Jalan-jalan
Tet... tet... tet...
bunyi bel tiga kali, bertandakan waktu untuk pulang.
“Asiiik... pulang, langsung
persiapan buat makalah”, pikir Manda.
Lalu, ia berpisah
dengan sahabat-sahabatnya dan berdiri di pinggir jalan dekat sekolahnya untuk
menunggu angkota. Sekitar tiga menit menunggu angkota yang gak dateng-dateng,
tiba-tiba mobil sedan hitam berhenti di depannya. Lalu jendela kaca terbuka,
tampak seseorang yang sangat ia kenali di dalamnya dan berkata, “Ayo”. Segera
Manda menaiki mobilnya.
“Jarang baget, kamu
pake mobil.”
“Yups, tadi kan udah
gue bilang, ortu gue sedang ke luar kota. Masak mobilnya harus dibawa, tepar
deh bokap gue.”, kata Alex sambil membenarkan kaca spion dalam.
“Eh, ku belom mau
pulang. Aku mau ke Ramayana bentar. Aku kehabisan barang pribadi.”, kata Manda
saat Alex mereting ke kanan yang menuju ke rumahnya.
“Oh”
“Ye!”, kata Manda
singkat sambil membuka tasnya dan mengambil pakaian bebasnya untuk ganti nanti.
“Bawa baju ganti?”,
tanya Alex tiba-tiba dengan nada menahan tawa.
“Biarin, males pake seragam
putih abu-abu saat jalan-jalan ke mall.”
“Oh... Boleh gue
nemenin lo?”
“Hah? Mo nemenin aku
ke mall?
“Yak, boleh?”
“Ya, boleh kok.”,
jawab Manda sambil tersenyum, dan Alex membalasku dengan senyuman juga.
Dalam hatinya
berkata, “Ini adalah pertama kalinya aku ditemani oleh cowok saat jalan ke mall
buat belanja, biasanya sih ditemanin jalan-jalan buat nonton film di luar kota.
Tapi, ini adalah pertama kalinya”
“Kita sudah sampai”,
kata Alex yang membuyarkan lamunan Manda
“Oh, sudah sampai.”
“Kamu kluar,Lex. Aku
mau di sini dulu ganti baju. Kamu jagain
dari luar. Mumpung ada kordennya, aku tutup ya.”, suruh Manda ke Alex.
Alex melakukan apa
yang Manda suruh. Dia menjaga dari luar. Sedangkan Manda, dia pindah ke
belakang tempat duduk sopir. Dia menutup semua jendela dengan korden. Dia
cepat-cepat, takut ada yang ngintip.
Selesai, dia membuka semua korden.
Lalu keluar mobil. Ia melihat Alex berdiri di depan mobil menghadap ke depan.
Dia sedang melamun. Tapi, Alex sudah memakai baju bebas.
“Ganti kostum juga, akhirnya.”
“Kenapa? Lagian gue
juga bawa baju bebas. Kenapa gak dipake.”
“Udah ayo, udah mau
sore ni. Ntar gak jadi ke rumahmu nanti.”, ajak Manda. Dan mereka mulai
berjalan masuk kedalam mall.
Selesai berbelanja, mereka
menaiki mobilnya Alex. Alex memulai menghidupkan AC. Panas, gerah banget di
parkiran mobil. Udara dingin AC mulai mendinginkan suasana di dalam mobil. Alex
langsung tersenyum kepada Manda.
“Kenapa Alex
tersenyum penuh arti kepadaku begitu.”, pikir Manda. Lalu dia mencoba cuek
dengan asik mengecek barang bawaannya. Lalu Alex memulai menjalankan mobil
keluar.
“Makan yuk, laper
nih.”, ajak Alex.
“Kita habis makan
indomie lhoh tadi siang.”
“Tapi, gue laper
begete. Makan ya.”
“Ya, tapi aku gak
makan.”
“Lhoh? Kok gak makan,
apa kita ngemil?”
“Terserah sajalah.
Manut”, kata Manda yang mulai nyerah sama perilakuan Alex yang gak kenal nyerah
itu.
Alex berhenti di
sebuah cafe di Jalan Dr. Moerwadi
“Ini cafe langganan gue,
ayo turun.”, ajak Alex.
Manda nurut saja apa
yang Alex bilang. Dan mereka memasuki cafe itu lalu duduk dekat jendela.
Pelayan cantik datang menghampiri mereka lalu menanyakan mau pesan minum apa.
“Es Good Day Coolin
ya Mbak.”, kata Alex dengan pedenya.
Manda membuat
senyuman buat-buatan ke pelayan itu karena sedikit malu dengan apa yang dipesen
sama Alex.
Di cafe kok pesen kopi dikasih es. Kalau di sekolah masih
mending, ini di cafe. Malu-maluin begete ni Alex, pikir Manda
Tapi, pelayan itu
malah tersenyum kepada Alex dan mencatat apa yang Alex pesan, lalu menuju ke
dapur cafe itu.
“Alex, sejak kapan
kamu menyukai Good Day Coolin.”, tanya Manda iseng-iseng.
“Sejak gue minum es
kopi lo. Kopi kita kan sering ketuker, dan gua ngicip kopinya ada rasa mint
gito. Enak kayaknya rasanya.”
Nah tu kan, kata ‘kayaknya’ muncul, pikir Manda lagi.
Itu membuatnya tak yakin pada Alex.
“Mau pesen makan
apa?”, tanya Alex.
“Gak, kopi aja cukup.
Biar kuat nanti malem.”
Pelayan lain yang
membawa nampan yang terdapat dua cangkir di atasnya. Dia terlihat sangat centil
saat berjalan mengarah kedua sahabat itu. Dengan gaya centil, dia lakukan
seperti menarik perhatian Alex.
Mending ngliatin bengong ke Manda dari pada liat ni
pelayan. Katro banget sih, pikir Alex dalam hati sambil menutup wajahnya dengan
tisu dengan akting mengeringkan wajahnya yang sama sekali gak basah.
“Beneran gak makan?
Ntar laper.”, kata Alex yang merasa sudah lega karena pelayan centil itu sudah
pergi.
“Gak.”
“Lagian, sebenernya
aku kasihan sama lo, Nda. Lo yang selalu ngerjain tugas kelompok kita yang
paling berat. Dan gue mau ngucapin makasih. Lo baik banget sama kami.”
“Ya, gak pa pa. Udah
biasa mendapat tugas dan tanggung jawab yang berat. Lagian, aku mau terima
kasih. Karena sudah mau jadi sahabatku.”
Alex tersenyum
bahagia. Dia mungkin sudah merasa lebih baik karena dia ngomong yang sebenernya
tentang perasaannya yang kasihan sama satu-satunya cewek yang menjadi
sahabatnya yang selalu mendapat tanggung jawab dan tugas yang berat. Lalu ia
menyeruput es kopinya yang menjadi tiga perempat cangkir.
Hujan tiba-tiba datang
dengan keroyokan lagi. Manda yang di dalam cafe melihat ke arah luar cafe lewat
jendela di sampingnya. Terlihat mobil Alex yang diparkirkan, hujan yang deras,
langit yang mulai gelap karena mendung, dan mobil-mobil di jalan raya yang
berjalan kasana kesini.
“Hujan, Nda. Nunggu
bentar ya.”, kata Alex yang membuyarkan lamunan gadis ini.
“Terserah aja deh.”,
kata Manda sambil melepaskas ikatan rambutnya.
Rambut Manda yang
panjang, asli lurus, dan hitam terurai di punggungnya, dan sedikit bergelombang
karena bekas ikatan tadi. Dia menjadi pusat perhatian di cafe itu. Lalu ia
mengambil sisir di dalam tas ungunya, langsung ia menyisir rambutnya. Seketika
rambutnya menjadi lurus lagi dan bermodel segi ini.
“Alex, kenapa ya
hujan datangnya keroyokan? Kapan gitu hujan datangnya gak keroyokan gini.”, kata
Manda, dia tau kalau dia baru diperhatiin sama pengunjung cafe yang lain, dan
mencoba untuk menjadi telmi.
“Haha... lo lucu ya.
Dari dulu, hujan datangnya keroyokan, Manda. Masak hujan datangnya
perseorangan. Itu ma namanya tetes air.”, jawab Alex sambil ketawa keras
banget.
Kedua sahabat ini
menjadi pusat perhatian lagi.
“Perseorangan? Itu
kan buat orang. Bukan buat hujan.”
“Trus, yang buat
hujan apa?”
“Persehujanan.”
“Haha...”, tanpa
sadar Manda tertawa bersamaan dengan Alex, dan mereka malah dimarahin sama
pengunujung cafe itu.
“Hei! Bisa diem gak
sih?! Dari tadi berisik mulu!”
Kedua sahabat ini
bertatapan dan saling senyam senyum dan tertawa kecil setelah ditegur orang
lain karena mereka selalu ketawa kalau ada orang yang memarahinya karena
berisik.
Waktu sudah
menunjukan pukul empat sore.
“Alex, ayo pulang.
Udah jam empat. Ntar aku telat sampai ke rumahmu.”
“Oke.”, kata Alex
singkat. Lalu berdiri dan langsung memberikan tanda ke pelayan centil itu kalau
uangnya di atas meja. Lalu menarik tangan Manda dan berjalan dengan agak cepat
biar dia gak berhadapan dengan pelayan centil itu lagi.
Memasuki mobil. Alex
mulai menyalakan AC dan langsung berangkat menuju tujuan.
Sekitar tiga
kilometer lagi sampai di rumah Manda. Tapi mereka terjebak macet.
“Udah hujan yang
datangnya keroyokan, macet, dan becek lagi. Untungnya aku naik mobil, jadinya
gak perlu ojek.”, kata Manda memecahkan kesunyian.
“Hm..”, desis Alex.
Alex jadi bete denger
kata udah ujan, becek, gak ada ojek. Itu adalah kata yang paling anti untuk ia
dengar.karena Difi banget.
“Kita ndengerin musik
aja ya. Macet gini, sampe rumahmu mungkin ntar jam enam.”, kata Alex sambil
menghidupkan tape di mobilnya.
“Jam enam, kita
nantikan kumpul di rumahmu jam lima. Ntar yang lain nunggu lama, aku turun di
sini aja deh. Biar cepet. Udah tinggal tiga kilo doang, deket. Aku bisa jalan kok.
Aku juga udah bawa, payung.”, kata Manda sambil mengambil payung ungu bermotif
bunganya.
“Nggak. Kamu tu cewek
Manda. Aku kasihan sama kamu. Jadi kamu duduk di sini saja, aku yang akan
mengantarkan kamu sampai ke rumah dengan selamat.”
Manda bengong melihat
Alex yang baru ngomong tadi. Tapi Alex masih menghadap ke depan.
“Menggunakan kata
‘kamu’, jarang banget Alex berkata dengan kata itu.”, kata Manda dalam hatinya.
Hatinya tersentuh
karena perkataan Alex yang menunjukan kalau dia perhatian dengannya. dan dalam
hatinya bangga terhadap sehabat-sahabatnya yang perhatian semuanya sama aku.
Jadi gini rasanya diperhatiin sama cowok. Rasanya lebih
nyaman,
kata Manda dalam hati lagi.
“Eh, malah bengong.
Kita balik ke jalan Dipenegoro dulu ya.”, kata Alex yang mengagetkan Manda yang
lagi bengong.
“Hah? Ngapain ke
sana?”
“Tama sama Dika
nungguin di sana.”
“Oh... mereka bareng
sama kita ke rumah mu?”
“Ya, mereka sedang
berteduh di warung makan mie ayam. Mereka tadi bilangnya baru minum teh anget.”
“Lhoh...”
“Ya gitulah. Besokan
libur, kita manfaatin waktu malam liburan dulu aja. Besok kita kan bisa
ngerjain makalahnya. Dan itu sudah menjadi kesepakatan kami, tanpa dirimu.
Karena kami tau, kamu pasti nyela.”
“Oh... begitu.”
“Ntar kamu tidur di
rumahku aja ya, nginep. Kita kan ada makalah. lo bisa alasan ke ortu lo?”
Lhoh, kok pake lo lagi, kata Manda dalam hati.
“Semoga saja bisa.”,
katanya.
Sampai di Jalan
Dipenegoro
“Nah tu warung makan
mie ayamnya. Gue kluar dulu manggil mereka. Lo diem aja di sini, ntar gue balik
kok.”, kata Alex sambil memarkirkan mobilnya di pinggir jalan.
Terlihat dari spanduk
tertuliskan Waroeng Mie Ayame Pak Bejo. Dia teringat dengan kata ‘bejo’ yang
berartikan beruntung, itu adalah nama bapak temennya waktu sekolah dasar dulu.
Masak sih, itu punya temenku SD dulu? Dia bingung.
Udara dari AC semakin
dingin, Manda mulai mengecilkannya. Lansung dia mengeluarkan jaket abu-abu
kesayangannya, biar gak dingin. Hujan makin deras.
“Mengapa Alex, Tama,
dan Dika gak keluar-keluar?”, Manda penasaran.
Sekitar tiga menit
kemudian ketiga sahabatnya mulai keluar dari warung itu. Hujan masih sangat
deras mengguyur.
Deg, deg, deg. Suara
pintu mobil yang ditutup.
“Lama amat?”, tanya
Manda sambil menghadap kebelakang.
“Sori, tu mereka
berdua asik ngobrol dengan Pak Bejo.”, kata Alex yang mengganti kopling normal
menjadi satu lalu memulai menginjak gas.
“Yups. Nda, itu Pak
Bejo, bapaknya Fian.”, jawab Tama sambil memegang bahu kanan Manda.
“Oh..”
“Jadi kita kemana?”,
tanya Alex.
“Ke restoran atau
warung makan. Laper”, kata Dika.
“Kenapa gak sekalian
makan di warung mie ayamnya tadi.”, tanya Manda yang langsung mengikat
rambutnya.
“Kalo gak ada lo gak
rame”, jawab Tama.
“Haha..”, mereka
berempat mulai tertawa bersama.
“Jadi makan dimana?”,
tanya Alex yang sudah berhenti tertawa.
“Yang anget anget aku
mau.”, jawab Manda.
“Nah, makan apa?”
“Apa ya?”
“Makan soto yuk, kan
anget.”
“Gak cocok buat sore,
Ka. Enaknya tu bakso atau mie ayam.”
“Kenapa tadi gak
sekalian sih? Bensin mau habis ni, ke pom dulu ya.”, kata Alex yang mulai agak
jengkel.
“Sabar mas bro”, kata
Manda pelan dan mencoba menenangkan Alex sambil memegang pundaknya.
Alex membalasnya
dengan senyuman yang sangat berarti. Thank’s
Nda, katanya dalam hati.
Hujan masih sangat
deras, membuat Manda kedinginan.
“AC kecilin ya,
dingin ni.”
“Ya.”, kata Alex lalu
mengecilkan AC.
Mereka sampai di
pertamina di jalan Soekarno-Hatta. Mulai Alex mengisi mobilnya dengan Pertamax.
“Lex, kalo dah selesai
parkirin di deket WC ya.”, pinta Manda.
Alex mengerti maksud
Manda. Hujan-hujan begini memang banyak yang seperti itu.
“Sekalian ada yang
mau ke WC?”, tanya Alex.
“Ya.”
Segera Manda, Dika,
dan Tama dari mobil. Alex ditinggal di dalam mobil sendirian. Dika mampir di
mini market, dia membeli cemilan. Sedangkan Tama, ke WC yang antreannya lumayan
banyak. Manda pun juga ikutan antre.
Dika selesai dengan
membeli cemilan di mini market tadi. Ia segera masuk ke dalam mobil.
“Woi, Lex. Bengong
mulu. Nih aku beliin jajanan faforitmu.”, kata Dika yang baru masuk mobil.
Alex masih saja
bengong.
“Kalo kamu suka sama
dia, kok gak kamu tembak?”, kata Dika memancing Alex.
“Bodo! Lagian kan
udah dijodohin.”, jawab Alex jengkel.
“Zaman sekarang bukan
zaman Sitti Nurbaya, men. Zaman
sekarang gak ada jodoh-jodohan.”
“Hm..”
Alex terus memandang
ke depan dengan tampang galaunya.
“Nih Lex. Galau amat
mukamu.”, kata Dika sambil memberikan sebuah bungkusan.
Alex menerimanya lalu
melihat apa yang Dika kasih ke dia. Ini
faforitnya Manda, katanya dalam hati. Lalu ia meletakan bungkusan itu di
tempat duduk di sebelahnya.
Sekitar sepuluh menit
berlalu, akhirnya Manda dan Tama masuk ke mobil. Manda terkejut dengan
bungkusan yang Alex letakan tadi.
“Asik, Citato. Siapa
yang beli?”, kata Manda yang langsung menngambil bungkusan itu lalu duduk.
Deg, suara pintu
mobil yang ditutup.
“Dika yang beli.”,
jawab Alex.
Dika malah asik
dengan twitteran dengan seorang cewek yang baru saja ngefollownya, dan bernama
Dewine Cinta.
Dikathokbolong @dikatrok : thank’s follownya @dewinecinta
Dewine Cinta @dewinecinta : ya sm2 polbek y RT @dikatrok : thank’s follownya @dewinecinta
Dikathokbolong @dikatrok : oke2 ;) RT @dewinecinta : ya sm2 polbek y RT @dikatrok : thank’s follownya @dewinecinta
Segera dia mengeklik Follow di profilnya Dewine Cinta
Dewine Cinta @dewinecinta : mksh ya, aku Dewina RT @dikatrok : oke2 ;) RT ya sm2 polbek y RT @dikatrok : thank’s follownya @dewinecinta
Dikathokbolong @dikatrok : hey Dewina, aku Frandika RT @dewinecinta : mksh ya, aku Dewina RT @dikatrok : oke2 ;) RT ya sm2 polbek y RT @dikatrok
Dewine Cinta @dewinecinta : anak mana? RT @dikatrok : hey Dewina, aku Frandika RT @dewinecinta : mksh ya, aku Dewina RT @dikatrok : oke2 ;)
...
“Dik, matiin dulu, ntar twitterannya. Kita masih di pom loh.”, Manda menegur Dika dengan mengambil Hpnya.
“Ya, ya.”
“BTW makasih ya
Citatonya.”, kata Manda sekali lagi lalu membuka jajanan itu lalu memakannya.
“Ya, ya.”
Dika lama kelamaan rese!, kata Manda dalam
hati.
Alex segera menginjak
gas dan pergi menuju kota untuk mencari makan. Manda melihat mention baru masuk
ke mentionnya Dika. Dia membacanya dengan keras.
“Dewine Cinta
@dewinecinta : @dikatrok Gak di bales”
“Follower baru ya
Dik?”, tanya Manda.
“He’em.”
“Ni ku kembaliin.
Cewek mulu followernya.”, kata Manda bete sambil mengembalikan HPnya.
“Biarin yang penting
lebih banyak dari kalian.”
“Hm... percaya
follower lo banyak, Ka. Gue aja gak punya.”, kata Tama langsung memukul ringan
ke pundak Dika.
“Salahnya sendiri.”
Dika mulai
mention-mentionan dengan followernya yang baru dan berganti nama.
Dikathokbolong @dikatrok : sori, baru di pom hp direbut sama temen RT @dewinecinta : @dikatrok Gak di bales
Lopelope @dewinecinta : oh, lgi di pom. RT @dikatrok : sori, baru di pom hp direbut sama temen RT @dewinecinta : @dikatrok Gak di bales.
Dikathokbolong @dikatrok : kok nma.y ganti lopelope RT @dewinecinta oh, lgi di pom. RT @dikatrok : sori, baru di pom hp direbut sama temen
Lopelope @dewinecinta : lgi fall in love RT @dikatrok : kok nma.y ganti lopelope RT @dewinecinta oh, lgi di pom. RT @dikatrok
Dikathokbolong @dikatrok : sama sp? RT @dewinecinta : lgi fall in love RT @dikatrok : kok nma.y ganti lopelope RT @dewinecinta oh, lgi di pom.
Lopelope @dewinecinta : ada deh, kepo. Udahan ya aku mau mandi dulu RT @dikatrok : sama sp? RT @dewinecinta : lgi fall in love RT @dikatrok
...
Dika lalu mematikan
twitternya. Ia memandangi jalan yang basah, karena masih hujan deras.
Komentar
Posting Komentar