu Noi untuk mengendalikan
kekuatannya. Ia telah menolongnya karena kekuatan Noi adlah kekuatan yang
paling berbahaya.”, kata Tino mulai menjelaskan dengan cepat.
Aku hanya bengong mendengarkan dirinya karena saking tidak mengertinya.
Dia bercerita terlalu cepat dan juga terlalu singkat sehingga ada bagian yang
tidak dapat ku mengerti. Tapi aku akhirnya memutuskan untuk menganggukan
kepalaku karena mengerti.
“Jangan bohong kepada dirimu dan diriku, Noel. Kekuatan naturalku
adalah telepati.”, kata Tino langsung karena ia langsung tahu kebohongan
kecilku.
“Hah?!”, kataku tidak percaya.
Tino akhirnya mengatakan secara rinci dari setiap pertanyaanku. Dia
berkata kalau tempat ini adalah sekolah untuk bagi mereka penyihir pemula.
Selain itu aku baru tahu kalau dia adalah kepala sekolahnya sedangkan wanita
yang bersamanya adalah adiknya. Ia berhenti bercerita saat kami sampai di
sebuah tempat dimana itu adalah sebuah ruangan besar dan kosong. Hanya terdapat
sebuah cermin yang cukup lebar. Saat aku memasuki tempat itu, kepalaku langsung
pusing sekali tetapi lama-kelamaan itu membuatku terasa kalau kepalaku ingin
pecah. Aku berteriak karena kesakitan itu. Keseimbanganku menghilang dan aku
akhirnya terjatuh ke atas lantai tetapi kelapaku seakan ingin meledak. Aku
tidak kuat menahannya dan aku mulai pasrah.
Aku tidak merasakan hal sakit lagi saat aku memutuskan untuk tidak
melawan rasa sakit ini tetapi aku merasakan kalau aku dapat melakukan apa yang
aku mau. Aku membangkitkan diriku dan mendapat tiga orang berdiri di depanku.
Tino, Noi, dan Alex. Entah mengapa perasaan ingin menghabisi mereka muncul
tiba-tiba. Aku tersenyum pahit kepada mereka dan mulai menginginkan mereka
untuk mati.
Teriakan kesakitan terdengar, hanya Alex dan Tino yang merasakan itu.
Mengapa aku tidak dapat menyakiti Noi yang berdiri dengan tenangnya. Noi
menatapku dengan pandangan sedikit tajam tapi tidak setajam tadi. Setalah
mataku bertemu dengan matanya, aku merasa ada sesuatu yang sebelumnya
merasukiku kembali menghilang dan sepertinya tersegel di dalam tubuhku kembali.
Teriakan Alex dan Tino mulai berhenti karena aku mungkin tidak dapat melakukan
itu lagi. Aku berlutut karena kehilangan keseimbanganku dan akhirnya aku
merasakan lemas.
“Kontrolkan itu, Noel. Apa kau ingin membunuh kami? Jangan biarkan ia
mengambil dirimu, biarkan kamu mengambil alih semuanya.”, kata Noi.
Aku tidak mengerti tentang itu. Tapi aku merasa kalau ada yang merasuki
diriku lagi, aku memaksakan diriku untuk melawan walaupun akhirnya kepalaku
terasa sakit sekali. Tapi pada akhirnya aku tidak merasakan rasa sakit itu dan
aku mulai bangkit berdiri. Niat jahatku sebelumnya menghilang dan aku dapat
merasakan kalau aku seperti biasa tetapi ada kekuatan besar di dalam tubuhku.
Aku melihat ke arah Noi yang tersenyum kecil, mungkin karena aku berhasil.
“Bagus. Jangan keluarkan itu dari tubuhmu, kau hanya mengotrolnya untuk
keluar dari penyegelan. Ku rasa usahamu tidak sia-sia. Datanglah mendekat
kepadaku.”, katanya langsung.
Aku menaatinya dan aku dibawa olehnya di depan sebuah cermin. Aku
melihat sisi dirinya di depan cermin itu dan serta diriku. Aku tidak percaya
kalau itu adalah aku. Aku memiliki mata berwarna merah darah serta aku baru
saja menangis darah dan bekasnya belum hilang. Noi memegang pundakku dengan
lembutnya lalu tersenyum kepadaku yang dapat ku lihat di cermin itu.
“Selamat Noel. Sekarang cobalah segel itu kembali.”, katanya.
“Bagaimana caranya?”, tanyaku langsung.
Noi langsung terkejut dan bukan hanya dia tetapi Alex dan Tino pun juga
sama.
“Biasanya dirimu yang tahu.”, jawab Noi pelan dengan wajahnya yang
masih tidak percaya. “Terpaksa aku harus melakukannya.”, lanjutnya.
Tiba-tiba terasa ada yang menyegel kekuatanku di dalam tubuhku dan aku
tidak dapat merasakan kekuatan itu lagi. Aku menatap diriku di depan cermin itu
dan aku mendapati diriku sebelumnya. Diriku yang mirip seperti siswa SMA
bermata cokelat.
“Apa kau percaya?”, tanya Noi pelan.
“I-iya, aku percaya.”, jawabku yang masih menatapi cermin itu.
Aku mulai sadar akan ini semua. Noi ingin memberi tahuku lewat ini
semua dan rasa sakit itu telah membuatku menangis darah. Sebesar itukah resiko
yang aku miliki? Aku harus menerima itu dengan hatiku bahwa aku sama
sepertinya. Sama dengan Noi, Alex, dan Tino. Aku percaya dengan itu dan sekali
lagi aku telah menemukan kebenaran tentang aku yang sebenarnya, aku percaya
dengan itu.
Komentar
Posting Komentar